Jalur Gaza Kembali Panas
14 Maret 2008Iklan
Jurubicara perdana menteri Israel menuding Hamas bertanggung jawab atas serangan itu. Tanpa kerjasama Hamas, serangan-serangan itu tidak mungkin berlangsung. Demikian tukasnya. Sementara, Jihad Islam menyerukan bahwa ini baru serangan awal. Selain itu, bahwa serangan ini merupakan reaksi terhadap pembunuhan kelima militan Palestina yang tewas di Tepi Barat Jordan.
Pembunuhan yang disebutkan itu terjadi pada hari Rabu (12/03). Di pagi hari, militer Israel di Tul Karem menembak seorang anggota Jihad Islam. Kemudian menjelang malam di Bethlehem, Pasukan Anti Teror Israel menembaki sebuah mobil yang dikendarai 4 warga Palestina. Ke empat orang itu tewas di tempat. Salah seorang diantaranya ternyata Muhamed Shahade, salah seorang anggota Jihad Islam yang paling dicari oleh Israel. Bersamanya, ada dua anggota Jihad Islam lainnya dan seorang anggota brigade Al-Aqsa, sayap militan organisasi Fatah.
Ke empat warga Palestina tersebut tidak menyadari bahwa yang menyerangnya anggota pasukan anti teror Israel. Penyerangnya berpakaian tradisional Arab. Di Radio Israel, Nasser Laham, Pemred harian Palestina, Ma'an, mengritik hal itu:
"Agen-agen Israel yang berada di sini merupakan masalah besar. Kita tidak tahu mereka itu siapa. Mereka menyamar sebagai orang Arab, memakai “keffiyeh”, tapi mereka membawa senjata yang diarahkan kepada kami. Kita tidak tahu apa yang kita harus diperbuat. Kalau lari ditembak. Tapi kalau kita diam saja, kita juga tidak tahu apa yang akan mereka lakukan. Hal ini tidak ada hubungannya, dengan apakah kita membawa senjata atau tidak. Ini bukan pertama kalinya, ada agen yang melakukan pembunuhan di Bethlehem. “
Keempat lelaki Palestina yang ditembak itu sudah delapan tahun dicari oleh pihak Israel. Mereka diduga terlibat serangkaian serangan terhadap Israel, pada gelombang perlawanan Palestina yang kedua, di mana enam warga Israel terbunuh.
Pihak Israel menyatakan, bahwa ketiga anggota Jihad Islam merupakan pemimpin kelompok di Bethlehem dan bagian dari jaringan yang sedang merencanakan serangan teror. Padahal menurut pemantau Palestina, keempat korban serangan itu telah bersumpah untuk tidak melakukan kekerasan lagi.
Sebelumnya, keempat orang ini telah menyatakan kepada Pemerintahan Otonomi Palestina, bahwa mereka akan meletakan senjata dan menghentikan perlawanan. Pemerintah Mesir yang mengupayakan gencatan senjata antara kedua pihak, Israel dan Palestina, kini menghadapi tantangan yang lebih besar. Juga, tak diketahui apakah Mesir akan melanjutkan upayanya. (ek)
Pembunuhan yang disebutkan itu terjadi pada hari Rabu (12/03). Di pagi hari, militer Israel di Tul Karem menembak seorang anggota Jihad Islam. Kemudian menjelang malam di Bethlehem, Pasukan Anti Teror Israel menembaki sebuah mobil yang dikendarai 4 warga Palestina. Ke empat orang itu tewas di tempat. Salah seorang diantaranya ternyata Muhamed Shahade, salah seorang anggota Jihad Islam yang paling dicari oleh Israel. Bersamanya, ada dua anggota Jihad Islam lainnya dan seorang anggota brigade Al-Aqsa, sayap militan organisasi Fatah.
Ke empat warga Palestina tersebut tidak menyadari bahwa yang menyerangnya anggota pasukan anti teror Israel. Penyerangnya berpakaian tradisional Arab. Di Radio Israel, Nasser Laham, Pemred harian Palestina, Ma'an, mengritik hal itu:
"Agen-agen Israel yang berada di sini merupakan masalah besar. Kita tidak tahu mereka itu siapa. Mereka menyamar sebagai orang Arab, memakai “keffiyeh”, tapi mereka membawa senjata yang diarahkan kepada kami. Kita tidak tahu apa yang kita harus diperbuat. Kalau lari ditembak. Tapi kalau kita diam saja, kita juga tidak tahu apa yang akan mereka lakukan. Hal ini tidak ada hubungannya, dengan apakah kita membawa senjata atau tidak. Ini bukan pertama kalinya, ada agen yang melakukan pembunuhan di Bethlehem. “
Keempat lelaki Palestina yang ditembak itu sudah delapan tahun dicari oleh pihak Israel. Mereka diduga terlibat serangkaian serangan terhadap Israel, pada gelombang perlawanan Palestina yang kedua, di mana enam warga Israel terbunuh.
Pihak Israel menyatakan, bahwa ketiga anggota Jihad Islam merupakan pemimpin kelompok di Bethlehem dan bagian dari jaringan yang sedang merencanakan serangan teror. Padahal menurut pemantau Palestina, keempat korban serangan itu telah bersumpah untuk tidak melakukan kekerasan lagi.
Sebelumnya, keempat orang ini telah menyatakan kepada Pemerintahan Otonomi Palestina, bahwa mereka akan meletakan senjata dan menghentikan perlawanan. Pemerintah Mesir yang mengupayakan gencatan senjata antara kedua pihak, Israel dan Palestina, kini menghadapi tantangan yang lebih besar. Juga, tak diketahui apakah Mesir akan melanjutkan upayanya. (ek)
Iklan