Dari Bandung ke Texas: Jejak Sepatu di Tangan Trump
16 Juli 2025Di sebuah toko sepatu kulit di Kota Bandung, para pekerja tengah sibuk menangani pesanan dari Texas. Namun sang pemilik, Etnawati Melani, mengungkapkan kekhawatirannya bahwa bisnis semacam ini akan meredup saat tarif yang diberlakukan Donald Trump mulai menghantam ekspor.
Amerika Serikat adalah pasar terbesar Indonesia untuk ekspor alas kaki, dan sang presiden Amerika itu mengumumkan pada hari Selasa (15/07) bahwa ia akan mengenakan tarif sebesar 19 persen di atas tarif dasar 10 persen untuk Indonesia.
Angka tersebut lebih rendah dari ancaman awal Trump yang ingin memberlakukan tarif 32 persen pada bulan April, dan lebih bersahabat dibandingkan 20 persen yang dikenakan pada Vietnam.
Namun Etnawati, yang semula berencana memperluas usahanya ke Amerika Serikat, kini mengatakan bahwa fokusnya kemungkinan akan bergeser ke pasar lain. "Saya harus mengembangkan strategi baru. Mungkin kami harus mendiversifikasi pasar, produk, dan sebagainya. Jika memungkinkan masuk ke pasar AS, tapi... tidak dalam jumlah besar di awal, ya seperti itu,” katanya kepada AFP.
"Kami tidak bisa hanya mengandalkan AS. Masih banyak pasar lain di dunia. Kami masih bisa bergeser. Saya berencana memfokuskan perhatian ke Jepang dan mitra Rusia,” tandasnya.
Indonesia beli pesawat Boeing
Sebagai imbalan atas tarif yang lebih rendah, Indonesia berjanji menggelontorkan miliaran dolar untuk meningkatkan impor energi, pertanian, dan barang dagangan dari AS, sementara Trump mengatakan Jakarta telah berjanji membeli 50 pesawat Boeing.
Kapan tarif baru yang diumumkan Trump itu akan mulai berlaku masih belum jelas, dan reaksi dari pejabat Indonesia pun tergolong dingin, sementara Presiden Prabowo Subianto tengah dalam perjalanan pulang dari kunjungan di Eropa. Negosiator utama Airlangga Hartarto, usai bertemu pejabat tinggi AS di Washington, menyebut pekan lalu bahwa pembicaraan berlangsung "positif”.
Prabowo mengisyaratkan setelah ancaman tarif awal pada April bahwa Trump mungkin membantu Jakarta dengan memaksa mereka memikirkan kembali surplus perdagangan dengan ekonomi terbesar dunia itu.
Data dari Kantor Perwakilan Dagang AS menunjukkan defisit perdagangan barang Washington dengan Indonesia mencapai 17,9 miliar dolar pada 2024, naik 5,4 persen dari tahun sebelumnya.
Indonesia adalah eksportir alas kaki terbesar ketiga ke AS, di belakang Cina dan Vietnam. Demikian menurut Observatory of Economic Complexity.
Jadi, tarif baru ini diperkirakan akan menyakitkan dunia bisnis—terutama di Bandung, yang dikenal internasional dengan produksi sepatu bot kulitnya yang dibuat tangan dengan kualitas tinggi.
Kesepakatan baru menuai kritik pengamat ekonomi
Ekonom Indonesia mengecam kesepakatan dengan Washington, yang menurut Trump akan mendapat akses tanpa tarif sebagai imbalannya. "Ini bukan sebuah kesepakatan. Ini kesepakatan sepihak,” ujar Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri, kepada AFP.
Namun ia memprediksi konsumen Amerika yang kemungkinan besar akan menanggung beban biaya lebih besar daripada bisnis Indonesia, sebab tarif Trump meluas ke banyak negara. "Amerika Serikat sendiri yang akan paling terdampak. Harga akan naik,” katanya.
Data pada Selasa (15/07) menunjukkan inflasi AS melonjak pada Juni setelah tarif mulai berlaku.
Suara dari lantai bengkel
Para pekerja di toko sepatu, seperti Jajang, telah mengalami pasang surutnya bisnis, dengan pandemi COVID-19 yang menurunkan laba penjualan. Ia pun menyaksikan puluhan rekan kerja kehilangan pekerjaan serta beberapa lainnya meninggal dunia.
"Saya tidak tahu soal masalah itu, yang penting saya masih bisa bekerja di sini,” ujar pria berusia 53 tahun itu ketika ditanya soal tarif Trump. Namun mereka yang sadar akan ancaman Trump terhadap ekspor Indonesia lebih mengkhawatirkan.
Salah satu pekerja Etnawati, Lili Suja'i, dengan teliti mengerjakan pembuatan sepatu untuk pesanan tiga pasang dari Texas—sepatu menunggang, sepatu kasual sedang, dan sepatu loafer—di sebuah bengkel kecil di samping toko.
Ia mengatakan takut pelanggan Amerika akan enggan membeli karena harga yang meningkat, sementara toko ini adalah sumber penghasilan utama bagi keluarganya yang beranggotakan tiga orang.
Namun para pembuat sepatu itu siap memenuhi pesanan dari pembeli Amerika Serikat yang bersedia membayar harga lebih. "Saya memang khawatir, tapi sebelum membuat pesanan, kami bernegosiasi soal ongkos kirim dan harga dengan pelanggan,” tandas pekerja berusia 38 tahun itu. "Jadi, kami sudah bersepakat (soal harga). Kalau mereka setuju, kami akan kerjakan,” pungkasnya.
*Editor. Rizki Nugraha