Kondisi Warga Palestina di Jalur Gaza Kritis
31 Mei 2008Tak aneh, bila rakyat Palestina serta Hamas yang sejak Juni tahun lalu berkuasa di jalur Gaza- terus mendesak agar perbatasan Sufa dibuka. Meskipun pasukan Israel telah memperingati mereka bahwa akan bertindak keras.
Berulang kali mereka telah menuntut diakhirinya blokade ekonomi Israel, yang menyebabkan sekitar 1,5 juta warga Palestina hidup terpuruk. Pekan lalu, juga Uskup Agung Desmond Tutu mengecam blokade ketat Israel. Ia mengatakan, telah melihat kesengsaraan yang begitu besar ketika mengunjungi rumah sakit Shifa di Gaza City.
Uskup Agung Desmond Tutu berada di jalur Gaza sebagai utusan PBB. Tokoh Afrika Selatan ini ditugasi memeriksa dampak sebuah serangan militer Israel. Dalam peristiwa yang berlangsung satu setengah tahun yang lalu, sembilan belas warga sipil Palestina tewas.
Selama kunjungan tiga harinya di jalur Gaza, Tutu terkejut melihat buruknya situasi. 60 kilomenter dari Tel Aviv, rakyat menggunakan gerobak yang ditarik keledai untuk mentransportasi semangka dan telur. Tak banyak mobil yang jalan, tapi bila ada mobil-mobil itu menggunakan bahan bakar gas atau minyak goreng. Menurut dia, kondisi terburuk dilihatnya dirumah-rumah sakit.
“Hemat saya, warga sipil Israel tidak akan mendukung blokade militer ini, bila mereka mengetahui dampaknya terhadap masyarakat Palestina di sini, masyarakat biasa yang persis seperti mereka juga. Mereka tak mungkin mendukung politik, yang membiarkan kehidupan lelaki dan perempuan biasa terancam di rumah-rumah sakit, karena makanan dan air sudah begitu terbatas dan bahkan nyawa bayi-bayi yang dilahirkan juga terancam.”
Rumah sakit Shifa kekurangan segala hal: jarang sekali ada obat-obatan yang bisa dimasukan dari Israel ke Gaza melalui perbatasan yang kini ditutup rapat. Menurut Menteri Luar Negeri Israel, sejak bulan Mai lalu hanya ada 3 kali pengiriman obat-obatan dan perlengkapan media. Suhaila Tarazi, Direktur sebuah rumah sakit Kristen di Jalur Gaza merasa sangat khawatir memikirkan 50 orang pasiennya:
“Kami menghadapi situasi yang sangat sulit sehubungan obat-obatan untuk pasien kami, sejak perbatasan itu ditutup. Pekerjaan kami juga terhambat karena bensin amat langka. Kami sudah tidak bisa lagi membantu pasien yang berada selatan jalur Gaza dan tak punya kemungkinan untuk membawa pasien kemari untuk dirawat.”
Tarazi juga mengeluhkan tak bisanya melakukan operasi, karena listrik hanya nyala delapan jam sehari. Organisasi Dokter Tanpa Batas Negara di jalur Gaza, masih bisa mempekerjakan 64 orang, meski merekapun menghadapi berbagai keterbatasan. Organisasi yang khususnya mengobati korban perang ini, pekan lalu berhasil mendapat pasokan bensin diesel yang cukup untuk satu bulan.
Juga organisasi bantuan CARE berusaha membantu mengatasi kesulitan pasokan obat untuk jalur Gaza. Dengan bantuan Jerman, bulan Juni ini CARE akan mengirimkan obat-obatan serta perlengkapan medis guna meringankan situasi 70 ribu pasien di jalur Gaza. (ek)