Inisiatif Perlindungan Laut 'Revive Our Ocean' Diluncurkan
25 April 2025Inisiatif yang diberi nama Revive Our Ocean, atau "Memulihkan Kembali Samudra Kita” ini dipimpin oleh LSM Dynamic Planet, yang bekerja sama dengan program "Pristine Seas" (Laut yang Tak Tercemar) dari National Geographic Society.
Inisiatif ini bertujuan untuk mendampingi komunitas lokal dalam perjuangan mereka mendirikan area perlindungan laut di perairan pesisir.
Penangkapan ikan yang berlebihan
Fokus awalnya adalah untuk menangani masalah penangkapan ikan berlebihan dan dampak perubahan iklim laut di Britania Raya, Portugal, Yunani, Turki, Meksiko, Filipina, dan Indonesia.
"Musuh terbesar dalam dunia perikanan adalah penangkapan ikan berlebih," ungkap Direktur Eksekutif "Pristine Seas" - National Geographic Society, Enric Sala.
Penyelenggara inisiatif ini meyakini bahwa pendirian area perlindungan laut tidak hanya akan menyelamatkan ekosistem, tetapi juga mendatangkan manfaat ekonomi yang besar. Studi menunjukkan bahwa perlindungan laut dapat meningkatkan hasil tangkapan ikan sekaligus memperkaya sektor pariwisata.
"Area perlindungan laut adalah peluang bisnis yang menguntungkan," tandas Kristin Rechberger, pendiri Revive Our Ocean.
Sudah terlambat
Namun, mereka juga menyuarakan keprihatinan bahwa penciptaan Marine Protected Area (MPA)—"Area Perlindungan Laut"—terlalu lambat.
Lebih dari 190.000 area perlindungan perlu didirikan untuk mencapai target ambisius "30 by 30"—untuk melindungi 30% lautan hingga tahun 2030.
"Menghidupkan kembali kehidupan laut berarti menghidupkan kembali ekonomi dan komunitas lokal. Sudah saatnya dunia mengakui bahwa MPA adalah fondasi dari ekonomi biru,” papar Rechberger dengan penuh keyakinan.
(Ed: Ekonomi biru merujuk pada konsep pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta menjaga keberlanjutan ekosistem laut itu sendiri.)
Banyak yang tak meratifikasi perjanjian perlindungan laut
Saat ini, berbagai negara berkumpul di New York untuk mendiskusikan cara mengimplementasikan dan membiayai sebuah perjanjian global yang disepakati pada tahun 2023 untuk melindungi keanekaragaman hayati laut.
Perjanjian ini baru bisa berlaku setelah diratifikasi secara formal oleh 60 negara.
Sayangnya, meskipun lebih dari 100 negara telah menandatangani perjanjian ini, hingga kini hanya 21 negara yang telah meratifikasinya.
Diharapkan, ratifikasi lebih lanjut akan terjadi sebelum Konferensi Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa 2025 yang akan berlangsung di Prancis pada bulan Juni.
"Negara-negara benar-benar bekerja keras untuk mempercepat proses ratifikasi di banyak tempat," ujar Rebecca Hubbard, Direktur High Seas Alliance, sebuah koalisi kelompok lingkungan.
Kelompok-kelompok lingkungan ini menegaskan bahwa perjanjian ini perlu mulai berlaku tahun ini agar dunia dapat memenuhi target perlindungan. Saat ini, hanya sekitar 8%—atau 29 juta kilometer persegi—lautan yang telah dilindungi.
Meskipun Amerika Serikat terlibat dalam pembentukan perjanjian ini, negara tersebut tidak hadir dalam negosiasi minggu ini dan diperkirakan tidak akan meratifikasinya.
*Editor: Hendra Pasusuk