Konferensi Internasional Ulama dan Cendekiawan Muslim
30 Juli 2008Konferensi Internasional Cendekiawan Islam (ICIS) yang digelar di Jakarta merupakan konferensi yang ketiga sebagai kelanjutan konferensi tahun 2004 dan 2006 lalu. Dalam konferensi tiga hari ini, para ulama dan cendekiawan Islam akan mencoba merumuskan langkah-langkah strategis bagi penyelesaian konflik yang melanda sejumlah negara muslim seperti di Palestina, Irak, Iran, Sudan serta Indonesia. Menurut Sekretaris Jenderal ICIS Hasyim Muzadi, mula-mula mereka akan membicarakan konflik yang terjadi secara berurutan untuk menyamakan pandangan mengenai akar konflik sesungguhnya, sebelum merumuskan jalan keluar.
"Konferensi ini punya lima bahasan. Pertama kita harus memandang konflik yang ada secara obyektif dan menyeluruh. Kedua kita mesti melihat pendapat umum tentang konflik itu. Ketiga demi perdamaian dan kesadaran umum, kita harus berdialog untuk mencegah konflik. Yang keempat kita harus menilai kekuatan dan kelemahan kita. Dan yang kelima kita harus waspada atas munculnya ketakutan terhadap Islam (islamophobhia)."
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidato pembukaan mengharapkan konferensi kali ini akan menghasilkan langkah-langkah yang nyata, terutama untuk mengatasi pertikaian antara sesama negara muslim. Presiden juga meyakinkan pentingnya peran ulama dan pemikir Islam dalam meredam terjadinya konflik, namun ia juga mengingatkan kewajiban mereka untuk menyampaikan pesan damai ini ke komunitas lain.
"Telah berkali-kali terbukti bahwa komunitas muslim dapat menjembatani perdamaian ketika terjadi pertikaian antarkultur atau pemerintah dengan kelompok minoritas. Banyak di antara kita yang memiliki pengalaman dan kemampuan dalam berdialog, dalam mengatasi berbagai masalah mendalam, dan dalam mengurangi pertikaian antar etnik. Inilah yang disebut community-building skills”
Konferensi ICIS ketiga ini diikuti oleh sekitar 350 peserta dari 64 negara. Sejumlah ulama terkemuka dari Iran, Suriah dan India turut hadir bersama ulama dari negara yang tengah dilanda konflik seperti Sudan. Belum diketahui rekomendasi yang akan dihasilkan di akhir konferensi Jumat (01/08). Namun ulama Sudan Fatih Mukhtar menumpukan harapan besar kepada Indonesia, selaku penggagas konferensi ini, terutama untuk memulihkan citra pemerintahannya di mata dunia.
“Hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Sudan telah terjalin sejak Konferensi Asia Afrika di Bandung silam. Kami berharap Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia bisa membantu memperbaiki citra Sudan di mata internasional, demikian juga halnya dengan rekomendasi yang dihasilkan dari Konferensi.”
Konferensi Internasional bertema perdamaian Islam ini, merupakan yang ketiga kalinya digelar di Indonesia, setelah sebelumnya konferensi serupa seperti Forum Perdamaian Dunia dan Dialog Suni - Syiah juga digelar di Indonesia. Tampaknya Indonesia berupaya mengukuhkan keinginan sebagai negara muslim terbesar di dunia untuk berperan mengatasi konflik di dunia Islam.