Konflik Bersenjata di Palestina
29 Januari 2007
Harian Belanda De Volskrant menulis:
"Usaha Presiden Abbas untuk membentuk sebuah pemerintah persatuan nasional menunjukkan terdapatnya kepentingan yang berbeda dan menonjolnya saling tidak percaya antara kedua belah pihak. Kelompok Fatah sendiri mempunyai pikiran balas dendam dan menyamakan beberapa militan dengan sebuah gerombolan yang juga menyelesaikan perselisihan internal dengan kekerasan. Sebaliknya pimpinan Hamas, terutama di Damaskus, jelas terlihat tidak bersedia mengambil langkah mundur yang kecil untuk memberikan Abbas ruang yang lebih besar agar bantuan keuangan kembali disalurkan dan memberikan peluang baru bagi proses perdamaian. Ini merupakan masalah terbesar. Politik penolakan militan dari kelompok Hamas menjadikan warga Palestina sebagai tokoh mainan dalam perjuangan radikal Islam Iran. Sebuah keputusan strategi yang sangat tragis, karena menurut hasil sebuah jajak pendapat ulangan, kebanyakan warga Palestina mendukung solusi dua negara.“
Sementara itu harian Italia La Repubblica yang terbit di Roma berkomentar tentang usaha Arab Saudi untuk menengahi konflik antara kelompok Hamas dan Fatah ini.
"Tentu saja Arab Saudi, seperti Mesir dan Yordania yang termasuk golongan negara-negara Arab moderat, berhubungan dengan Amerika Serikat dan mempunyai kecenderungan melawan Iran dan Suriah. Ini bukan merupakan daya tarik khusus bagi kelompok Hamas. Tidak dapat dilihat bagaimana Arab Saudi dapat menggerakan kelompok Hamas untuk berkompromi dengan presiden Palestina Mahmud Abbas dan membangun pemerintahan persatuan nasional, yaitu sebuah pemerintahan yang harus mengakui eksistensi Israel agar diakui oleh dunia Barat. Justru hal inilah yang selama ini ditolak kelompok Hamas secara demonstratif.“
Sementara itu demonstrasi puluhan ribu orang di Washington yang memprotes perang Irak dan politik yang dijalankan Presiden George Bush juga menjadi sorotan harian internasional.
Harian Jerman General-Anzeiger yang terbit di Bonn berkomentar:
"Dalam kubu Partai Demokrat dan di Amerika Serikat, pada umumnya, kandidat presiden yang anti perang akan mempunyai kesempatan yang lebih besar dari yang diperkirakan. Sekarang ini warga yang mendukung penarikan pasukan secara cepat masih tergolong minoritas. Tetapi hal ini dapat segera menjadi tuntutan politik yang tidak dapat diabaikan oleh siapapun di Amerika Serikat, baik politisi pemerintah maupun politisi pihak oposisi. Perang di tahun ke-5, yang akan dimulai dengan pengiriman pasukan tambahan, tidak akan berakhir tanpa penarikan pasukan-pasukan awal.“
Harian Prancis La Charente Libre juga mengomentari hal yang sama.
"Demonstrasi besar-besaran pertama memprotes perang Irak sejak Desember 2005 memberikan kesan yang sudah diketahui – dan bukan saja karena keikutsertaan Jane Fonda dan beberapa bintang film Hollywood lainnya. Tempat demonstrasinya – di depan gedung Kapitol, di mana Kongres Amerika Serikat bersidang, tidak dipilih secara kebetulan. Karena protes ini sebenarnya tidak hanya ditujukan kepada pemerintahan Bush, melainkan juga kepada Kongres, di mana partai Demokrat sedang membangun kelompok mayoritas. Ada dugaan tidak akan dilakukan hal yang penting bagi penarikan pasukan Amerika Serikat dari Irak secara cepat. Setiap warga Amerika yang tidak setuju dengan dilanjutkannya Perang Irak mulai sekarang akan mempertanyakan strategi Partai Demokrat ketimbang yang disampaikan George Bush.“