Madeeha Gauhar, Aktivis Perempuan Pakistan
25 Februari 2009Madeeha Gauhar mendirikan kelompok teater Ajoka. Pergelaran berbagai drama yang memperoleh pula penghargaan internasional, membeberkan ketidakadilan dalam masyarakat terhadap perempuan di Pakistan. Dia mengalami sendiri, apa artinya diskriminasi. Perkawinan pertamanya bubar karena dia memilih 'profesi yang tidak terhormat' sebagai seorang seniwati.
Teater berjudul 'Dukh Darya' yang artinya 'sungai derita', karya Madeeha Gauhar, aktris sekaligus merangkap sutradara teater itu, bertumpu pada kisah nyata. Yaitu tentang seorang perempuan muda yang hidup di Kashmir bagian Pakistan. Dia disangka mandul, suatu hal yang bagaikan kutukan bagi perempuan di Kashmir. Karena tidak tahan menghadapi penghinaan keluarganya, dia hendak bunuh diri dengan loncat ke sungai. Tetapi dia selamat. Hanya saja arus sungai itu membawanya sampai ke Kashmir bagian India, sehingga dia dijebloskan ke penjara.
Di penjara dia berulang kali diperkosa, kemudian hamil dan melahirkan anak perempuan. Bukti, bahwa tuduhan keluarganya tidak benar. Penderitaannya tidak berakhir sampai disitu. Setelah masa tahanannya selesai, baik India maupun Pakistan tidak bersedia menampungnya. Pakistan mengatakan, ayah dari anak yang dilahirkan adalah orang India, dan pihak India menuduh yang sebaliknya.
Madeeha Gauhar memulai karir sebagai aktris di televisi Pakistan PTV, ketika baru berusia 16 tahun. Tetapi ketika tahun 1977 Jendral Mohammad Zia ul-Haq mengambilalih kekuasaan, dia harus mengambil keputusan.
"Itu jaman penekanan dan sensor. Drama-drama yang ditayangkan televisi pemerintah Pakistan, PTV kemudian sangat berubah tekanannya. Zia ul Haq menjabarkan Islam dengan sangat sempit dan hendak membenarkan interpretasinya itu. Televisi tentunya merupakan ajang terbaik untuk propaganda serupa itu. Para pengarang didesak untuk membuat tulisan yang menggambarkan perempuan sebagai warga kelas dua." Kenang Madeeha.
Tahun 1983 Madeeha Gauhar mendirikan kelompok teater Ajoka yang artinya “dewasa ini”, tepatnya di kota Lahore, yang sejak dulu merupakan kota kaum cendekiawan dan orang-orang yang berpikir bebas. Tujuan Ajoka adalah mengetengahkan masalah-masalah sosial yang kritis dalam berbagai bahasa yang digunakan di Pakistan. Terutama lagi menekankan hak-hak bagi kaum perempuan dan mengecam ketidak-adilan.
Madeeha Gauhar menekankan, sekarang ini lewat televisi ratusan ribu orang mudah terjangkau. Sedangkan melalui pergelaran teater memang hanya beberapa ratus dan paling banyak beberapa ribu orang yang dicapai. Walau pun begitu teater memiliki kekuatan sendiri, karena penonton berhadapan dengan para pemeran, sehingga pesan yang ingin disampaikan, mencapai mereka secara langsung.
"Lewat drama-drama itu kami hendak mengasah kesadaran masyarakat. Orang harus memahami, masalah apa yang ada dalam masyarakat dan bahwa itu harus dicarikan jalan keluarnya. Sebagian besar penduduk tidak dapat membaca dan menulis. Mereka, terutama kaum perempuan harus diberi penyuluhan tentang hak-hak mereka. Juga mengenai hak yang diberikan agama kepada mereka. Yang tidak benar misalnya, bila perempuan tidak diberi hak untuk memperoleh pendidikan dan bahwa dia tidak diikutkan dalam soal keluarga berencana." Madeeha menandaskan.
Selain itu masih banyak keterkungkungan dalam masyarakat dan tradisi yang ditangani Madeeha Gauhar lewat drama-drama karyanya. Dalam karya teater "Burqavaganza", dia mengecam obsesi, bahwa keindahan atau kecantikan harus ditutupi, tetapi itu sekaligus menyembunyikan pula dari pandangan umum hal-hal mengerikan yang dialami perempuan, di balik burkhanya. Di sejumlah wilayah Pakistan, binatang masih diperlakukan lebih baik dari perempuan. Hal ini sering dikecam oleh Madeeha Gauhar.
Walaupun Madeeha Gauhar meraih gelar kesarjanaan di bidang kesusasteraan Inggris, tetapi ibu berputra dua itu terus menerus harus memberikan penjelasan kepada keluarganya mengapa dia sebagai aktris dan seniwati menggeluti profesi yang dinilai 'tidak terhormat'. Karena Madeeha Gauhar sering ikut berdemonstrasi, dia juga berulangkali ditahan. Oleh sebab itulah perkawinannya yang pertama bubar karena tidak cukup kokoh untuk menghadapi tekanan serupa itu. Tentunya kini timbul pertanyaan, apakah setelah berakhirnya masa kediktaturan Zia ul-Haq tahun 1988, kondisi kaum perempuan Pakistan berubah?
Menurut Madeeha Gauhar: "Saya belum melihat perubahan. Memang kesadaran dalam masyarakat bertambah, terutama di kota-kota. Begitu juga media memberitakan, bahwa apa yang terjadi itu salah. Misalnya kasus di Baluchistan, yaitu dilakukannya pembunuhan demi nama baik, dimana beberapa perempuan muda dikubur hidup-hidup. Ketika itu muncul diskusi, jeritan dan perhatian dari seluruh dunia."
Tahun 1956 Pakistan dengan sekitar 160 juta penduduknya dinyatakan sebagai republik Islam pertama di dunia. Terutama dalam tahun-tahun belakangan berulang kali terjadi bentuk baru kejahatan terhadap perempuan. Sebagai contoh Madeeha Gauhar menyebutkan serangan berupa penyiraman dengan air keras atau kompor yang meledak. Cara pembunuhan seperti itu, di India dikenal dengan sebutan 'pembunuhan emas kawin' dan kemudian ditiru di Pakistan.
Madeeha Gauhar mengaku sering putus asa menghadapi besarnya gunungan masalah yang dihadapi dan belum melihat adanya harapan. Tetapi perasaan itu harus diatasi agar dapat melanjutkan perjuangannya. Karena hanya dengan demikian perubahan dapat diwujudkan.(dgl)