Israel Palästinenser
26 Agustus 2008Said al Atba berusia 25 tahun, saat ia dijatuhi hukuman penjara. Ia divonis karena meledakkan sebuah bom di pasar Tel Aviv yang menewaskan seorang perempuan dan melukai puluhan lainnya. Bagi pemerintah Israel, tangan Said al Atba 'berlumuran darah', sebutan yang digunakan bagi pelaku aksi teror. Puluhan tahun lamanya al Atba mendekam di penjara Israel. Senin (25/08) kemarin, ia dan 198 tahanan Palestina lainnya dibebaskan.
Di pos penjagaan Beitunia, dekat Yerusalem, aparat keamanan Israel menyerahkan para tahanan kepada pihak berwenang Palestina. Mereka diperlakukan sebagai tahanan sampai mereka dijemput petugas Palestina.
“Tangan mereka diborgol saat naik bis, nantinya borgol tersebut dilepas dan mereka menyeberang ke kawasan Palestina."
Demikian ungkap Dov Lutzky, wakil direktur urusan adminstrasi penjara Israel. Setelah borgol para tahanan dilepas, identitas mereka diperiksa untuk terakhir kalinya oleh petugas keamanan Israel. Setelah itu, mereka melewati pos perbatasan dan memasuki wilayah Palestina.
Said al Atba mendapat sambutan hangat, tak hanya dari keluarganya di Nablus, tapi juga oleh Presiden Palestina Mahmud Abbas. Presiden Abbas secara resmi menyambut para bekas tahanan di pusat pemerintahan Palestina di Ramahallah.
Presiden Abbas menyambut gembira pembebasan para tahanan, tapi ia juga menegaskan, syarat bagi keberhasilan proses perdamaian adalah dibebaskannya semua tahanan Palestina. Presiden Palestina yang bisa dikata lemah posisinya ini akhirnya dapat membuktikan pada rakyat Palestina, bahwa negosiasi Abbas dengan pihak Israel selama ini membuahkan hasil. Ini sejalan dengan kepentingan politik Israel. Juru bicara pemerintah Israel Mark Regev:
"Hari ini (25/08) kami membebaskan sekitar 200 tahanan Palestina, ini adalah kebijakan untuk membangun kepercayaan dan perdamaian bagi rakyat Palestina serta menguatkan kekuatan moderat Palestina."
Sebelumnya, wakil pemerintah Israel harus meyakinkan para hakim akan makna politis pembebasan tahanan ini. Menurut keterangan pemerintah Israel, di satu pihak ini adalah isyarat niat baik yang bertujuan untuk menguatkan posisi presiden Palestina Abbas. Sementara, di pihak lain, Israel ingin menggunakannya untuk menekan kelompok radikal Hamas agar membebaskan Gilat Sahlit, tentara Israel yang masih ditahan Hamas. Namun Hamas, yang berebut kekuasaan dengan gerakan Fatah pimpinan Abbas, menolak untuk merundingkan pembebasan Gilat Shalit. Tentara Israel ini akan merayakan ulang tahun ke-22 pekan ini, ulang tahun ketiga dalam tahanan.
Selasa (26/08) presiden Palestina Abbas bertemu Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Condoleezza Rice yang tiba di kawasan Senin (25/08) kemarin untuk putaran perundingan baru. Pembicaraan Rice dengan Abbas dan Perdana Menteri Israel Ehud Olmert diperkirakan tak membawa hasil yang signifikan.
Pasalnya, Abbas hanya menguasai Tepi Barat Yordan, Jalur Gaza tetap berada di tangan Hamas. Sementara, Perdana Menteri Olmert akan mundur bulan depan. Para politisi yang berpeluang menggantikan Olmert, yaitu Menteri Luar Negeri Tzipi Livni, Menteri Perhubungan Shaul Mofas dan Menteri Pertahanan Ehud Barak tengah sibuk berebut suara dan dukungan.
Olmert berharap ia, dengan dibantu Menlu AS Condoleezza Rice, masih sempat merumuskan suatu kerangka perjanjian dengan Palestina sampai akhir tahun ini. Tapi, para calon penggantinya menolaknya dengan alasan, mereka tak mau terperangkap suatu tenggat waktu.(zer)