Gempa Myanmar: Bantuan Global Mengalir di Tengah Krisis
31 Maret 2025Beberapa negara telah menjanjikan bantuan kemanusiaan kepada Myanmar setelah gempa bumi dahsyat mengguncang negara Asia Tenggara itu pada Jumat (28/03), menewaskan lebih dari 1.700 orang dan melukai 3.400 lainnya.
Menurut Layanan Geologi AS, jumlah korban tewas di Myanmar bisa mencapai 10.000 orang, dan kerugian properti dapat melebihi produksi ekonomi tahunan negara tersebut.
Gempa bumi pada Jumat (28/03) lalu merupakan bencana paling mematikan yang melanda negara itu dalam beberapa tahun terakhir dan telah merusak infrastruktur penting, yang menghambat pengiriman bantuan kemanusiaan, menurut PBB.
Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC) memulai seruan darurat pada hari Minggu (30/03) untuk mengumpulkan dana sebesar $115 juta (sekitar Rp1,9 triliun) guna membantu para korban gempa di Myanmar.
"Untuk meningkatkan dukungan, IFRC meluncurkan seruan darurat sebesar 100 juta franc Swiss untuk membantu 100.000 orang (20.000 rumah tangga) dengan bantuan darurat yang menyelamatkan nyawa dan dukungan pemulihan awal selama 24 bulan ke depan," kata organisasi tersebut dalam sebuah pernyataan.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan dampak gempa bumi ini sebagai "darurat tingkat 3, tingkat aktivasi tertinggi dalam Kerangka Respons Darurat."
WHO meminta dana sebesar $8 juta (sekitar Rp132,8 miliar) untuk menangani tantangan kesehatan di Myanmar dalam 30 hari ke depan di tengah bencana ini.
Distribusi ke wilayah pelosok jadi tantangan
DW berbicara dengan Michael Dunford, perwakilan dan direktur negara Program Pangan Dunia (WFP) untuk Myanmar, yang menjelaskan jenis bantuan yang dibutuhkan negara tersebut dan tantangan dalam mendistribusikannya.
"Saat ini ada kebutuhan di semua sektor," kata Dunford dari ibu kota Naypyitaw, menyebutkan kebutuhan akan "makanan, kesehatan, air, dan tentu saja tempat tinggal."
"Penting bagi kami untuk bisa membawa barang-barang ini dengan cepat dan kemudian mendistribusikannya kepada orang-orang yang membutuhkan," tambah Dunford.
"Jika kita tidak bisa melakukan itu, maka kita tidak akan bisa memberikan dampak yang diharapkan, dan ini berarti populasi akan semakin menderita."
Dunford mengatakan bahwa dalam operasi bantuan, "komunikasi menjadi tantangan utama."
"Kami berusaha menjalin komunikasi yang stabil ke lokasi-lokasi terpencil," katanya.
Ia juga menggambarkan bahwa infrastruktur jalan di Myanmar sangat terdampak dan mengatakan pergerakan logistik dari kota-kota besar seperti Yangon ke Naypyitaw kini memakan waktu dua kali lebih lama dari biasanya.
Perang saudara di tengah bencana
Myanmar sudah mengalami gejolak akibat konflik sipil yang semakin memburuk sejak kudeta militer tahun 2021.
Konflik ini telah berdampak pada ekonomi agraris Myanmar, membuat layanan esensial seperti kesehatan menjadi kacau balau.
"Semua rumah sakit militer dan sipil, serta tenaga kesehatan, harus bekerja sama secara terkoordinasi dan efisien untuk memastikan respons medis yang efektif," kata Kepala Junta Myanmar, Jenderal Senior Min Aung Hlaing, menurut media pemerintah.
Seluruh kota Sagaing, yang dekat dengan pusat gempa, mengalami kehancuran total.
"Kami belum menerima bantuan, dan tidak ada pekerja penyelamat yang terlihat," kata penduduk setempat, Han Zin.
Pemerintahan Persatuan Nasional (NUG), yang terdiri dari personel pemerintahan sebelumnya, mengatakan bahwa milisi anti-junta di bawah komandonya akan menghentikan semua aksi militer ofensif selama dua minggu mulai Minggu (30/03).
"NUG, bersama dengan pasukan perlawanan, organisasi sekutu, dan kelompok masyarakat sipil, akan melakukan operasi penyelamatan," katanya dalam sebuah pernyataan.
Pada saat yang sama, Persatuan Nasional Karen, sebuah kelompok bersenjata etnis yang berperang melawan pemerintah, menuduh junta "melakukan serangan udara yang menargetkan daerah sipil, bahkan ketika penduduk sangat menderita akibat gempa bumi."
Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Myanmar bergantung pada bantuan Internasional
Negara yang terkena bencana ini menerima kapal perang dan pesawat yang membawa bantuan serta personel penyelamat dari negara tetangganya pada hari Minggu (30/03).
India, Cina, dan Thailand termasuk di antara negara-negara yang telah mengirimkan bantuan dan tim pekerja kemanusiaan.
Malaysia, Singapura, dan Rusia juga telah mengirim bantuan serta tim untuk membantu dalam operasi penyelamatan dan pemulihan.
Pesawat India mengangkut pasokan dan tim pencarian serta penyelamatan ke Naypyitaw.
Tentara India juga akan membantu mendirikan rumah sakit lapangan di Mandalay, dan empat kapal angkatan laut dengan pasokan penting telah berangkat menuju ibu kota komersial Myanmar, Yangon, kata Menteri Luar Negeri India, Subrahmanyam Jaishankar.
Cina juga telah mengirim beberapa kapal dengan tim penyelamat.
Singapura mengirim tim beranggotakan 78 orang, yang disertai dengan anjing pelacak, menurut media pemerintah Myanmar.
Britania Raya juga menjanjikan hingga £10 juta (sekitar Rp214,8 miliar) dalam bentuk "bantuan penyelamatan nyawa" untuk Myanmar.
"Inggris mengirimkan dukungan langsung dan menyelamatkan nyawa bagi rakyat Myanmar setelah gempa bumi yang menghancurkan," kata Menteri Negara untuk Pembangunan, Jennifer Chapman.
Juru bicara Komisi Eropa, Eva Hrncirova, mengatakan kepada DW bahwa pengiriman bantuan ke Myanmar akan "segera dimulai."
"Kami berharap bantuan dari Uni Eropa dapat dikirim dengan sangat cepat," kata Hrncirova.
"Kami bereaksi dalam beberapa jam dan telah merilis dana darurat awal sebesar dua setengah juta euro."
Ia menambahkan, "Langkah selanjutnya perlu dievaluasi berdasarkan situasi di lapangan."
Artikel ini diadaptasi dari DW berbahasa Inggris