Korea Utara Gelar Maraton Internasional 2025
7 April 2025
Untuk pertama kalinya sejak tahun 2019, atlet asing berkompetisi di Pyongyang International Marathon, dengan sekitar 200 pelari asing dari berbagai negara seperti Cina dan Rumania yang bergabung dengan para kompetitor lokal untuk berlomba di jalanan ibu kota Korea Utara.
Pada tahun 2019, sekitar 950 pelari asing bergabung dalam perlombaan ini. Korea Utara menutup perbatasannya ketika pandemi COVID-19 terjadi dan sangat lambat untuk membuka aksesnya kembali. Meskipun telah mengizinkan kelompok turis Rusia masuk ke negara itu, ibu kota sebagian besar tetap tertutup bagi dunia luar.
Acara ini merupakan salah satu dari beberapa acara lainnya dalam rangka merayakan ulang tahun ke-15 Kim Il Sung, pendiri negara tersebut, yang jatuh pada tanggal 15 April 1912. Kim Il Sung adalah kakek dari pemimpin Korea Utara saat ini, Kim Jong Un.
Simon Cockerell dari Koryo Tours, sebuah perusahaan yang berbasis di Beijing dan yang mengeklaim dirinya sebagai mitra perjalanan eksklusif untuk lomba ini mengatakan, "Maraton Pyongyang adalah pengalaman yang sangat unik karena memberikan kesempatan untuk berinteraksi dengan penduduk lokal."
Cockerell menyebut Korea Utara sebagai “tempat yang kompleks dan menarik,” dengan mengatakan, “meskipun tidak untuk semua orang, ini pasti menarik bagi mereka yang ingin tahu tentang pengalaman mengunjungi negara seperti itu dan melihat apa yang bisa mereka temui.”
Acara olahraga internasional terbesar di Korea Utara
Lomba dimulai dengan sambutan dari penduduk lokal di Stadion Kim Il Sung sebelum pistol start atau tembakan dimulai. Para pelari akan melewati berbagai landmark dan tempat-tempat terkenal, lalu keluar menuju pedesaan sebelum kembali ke stadion dengan kerumunan 50.000 orang.
Maraton yang terdaftar di situs web badan olahraga dunia World Athletics ini merupakan acara olahraga internasional terbesar di negara tersebut.
Korea Utara yang memiliki senjata nuklir sebagian besar dianggap sebagai negara paria internasional karena provokasi perang, pelanggaran perjanjian uji coba rudal internasional, penimbunan senjata kimia, dan dukungannya terhadap perang Rusia di Ukraina.
Negara totaliter yang terisolasi ini berada di bawah berbagai sanksi internasional dan memiliki salah satu catatan hak asasi manusia terburuk di dunia menurut kelompok-kelompok seperti Amnesty International (AI).
Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Inggris