Israel dan Gaza
5 Januari 2009Harian Perancis Libération yang terbit di Paris berkomentar:
Nicolas Sarkozy akan tiba di Jalur Gaza hari ini, tetapi ruang geraknya terbatas. Padahal ia berburu dengan waktu. Panser-panser Israek harus segera dihentikan. Gencatan senjata harus dilakukan, serangan roket Palestina dihentikan, agar terbuka kemungkinan untuk bantuan kemanusiaan. Dengan serangan daratnya Israel mengambil risiko dan menyulut konflik yang bisa meluas menjadi perang gerilya.
Harian Perancis lain Le Figaro dalam tajuknya menulis:
Serangan darat menunjukkan bahwa Israel tidak bermaksud terburu-buru mengakhiri konflik dengan kelompok Hamas. Salah satu tujuan militer Israel adalah mencegah pemasokan senjata-senjata dari Mesir, agar serangan roket ke Israel bisa dihentikan. Jika pertempuran ingin dihentikan, masalah terbesar adalah menemukan mitra bicara di Jalur Gaza. Sebab negara-negara Barat tidak punya hubungan langsung dengan kelompok Hamas yang oleh Uni Eropa dan Amerika Serikat dilihat sebagai kelompok teror. Jadi perlu penengahan penengahan dengan melibatkan Mesir, atau Suriah, di mana pimpinan Hamas ditampung.
Harian Belanda de Volkskrant yang terbit di Amsterdam berkomentar:
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengkhawartikan luasnya kematian dan kemusnahan di Jalur Gaza. Juga pemerintahan yang bisa mengerti tindakan Israel dan memandang Hamas sebagai ancaman tidak bisa menutup mata. Israel hingga kini menolak gencata senjata, karena tidak ada jaminan bahwa kelompok Hamas tidak memakai waktu luang untuk memperkuat persenjatannya lagi. Jaminan keamanan yang lebih baik memang penting. Tetapi Gaza saat ini sedang mengalami bencana kemanusiaan. Oleh sebab itu, yang terpenting sekarang adalah membungkam senjata secepat mungkin.
Harian Inggris The Times yang terbit di London menilai:
Tidak ada solusi jangka panjang, selama Hamas tidak mengakui eksistensi Israel. Tentu saja serangan roket ke kawasan Israel juga harus dihentikan. Tetapi Israel juga bisa mempertimbangkan, apakah tidak lebih baik meringkankan penderitaan kemiskinan dan kekurangan makanan di Palestina, agar bisa hidup berdampingan secara damai. Negara-negara lain juga bisa membantu, kalau saja kata-kata mereka diikuti tindakan. Yang diperlukan di Jalur Gaza adalah perjanjian antara Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Israel tentang jadwal penarikan pasukan.
Harian Swiss Tages-Anzeige yang terbit di Jeneva berkomentar:
Israel sudah sering mengerahkan kekuatan militer di jalur Gaza ketimbang strategi damai. Tapi hanya diplomasi saja yang bisa memberi harapan dan juga yang akan bertahan lama. Ketenangan hanya akan kembali ke Timur Tengah, jika Israel, yang punya kekuatan militer paling canggih di kawasan itu, melakukan langkah pertama. (sk/hp)