Ikutan Produksi Obat Nasional, Kuasa TNI Kian Meluas
23 Juli 2025Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin, pada Selasa (22/7) menandatangani nota kesepahaman "Penguatan Ketahanan Nasional di Bidang Obat dan Makanan” dengan kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Prof Taruna Ikrar. Kesepakatan ini memungkinkan laboratorium-laboratorium milik TNI Angkatan Darat, Laut dan Udara, yang sebelumnya memproduksi obat untuk keperluan internal militer, kini mulai memproduksi obat-obatan masal untuk konsumsi publik.
Harga obat di Indonesia yang mahal, digadang jadi alasan utama ditekennya nota kesepahaman ini."Kami sedang memikirkan cara-cara untuk menurunkan harga lebih rendah lagi sehingga kami dapat menyediakan obat-obatan gratis,"jelas Menhan Sjafrie, yang dikutip dari Reuters.
Rencananya produksi massal akan dimulai pada bulan Oktober dan obat-obatan akan didistribusikan ke desa-desa di seluruh Indonesia dengan harga 50% di bawah harga pasar.
Pentingnya keterlibatan militer dalam produksi obat diharapkan dapat mengekang aliran obat-obatan ilegal dan memerangi "mafia" dalam industri medis, menurut kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Taruna Ikrar. BPOM nantinya akan mengeluarkan nomor izin edar dan distributor obat. TNI akan mendapat rekomendasi serta sertifikasi pembuatan obat.
Perluasan Peran Militer
Sejak menjabat tahun lalu, Presiden Prabowo Subianto kembali memperluas peran militer di ranah sipil. Pada bulan Maret lalu, Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan revisi undang-undang militer yang memungkinkan tentara menduduki lebih banyak jabatan sipil. Hal ini memicu protes dari kelompok-kelompok mahasiswa dan aktivis.
Perubahan-perubahan yang dibuat dalam masa kepemimpinan Prabowo ini meruntuhkan beberapa batasan yang diterapkan setelah lengsernya kediktaturan militer Suharto pada tahun 1998. Perubahan-perubahan tersebut kian menimbulkan kekhawatiran kembalinya Indonesia ke era orde baru yang memberikan kekuasaan bagi militer untuk menumpas perbedaan pendapat dan mendominasi kehidupan publik.
Organisasi hak asasi manusia mengatakan bahwa nota kesepahaman TNI-BPOM tersebut berpotensi melanggar hukum karena melibatkan militer aktif ke dalam posisi bisnis sipil - hal yang dilarang oleh hukum militer.
"Ini adalah gejala bagaimana pemerintah telah bergeser ke arah otoritarianisme," kata Usman Hamid dari Amnesty International Indonesia.
Hingga saat ini TNI dan kantor presiden belum memberikan tanggapan resminya terkait perluasan peran TNI dałam produksi obat-obatan ini.
Distribusi melalui Koperasi Negara
Menhan turut menambahkan bahwa obat-obatan yang diproduksi TNI akan didistribusikan ke 80.000 koperasi yang didukung oleh negara.
Koperasi-koperasi ini sebelumnya yang diluncurkan oleh Prabowo pada hari Senin (22/7) untuk meningkatkan kegiatan ekonomi dan memotong pihak perantara - menyediakan layanan langsung kepada masyarakat umum termasuk memberikan pinjaman dan menjual obat-obatan dan makanan pokok.
Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengkhawatirkan rencana tersebut dapat menggangu ekosistem industri farmasi nasional. "Jangan sampai kehadiran lembaga militer dalam produksi dan distribusi obat malah mematikan pelaku usaha," jelas Fahmi, sebagaimana dikutip dari Tempo. Menurut Fahmi, diperlukan penjelasan yang transparan terkait skema dan tujuan distribusi, agar tidak menimbulkan keraguan publik dan komersialisasi terselubung.
Selain itu, Menhan turut menandatangani nota kesepakatan lainnya dengan kementerian kesehatan untuk membangun rumah sakit yang dikelola oleh dokter dan perawat TNI di daerah-daerah konflik, termasuk provinsi Papua, di mana pemberontakan kelompok pro-kemerdekaan Papua berlangsung selama beberapa dekade.
Editor: Rizky Nugraha