Etnis Korea di Ukraina: Bercocok tanam dan Membantu Tentara
14 Februari 2025"Mengapa kami orang Korea datang ke Ukraina? Untuk bekerja di pedesaan! Kondisi di sini bagus untuk bercocok tanam,” kata Olena Pak, seorang penduduk Komunitas Shevchenkov di Ukraina selatan. Orang tuanya berasal dari Korea, datang ke Ukraina melalui Uzbekistan pada tahun 1970-an. Nenek moyang suami Olena, Oleh Pak, punya kisah yang sama "Mereka menyewa tanah milik negara, menggarapnya, dan membuat rencana. Dulu ada banyak buruh tani asal Korea,” kenang Pak.
Salah satu pemukiman terbesar orang Korea di Ukraina ada di wilayah Mykolaiv. Pemukiman ini berusia lebih dari setengah abad. Perjalanan mereka ke Ukraina selatan adalah perjalanan yang sangat panjang. Orang Korea terutama bermigrasi ke Ukraina pada tahun 1950-an dan 1960-an. Kebanyakan dari mereka berasal dari Asia Tengah, karena sebelumnya mereka sempat bermukim di Asia Tengah saat deportasi massal pada tahun 1930-an dan mengungsi ke wilayah bekas Uni Soviet. Sejarah mencatat pada tahun 30-an militer Jepang menduduki kawasan semenanjung Korea dan melakukan deportasi warga.
Fasih berbahasa ibu dan meneruskan produksi Kimchi
Pasangan Pak memiliki paspor dan nama depan Ukraina, tetapi masih fasih berbicara bahasa ibu mereka, bahasa Korea. Keluarga mereka selalu berbicara dalam bahasa Korea di rumah, dan mereka masih membudayakan tradisi membuat Kimchi, hidangan khas Korea yang terbuat dari sawi putih dan lobak. "Ini diwariskan dari generasi ke generasi, tanpa Kimchi kami tidak akan bisa bertahan selama musim dingin,” kata Olena.
Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Seperti nenek moyang mereka, keluarga Pak bekerja di bidang pertanian. Pada tahun 2000-an, ia mengembangkan bisnis tersebut dan mulai menanam sayuran di tiga rumah kaca. Namun, ketika Rusia memulai perang Ukraina , keluarga Pak kehilangan hampir segalanya. Setengah dari komunitasnya berada di bawah pendudukan Rusia selama sembilan bulan di tahun 2022, dan separuh lainnya berada di medan pertempuran. Hanya satu rumah kaca milik keluarga Pak yang tersisa, di mana mereka terus menanam rempah-rempah dan sayuran hingga saat ini.
Olena Pak melakukan pekerjaan sukarela di waktu luangnya. Dia pergi ke pusat budaya setempat setiap harinya untuk menenun jaring kamuflase untuk tentara Ukraina. "Kami tidak ingin hengkang, kami merasa betah di sini, ini adalah rumah dan negara kami,” tegasnya.
Mengungsi ke Korea Selatan dan kembali ke Ukraina
Sekitar sepertiga dari keluarga keturunan Korea di Ukraina ini telah meninggalkan Mykolaiv, karena lahan mereka dipasangi ranjau dan rumah mereka hancur akibat pertempuran. Beberapa dari mereka mengikuti program sukarela dipulangkan ke Korea Selatan. Namun, beberapa di antaranya telah kembali ke Shevchenkowe, termasuk keluarga Kogai, yang pada awalnya sempat mengungsi ke Seoul.
Di Korsel, Ksenia Kogai yang berusia 12 tahun bersekolah dan belajar bahasa Korea. Namun, seperti ibunya, gadis ini tidak ingin tinggal di Korea Selatan. "Saya ingin kembali ke Ukraina karena saya menyadari bahwa ini adalah rumah kami dan saya tidak ingin meninggalkannya,” jelas Ksenia.
Rumah keluarga Kogai hancur akibat bom pada tahun 2022 dan untuk sementara mereka tinggal di sebuah rumah kebun. Sesuai tradisi mereka, sebuah pohon cemara tetap berada di rumah dari Natal di Bulan Desember hingga datangnya musim semi (Maret), ini karena keluarga ini merayakan Tahun Baru Korea yang jatuh pada akhir Januari, seperti tradisi nenek moyang mereka.
Ibu Ksenia, Alyona Kogai, lahir di wilayah Mykolaiv - ayahnya seorang warga Korea dan Ibunya seorang warga Ukraina. Mereka menikah pada 1975. Saat itu, kata Alyona, penduduk setempat belum terbiasa melihat orang Korea, sehingga saat pernikahan orang tuanya, orang-orang dari berbagai desa datang ke pesta pernikahan untuk melihat sang pengantin pria asal korea, ayahnya.
"Saya bersekolah di sini dan selalu mengatakan kepada semua teman sekelas saya bahwa saya tidak akan pernah menikah dengan orang Korea. Tapi takdir berkata lain,” kenang Alyona Kogai sambil tersenyum. Pernikahan dengan orang Korea kini menjadi hal yang lumrah di Shevchenov, kata Alyona dan suaminya, Leonid Kogai.
Keluarga Kogai tak pernah membayangkan, salah satu anggota keluarga mereka memutuskan mengikuti dinas militer alih-alih bertani. Pada tahun 2022, saudara laki-laki Alyona, Serhiy, mula-mula bergabung dengan tim pertahanan teritorial wilayah Mykolaiv. Saat ini, ia bertempur di angkatan bersenjata Ukraina di garis depan di wilayah Kursk, Rusia.
Di sisi lain, ada juga orang Korea yang bertugas untuk tentara Rusia, tetapi mereka berasal dari Korea Utara. Keluarga Kogai sangat marah dengan hal ini. "Mereka juga berasal dari Asia, tetapi mereka berbeda dari orang Korea Selatan, mereka seperti zombie,” kata Alyona Kogai.
Etnis Korea yang mencintai Ukraina
Sejumlah warga etnis Korea dari Schwetschenkowe bergabung dengan kelompok partisan Ukraina selama pendudukan Rusia. "Mereka secara aktif mendukung angkatan bersenjata Ukraina pada bulan-bulan pertama invasi Rusia yang ekstensif," kata kepala desa Oleh Pylypenko.
Oleksandr Hwan juga membantu tentara Ukraina ketika mereka dalam posisi bertahan pada musim semi 2022. Rumahnya dengan cepat diubah menjadi rumah sakit dengan dokter-dokter militer Ukraina. Tentara Ukraina juga membangun bunker di halaman rumahnya. Ia menunjukkan dengan sedih lahan pertaniannya, dan meratapi kenyataan bahwa tak ada yang tersisa.
Terlepas dari semua pengalaman perangnya, Oleksandr Hwan tidak ingin pindah dari Schwetschenkowe. "Saya bisa saja mengungsi ke suatu tempat, tapi saya ingin mempertahankan harta benda saya di sini. Saya datang ke sini setelah dinas militer Soviet, membangun kehidupan untuk diri saya sendiri dan memulai sebuah keluarga,” katanya.
Sebagian besar warga lokal menggambarkan diri mereka sebagai orang Ukraina keturunan Korea, seperti halnya kepala pemerintahan wilayah Mykolaiv, Vitaliy Kim. Generasi muda keturunan Korea ini juga fasih berbahasa Ukraina. Hal ini dikonfirmasi oleh para guru di sekolah tempat anak-anak dengan nama keluarga seperti Zoi, Li, Kim, atau Hagai belajar.
Seorang guru, Lilia Kusevich, mengatakan, etnis Korea bahkan memiliki nilai yang sangat bagus dalam pelajaran bahasa Ukraina. "Sebagai contoh, Elisaweta Zoi meraih nilai tertinggi dalam ujian. Mereka adalah anak-anak pekerja keras,” katanya.
Seperlima dari murid-murid di Shevchenkove adalah etnis Korea. Karena gedung sekolah rusak akibat serangan Rusia, saat ini hanya pembelajaran jarak jauh melalui internet yang memungkinkan. Beberapa murid bahkan ada yang berada di kota lain dan di luar negeri.
Meskipun banyak anak muda yang telah meninggalkan desa, warga Korea yang tinggal di Shevchenkove berharap mereka dapat membangun kembali rumah mereka bersama dengan warga Ukraina dan merevitalisasi komunitas mereka.
Diadaptasi dari Artikel DW Berbahasa Jerman