Jalur Gaza Tertutup bagi Jurnalis Internasional
20 November 2008Tanpa alasan apa pun, Israel menutup pintu perbatasan satu-satunya ke Jalur Gaza bagi jurnalis intenrnasional. Sudah berkali-kali diajukan pertanyaan mengenai kapan pintu perbatasan itu akan dibuka, namun tidak ada jawaban.
Juru bicara militer Israel mengumumkan alasan keamanan. Tapi alasan itu tidak meyakinkan. Selama ini, pintu perbatasan, baru akan ditutup bagi jurnalis internasional jika di Jalur Gaza terjadi bentrokan atau pertempuran hebat.
Ada satu penjelasan singkat mengenai pemblokiran Jalur Gaza dari para kuli tinta internasional. Israel tidak mengizinkan adanya laporan dari Jalur Gaza mengenai situasi kemanusiaan di sana. Tidak ada gambar kota yang gelap gulita, tidak ada film mengenai anak-anak kelaparan, dan tidak ada laporan mengenai rumah sakit yang kehabisan obat-obatan.
Kecurigaan ini diutarakan koresponden radio Denmark Hanna Foigel kepada stasiun penyiaran Israel, Rabu kemarin (19/11). Dikatakan Foigel, dia sangat terkejut dengan kebijakan baru ini. Selama ini, pers asing tergolong bebas dalam melaporkan situasi di Jalur Gaza.
"Yang kali ini berbeda adalah, jurnalis tidak diizinkan untuk melaporkan situasi kemanusiaan. Diplomat, kadang boleh, kadang tidak. Singkatnya, tidak dapat dimengerti apa yang sedang terjadi. Kami mendapatkan isyarat bahwa arah politik akan diubah. Jurnalis tidak lagi diizinkan ke Jalur Gaza agar tidak dapat melaporkan situasi kemanusiaan,“ jelas Foigel.
Perhimpunan Media Asing di Israel berulang kali mengajukan protes keras menentang pembatasan kebebasan pers. Hal itu tidak membuahkan hasil. Hari Rabu (19/11), sejumlah stasiun televisi terkemuka internasional, kantor berita, dan harian New York Times menyampaikan surat terbuka untuk Perdana Menteri Israel Ehud Olmert. Media-media internasional itu mengungkapkan keprihatinan mengenai pembatasan akses jurnalis.
Selain itu, para jurnalis internasional itu juga menyerukan rekan-rekan wartawan dari Israel untuk menekan pemerintahnya. Tapi sudah dua tahun jurnalis Israel tidak lagi diizinkan melaporkan peristiwa di Jalur Gaza dan mereka menerima larangan itu tanpa protes.
Hari Rabu kemarin (19/11), pemerintah Israel menyangkal dengan sikap keras tudingan Perserikatan Bangsa-Bangsa bahwa Jalur Gaza terancam bencana kemanusiaan. Komisaris Tinggi Hak Azasi Manusia PBB Navanethem Pillay mendesak Israel untuk membuka blokir di Jalur Gaza dan mengizinkan kembali pengiriman barang bantuan bagi 1,5 juta warga Jalur Gaza. Duta besar Israel di PBB Aharon Leshno-Yaar menuding Pillay kurang informasi dan menyebarluaskan kabar burung.
Israel menutup pintu perbatasan ke Jalur Gaza sejak dua pekan terakhir, setelah militan Palestina meluncurkan roket ke wilayah Israel. Roket Palestina yang ditembakkan ke tanah kosong Israel itu dianggap sebagai pelanggaran gencatan senjata yang disepakati lima bulan lalu.
Padahal penembakan roket Palestina ke Israel tersebut merupakan reaksi terhadap operasi militer Israel di Jalur Gaza yang menewaskan empat warga bersenjata Palestina. Dalam beberapa hari terakhir, militan Palestina masih menembakkan roket ke arah Israel. Sudah tidak sebanyak sebelumnya, dan sebagian besar tidak mengakibatkan kerusakan apa pun. (ls)