Kebahagiaan dan Demokrasi, Apa Hubungannya?
21 Maret 2025Joana Meurkens tidak mengawali tahun baru dengan mudah. Ketika harga sewa rumahnya naik, aktris dan penyanyi berusia 26 tahun itu terpaksa pindah dari apartemennya di New York, Amerika Serikat (AS). Sekarang, dia kadang tinggal bersama pacarnya atau di rumah orang tuanya.
"Sewa dan makanan menjadi lebih mahal, harga telur satu dolar, bahkan ongkos kereta bawah tanah lebih mahal. Jadi, pindah dan menabung adalah solusi yang lebih baik," katanya.
Inflasi, perang, polarisasi politik, dan kesepian. Anak muda di Amerika Seperti seperti Joana semakin tidak puas dengan kehidupan mereka. Menurut Laporan Kebahagiaan Dunia tahun ini, banyak orang dewasa muda tidak lagi mengalami salah satu masa paling bahagia dalam hidup.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Laporan itu mengatakan, kaum muda di Eropa Barat dan Amerika Utara saat ini memiliki "tingkat kesejahteraan terendah dibandingkan kelompok usia lainnya."
Laporan Kebahagiaan Dunia, yang diterbitkan setiap tahun pada 20 Maret untuk memperingati Hari Kebahagiaan Sedunia Perserikatan Bangsa-Bangsa, merupakan survei global yang memberi peringkat negara-negara berdasarkan tingkat kebahagiaan penduduknya.
Tahun ini AS menempati posisi terburuk mereka, yakni di posisi ke-24, turun satu peringkat dibanding tahun sebelumnya. Hingga tahun 2023, AS selalu berada di peringkat 20 teratas. Jerman berada di posisi ke-22 tahun ini, dan Inggris di posisi ke-23.
"Jika kita hanya mengamati kaum mudanya, AS bahkan tidak akan masuk dalam 60 besar," kata Jan-Emmanuel De Neve, peneliti di Pusat Penelitian Kesejahteraan Universitas Oxford dan salah satu penulis laporan tersebut.
Demonstrasi jadi ajang berkumpul komunitas
Joana tidak terkejut dengan hasil survey ini. Dalam dua tahun terakhir, bukan hanya biaya hidup jauh lebih mahal, dia dan teman-temannya juga sulit mendapatkan pekerjaan. Selain itu, kaum muda merasa kecewa dengan pergolakan politik.
Di New York, tempat Joana tinggal, anak-anak muda sekarang berkumpul saat berdemonstrasi alih-alih berpesta. "Itulah yang dilakukan orang-orang seusia saya sekarang. Demonstrasi terus terjadi. Saya suka itu karena memberi rasa kebersamaan."
Kaum muda AS lebih tidak bahagia daripada sebelumnya karena meningkatnya rasa kesepian, kata De Neve kepada DW. Laporan tahun ini dengan jelas menunjukkan hal itu.
"Anak muda kini dua kali lebih mungkin makan sendirian dibandingkan dua dekade lalu. Kebiasaan tampaknya telah berubah: Ketika saya melihat murid-murid saya, mereka makan sendirian, dengan ponsel di tangan mereka. Namun, data kami dengan jelas menunjukkan bahwa orang yang makan bersama lebih bahagia," kata De Neve. Hidup bersama juga memiliki efek positif pada kesejahteraan. Rumah tangga dengan setidaknya empat orang lebih bahagia.
Data menunjukkan, menurunnya hubungan sosial juga menyebabkan polarisasi politik dan perubahan perilaku pemilih. "Kami menemukan bahwa orang-orang yang tidak bahagia cenderung memilih partai antisistem," katanya.
Anak-anak muda AS dalam mode krisis
Masa muda Joana ditandai dengan pergolakan politik. "Saya berada di tahun terakhir sekolah menengah atas ketika Trump pertama kali terpilih," katanya. "Kemudian pandemi COVID-19 melanda, kelas-kelas diadakan online, dan pada ulang tahun saya ke-21, kami bahkan tidak bisa pergi ke bar. Kami mengadakan pesta lewat Zoom."
Pada skala 1 sampai 10, Joana menilai hidupnya pada angka 6, yang sesuai dengan rata-rata orang Amerika sebesar 6,7. Menurutnya, hidupnya terasa seperti selalu berada dalam "mode krisis".
Untuk menghadapi krisis yang terus-menerus, banyak generasi Joana yang beralih ke pengobatan. Sebuah penelitian yang meneliti 221 juta resep untuk warga muda Amerika, pemberian resep obat anti depresi meningkat hampir 64 persen dari Maret 2020 hingga Desember 2022.
Finlandia tempati posisi pertama untuk kedelapan kali
Finn Lisa* (nama samaran) yang berusia 33 tahun baru saja pulang kerja di Finlandia. Ia berbagi opininya tentang Laporan Kebahagiaan Dunia kepada DW.
"Secara pribadi, saya selalu agak terkejut ketika mendengar Finlandia menempati posisi pertama karena di sini sangat gelap saat musim dingin," katanya.
Lisa tinggal di Helsinki dan menilai hidupnya pada angka 7, mendekati rata-rata negaranya yang sebesar 7,7. "Ada satu sisi buruk dari perjalanan pulang pergi. Saya butuh waktu 45 menit untuk sampai ke kantor," katanya. "Di Helsinki, itu sangat lama."
Rasa aman dalam sistem negara kesejahteraan
Seperti rata-rata penduduk Finlandia, Lisa tinggal sendiri. Dia sering makan sendirian karena tidak selalu punya energi atau waktu untuk bertemu setelah seharian bekerja keras, jelasnya.
Di Amerika Latin dan Karibia, ukuran rumah tangga rata-rata adalah antara 3 dan 5 orang. Mungkin ini sebabnya di sana banyak orang ynag menghabiskan waktu makan bersama. Namun, hanya dua negara dari kawasan tersebut yang menduduki posisi 20 teratas: Kosta Rika dan Meksiko.
Penduduk Finlandia sangat puas, meskipun mereka agak individualistis. Bagaimana ceritanya?
"Kepuasan tidak hanya bergantung pada makanan yang dimakan bersama atau jumlah anggota rumah tangga, tetapi kombinasi berbagai faktor," jelas De Neve. "Negara-negara Skandinavia hampir sama kayanya dengan Amerika Serikat, tetapi orang Skandinavia lebih banyak mendistribusikan kembali kekayaan mereka," tambahnya.
Menurut laporan tersebut, orang-orang di Finlandia juga lebih percaya pada interaksi sosial daripada mereka di AS. "Misalnya, mereka percaya bahwa dompet yang hilang akan bisa kembali," kata De Neve. Dan sementara rakyat Finlandia dapat mengandalkan sistem di negara kesejahteraan mereka, rakyat Amerika sering kali hidup dalam ketidakamanan.
"Di AS, asuransi kesehatan biasanya dikaitkan dengan pekerjaan. Jika kehilangan pekerjaan, Anda juga kehilangan asuransi kesehatan. Ini dapat dengan cepat membuat orang terjatuh ke situasi sulit," jelas De Neve.
Kepuasan warga harus jadi tujuan politik
Namun kepuasan bukan hanya masalah pribadi, rasa puas penduduk punya implikasi langsung terhadap politik dan ekonomi, kata De Neve. Ketidakbahagiaan menyebabkan polarisasi politik dan berkurangnya produktivitas dan pada akhirnya bahkan menjadi ancaman bagi demokrasi.
"Solusinya adalah menempatkan kebahagiaan di pusat keputusan politik dan belajar dari negara-negara yang melakukannya dengan baik - seperti Denmark, Finlandia, Kosta Rika, Slovenia, Lituania, atau Meksiko," kata De Neve.
"Saya pikir pelajarannya cukup jelas," tambahnya. "Kesejahteraan masyarakat didasarkan pada pertumbuhan berkelanjutan yang menghormati planet ini, dan pada distribusi ulang kekayaan yang masuk akal."
Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Jerman