Konflik Palestina
14 Juni 2007Tidak ada yang tahu bagaimana menguasai kembali keadaan. Harian Jerman STUTTGARTER ZEITUNG menulis:
"Di negara lain manapun akan dilakukan pemilu baru. Tetapi di wilayah-wilayah otonomi Palestina itu diblokir oleh Hamas. Peluang yang dimiliki dunia internasional terbatas. Pasukan perdamaian yang diusulkan Israel, tidak realistis, karena harus diinginkan pula oleh Hamas dan Fatah. Demikian pula pemerintahan tunggal Hamas yang tetap menolak hak eksistensi Israel, tidak dapat didukung."
Sebaliknya harian Austria SALZBURGER NACHRICHTEN menyoroti peran Iran di kawasan konflik dan menganggap baik imbauan PM Israel Ehud Olmert bagi penugasan pasukan perdamaian di Jalur Gaza:
"Gaza hanyalah benih bagi masuknya Iran ke dalam hegemoni di kawasan itu. Kalau Iran berhasil membuat negara-negara Arab yang moderat menjadi tidak stabil, maka para Mullah yang menguasai keran minyak dunia itu dapat menjadi kekuatan terpenting di Timur Tengah. Oleh sebab itu pihak barat hendaknya mempertimbangkan jawaban bagi usulan Olmert. Betapa pun besarnya risiko penugasan militer di Gaza, lebih besar lagi bahayanya bila Jalur Gaza tidak berhasil didamaikan."
Sementara harian THE GUARDIAN yang terbit di London berpendapat bahwa Israel lah yang bertanggung jawab bagi timbulnya pertempuran di Gaza. Lebih lanjut dapat dibaca:
"Kesengsaraan dan perpecahan di Gaza diakibatkan oleh kehidupan di 'penjara terbuka' itu. Karena Israel berfungsi sebagai penjaga penjara, maka Israel bertanggung jawab atas keadaan di sana. Terpilihnya Ehud Barak menjadi pimpinan Partai Buruh mungkin menyemangati PM Ehud Olmert untuk memulai prakarsa baru, seperti berembuk dengan Suriah. Kembalinya mantan PM Ehud Barak dapat memperbaiki citra pemerintahan Olmert. Kalau tidak ada lagi mitra bagi perdamaian, maka Israel harus menciptakan prasarana untuk menemukannya. Kalau pun itu artinya harus melakukan negosiasi dengan Hamas, Israel juga harus melakukannya."
Begitu pula menurut harian Swiss TAGES-ANZEIGER di Jenewa:
"Kelompok radikal Palestina yang terpojok akibat pemboikotan Israel, AS dan UE, berpaling ke pihak yang membela mereka. Di Jalur Gaza mereka sedang membentuk semacam "Hamastan", yaitu wilayah kantong di bawah pimpinan kalangan agama yang fanatik. Tidaklah mustahil bila "Fatahstan" akan terbentuk di Tepi Barat Yordan. Tetapi siapa yang untung dalam hal ini? Kiranya lebih baik kalau Israel dan dunia barat mengupayakan berunding dengan kekuatan moderat di tempat, termasuk dari kelompok Hamas. Pesawat jet tempur tidak akan dapat menjinakkannya."
Sebagai penutup kami kutip komentar harian Perancis L'ALSACE di Mühlhausen, menanggapi peningkatan kekerasan di Timur Tengah:
"Serangan Hamas terhadap Fatah berarti Hamas hendak menumpas setiap oposisi. Memang tidak ada kaitannya antara pertempuran di wilayah-wilayah Palestina dengan bentrokan antara tentara Libanon dengan kelompok ekstremis Palestina di utara Libanon. Tetapi ada logika yang sama. Ini merupakan strategi yang menolak dunia yang terbuka, independen dan majemuk."