KTT G-8 dan Konflik Timur Tengah
18 Juli 2006Dalam pertemuan puncak G-8 di St. Petersburg berlangsung suasana untuk bersama-sama menghadapi dan menyelesaikan masalah dunia. Demikian dikatakan Kanselir Jerman Angela Merkel dalam penutupan KTT tersebut kemarin. Jika menurut kanselir Jerman itu pertemuan puncak G-8 sukses, bagaimana penilaian Harian Swiss Tages-Anzeiger? Harian yang terbit di Zürich ini berkomentar:
„Tahun lalu kelompok delapan besar masih dengan tenang ingin memperhatikan masalah Afrika. Setelah terjadinya bom di London, agenda rencana semula tidak lagi dipikirkan. Di St. Petersburg suasana tuan rumah Vladimir Putin tidak lebih baik. Tapi tiba-tiba semua hanya tinggal berputar pada masalah bagaimana mencegah suasana panas di Timur Tengah. Namun orang salah sangka, jika menanti pernyataan jelas dan tegas dari G-8. Kalau sebelum batas tahun masih mudah menyatakan perlawanan terorisme terhadap suatu negara secara anonim, sekarang terpaksa menyebut nama pelaku tindakan salah di Timur Tengah. Tapi kepentingan khusus masing-masing negara yang sudah lama dikenal tidak memungkinkan jalur yang benar-benar mengikat, yang dapat menghasilkan tanggung jawab kesadaran global.“
Tentang ketidakberdayaan kelompok G-8 atas ledakan situasi di Timur Tengah, Harian ekonomi Perancis La Tribune berkomentar:
„Seruan PBB tampaknya hilang ditelan angin. Dan apa yang berkenaan dengan pertemuan puncak G-8, tidak lebih dari jabatan tinggi para penguasa, yang kurang berpengaruh. Karena KTT ini berjalan dalam rangka penyelesaian perhitungan yang tertahan – antara Rusia, Amerika Serikat dan Uni Eropa. Pada kenyataannya terdapat perbedaan pendapat yang mendalam: Amerika Serikatnya George Bush tidak dapat menyembunyikan dukungan tanpa syarat bagi Israel. Uni Eropa secara politis melemah, karena ia dipertanyakan oleh rakyatnya sendiri. Dan ia tidak lagi dapat mengangkat suaranya. Suara Rusia akhirnya hanya mewakili kepentingan jangka pendeknya sendiri.“
Harian Perancis Libération juga melihat ketidakberdayaan negara-negara Barat atas eskalasi di Timur Tengah. Selanjutnya harian ini menulis:
„Negara-negara Barat menegaskan, di Timur Tengah mereka tidak ingin campur tangan terlalu jauh. Dengan begitu mereka cukup puas dengan mengirimkan kapal bantuan bagi warganya dan membenarkan serangan balas dendam Israel – sekaligus menyesalkan aksi kekerasannya. Resolusi PBB membentuk sejumlah kerangka diplomasi, terutama menyangkut masalah Palestina. Orang hanya dapat berharap, terbentuknya sebuah negara yang memenuhi harapan Palestina. Bahkan Bush sendiri mengatakan, ia menghendaki hal itu. Tapi Hisbollah dan pendukungnya melancarkan perang yang tidak tampak akhirnya, untuk akhirnya membentuk diktator Islam universal. Mereka yang fanatik tidak memperhatikan kesengsaraan orang lain. Dan negara-negara penguasa besar di dunia yang terpusat dalam kelompok G-8 kurang mengambil pertimbangan, untuk menghentikan barisan menuju kematian ini.“