Karir Politik PM Jepang Terancam
30 Juli 2007
Hasil pemilu di Jepang menunjukkan satu hal: bahwa rakyat Jepang meragukan kepemimpinan Perdana Menteri Shinzo Abe. Selama masa pemerintahan Abe yang belum mencapai satu tahun sudah muncul sejumlah skandal. Misalnya, skandal dana pensiun yang menyebakan ribuan pensiunan hanya mendapat sebagian kecil dari dana yang seharusnya mereka terima. Saat isu itu terungkap, Abe mengumumkan:
“Saya dan kabinet saya berjanji akan menyelesaikan kasus ini secepatnya. Kami akan memeriksa semua dokumen yang ada sampai setiap orang menerima dana pensiunnya.“
Padahal, skandal itu muncul justru karena ketidak-becusan dinas pemerintah mengelola jutaan rekening dana pensiun rakyat. Kini, dana pensiun untuk ribuan warga terpaksa dipangkas untuk menutupi kesalahan jawatan pensiun pemerintah.
Kabinet Yang Lemah
Masalah lain yang berulang kali menyebabkan perdana menteri Abe kehilangan muka adalah perilaku para menteri kabinetnya. Menteri kesehatan misalnya menghina perempuan Jepang sebagai mesin untuk melahirkan anak yang kurang produktif. Sementara menteri pertahanan menyatakan, saat perang dunia kedua sekutu memang tak punya pilihan lain selain membom Jepang dengan bom atom. Kabinet Shinzo Abe dirundung sejumlah tuduhan korupsi yang bahkan berujung pada kasus bunuh diri menteri pertanian. Pengamat politik Hirotaka Futatsuki menyatakan, kabinet ini adalah batu sandungan bagi Perdana Menteri Shinzo Abe:
„Abe tidak mampu mengendalikan kabinetnya, ia tak dapat mengatur para menteri yang terlibat skandal itu.”
Reformasi Politik
Sebenarnya ketidak-puasan rakyat Jepang sudah terasa sebelum kasus ini. Untuk pertama kalinya sejak perang dunia kedua berakhir, rakyat mengeluhkan kesenjangan sosial antara kaya dan miskin. Subsidi untuk kawasan pedesaan dikurangi sementara di kota-kota besar makin banyak lulusan sekolah terpaksa menganggur dan hidup di jalan. Memang, perubahan situasi ekonomi ini mulai muncul akibat politik reformasi di bawah pendahulu Shinzo Abe, yaitu Junichiro Koizumi.
Tapi, kesalahan fatal yang dilakukan Shinzo Abe yang menjabat perdana menteri sejak September tahun lalu adalah ia seolah tuli terhadap keluh-kesah rakyat Jepang. Demikian menurut Jiro Yamaguchi, pengamat politik Jepang:
„Yang paling merasakan imbas dari poltik reformasi Koizumi adalah penduduk pedesaan. Tapi, politik yang dijalankan Shinzo Abe sekarang sama sekali tidak menyentuh masalah rakyat kecil.“
Partai Abe Kalah Telak
Dalam pemilu hari Minggu (29/7), rakyat Jepang menunjukkan ketidak-puasan pada lemahnya kepemimpinan Perdana Menteri Shinzo Abe. Partai Demokrat Liberal Abe dan mitra koalisinya hanya mendapat 37 mandat dari 121 kursi dalam Majelis Tinggi. Untuk pertama kalinya dalam 50 tahun terakhir, Partai Demokrat Liberal kehilangan posisi kuatnya dalam Majelis Tinggi. Kekalahan ini ibarat tamparan langsung pada wajah perdana menteri Abe.
Walau begitu, Perdana Menteri Shinzo Abe bertekad untuk tetap memerintah Jepang. Ia akan merombak kabinetnya dan tetap berpegang pada haluan politik yang diikuti Jepang selama ini, demikian Abe:
„Saya sudah berjanji untuk melanjutkan reformasi untuk membangun Jepang yang baru. Ini tanggung jawab saya dan saya bertekad untuk menjalankan tugas ini.“
Dukungan Menurun
Memang untuk memerintah Abe tidak membutuhkan mayoritas dalam Majelis Tinggi Jepang. Perdana Menteri dipilih oleh Majelis Rendah. Saat ini koalisi pemerintah Abe memegang dua per tiga kursi dalam Majelis Rendah. Namun, setelah kekalahan telak partai Abe dalam perolehan suara di Majelis Tinggi, kini partai oposisi mempertanyakan keabsahan pemerintah Shinzo Abe. Sekretaris Jendral Partai Demokrat Yukio Hatoyama menyatakan:
„Rakyat Jepang sudah menentukan pilihannya. Abe harus memutuskan apa ia akan mundur atau tidak. Abe sendiri menyatakan pemilu ini akan membuktikan siapa politisi yang lebih kuat, Abe atau pimpinan oposisi Ichiro Ozawa.“
Di masa lalu, dua perdana menteri Jepang terpaksa mundur menyusul kekalahan telak dalam pemilu untuk memperebutkan mandat di Majelis Tinggi. Bukan tak mungkin sejumlah mitra koalisi Abe akan mempertimbangkan untuk menarik dukungan mereka bagi Perdana Menteri Shinzo Abe yang kontroversial. (zer)