Koalisi Pakistan Terancam Bubar
12 Mei 2008Pemerintah Pakistan terancam bubar. Padahal sebelumnya Nawaz Sharif, pemimpin Liga Muslim, justru berharap dapat menggeser Presiden Musharaf dengan cepat. Krisis yang dihadapi kabinet koalisi Pakistan semakin hebat, setelah Minggu (11/05) malam Liga Muslim mengancam mundur dari kabinet.
Memasuki minggu keenam pemerintahannya, perbedaan posisi antara Partai Rakyat Pakistan (PPP) dan mitranya Liga Muslim kerap mengemuka. Juga dalam urusan rehabilitasi 60 hakim yang dipecat itu, proses negosiasinya berjalan alot. Bersamaan dengan pemecatan awal November tahun lalu, Presiden Pervez Musharraf memberlakukan situasi darurat di Pakistan dan menempatkan para hakim pilihannya dalam jabatan dan posisi penting.
Hal itu ditentang banyak pihak, termasuk Partai Rakyat Pakistan yang kini dipimpin Asif Ali Zardari dan partai Liga Muslim. Ketika itu Sharif vokal menentangnya:
"Kami tidak menerima situasi darurat itu. Kami tidak menerima pemecatan 60 orang hakim itu. Semua hakim harus direhabilitasi dan mendapat kembali jabatan mereka yang sebelumnya.”
Rehabilitasi para hakim merupakan tema utama kampanye Liga Muslim. Tema yang juga disambut rakyat Pakistan. Itulah sebabnya, meski Partai Rakyat Pakistan memenangkan pemilihan parlemen 18 Februari lalu, Liga Muslim meraih posisi kedua dengan perbedaan jumlah suara yang tipis.
Demi menjaga stabilitas dan keamanan rakyat, kedua partai ini akhirnya memilih berkoalisi. Sharif tetap militan: "Kami yakin, pemilihan ini menunjukkan bahwa rakyat Pakistan menolak dipimpin oleh Musharraf. Delapan tahun lamanya ia bertindak sebagai diktator. Ia telah melanggar Konstitusi Pakistan dan menekan demokrasi. 160 juta rakyat Pakistan akan terhina bila Presiden ini memerintah satu hari lagi.”
Tahun 1999 Nawaz Sharif yang ketika itu menjabat Perdana Menteri, dikudeta oleh Presiden Musharaf yang kini ia gugat itu. Karenanya tak heran, bila Sharif berharap para hakim itu direhabilitasi, lalu mendesak Presiden Musharraf untuk mundur. Namun mitra koalisinya, Asif Ali Zardari tampaknya justru mengulur waktu.
Berbeda dengan Sharif, suami almarhum Benazir Bhutto yang kini memimpin Partai Rakyat Pakistan, tidak mutlak menentang Musharaf. Asif Ali Zardari menegaskan: “Semua opsi tetap kami buka. Itu merupakan politik yang dijalankan istri saya. Ia selalu mengambil jalan tengah dan bukan posisi yang ekstrim. Ia melakukan, apa yang secara politik mungkin dilakukan.”
Selama masa pemerintahan Nawaz Sharif dulu, Zardari terpaksa duduk dibelakang jeruji besi atas tuduhan korupsi. Sampai kinipun, tuduhan itu masih melengket, meski sebelumnya, almarhum istrinya berhasil menegosiasi paket amnesti dengan Musharraf untuk dirinya.
Bila 60 hakim itu direhabilitasi, bisa saja mereka juga menggugat Zardari lagi. Karenanya pemantau politik Talat Masood menilai bahwa persoalan nasib para hakim ini masih berkepanjangan. Talat Masood:“Selama politisi Pakistan tidak menganggap bahwa kepentingan rakyat itu berada di atas kepentingan pribadi mereka, maka Pakistan akan terus berada dalam krisis”
Nyatanya dalam negosiasi dengan Liga Muslim, Zardari berhasil mempertahankan jabatan para hakim pilihan Presiden Musharaf. Dalam situasi seperti ini, sulit membayangkan bahwa presiden Musharaf dapat digeser dengan cepat.(ek)