Dijerat Utang dan Inflasi, ke Mana Arah Ekonomi Brasil?
28 Januari 2025Dunia keuangan Brasil baru-baru ini mengalami guncangan. Jatuhnya nilai mata uang negara itu menyebabkan keriuhan dan ketegangan di kantor-kantor bank dan pemerintahan di Brasilia.
Setelah campur tangan bank sentral, akhirnya nilai tukar real Brasil bisa terhenti anjlok terhadap dolar. Sementara itu, situasi sudah agak tenang dan hal terburuk telah dihindari untuk saat ini.
Depresiasi mata uang real secara bertahap menarik perhatian pada masalah struktural yang dialami oleh negara dengan ekonomi terbesar di Amerika Latin ini. Hal ini terbukti dengan kian lemahnya daya beli yang bisa diraih dengan upah minimum di Brasil.
Saat ini, upah minimum di Brasil setara dengan hanya 251 dolar AS, atau setengahnya dari upah minimum di masa Presiden Dilma Rousseff (2011 - 2016).
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Pada saat yang sama, utang nasional meningkat. "Pada pertengahan hingga akhir pemerintahan terakhir, utang pemerintah Brasil mencapai 72 persen dari produk domestik bruto (PDB). Dan sekarang utang PDB kembali ke titik tertingginya dalam sejarah, kita berada pada hampir 78 persen utang dalam kaitannya dengan PDB," kata ekonom Felipe Rodrigues dari Universitas UFF, Brasil, dalam wawancara dengan DW.
Persentase ini cukup menakutkan. Namun menurutnya masih ada peluang untuk menanggulangi kemunduran ini. Pemerintah harus bekerja sama dengan Kongres untuk menemukan cara menghemat uang.
Utang gendut pemerintah Brasil
Beberapa kesalahan teknis juga menjadi penyebab naik utang nasional secara signifikan. "Pemerintah telah sangat meremehkan pengeluaran sosial," kata Felipe Rodrigues. Ia berbicara tentang adanya kesenjangan anggaran hingga sekitar 80 miliar real Brasil atau sekitar Rp215 triliun.
Selain itu, anggaran negara juga semakin membengkak dan mengirimkan sinyal yang salah. Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva, misalnya, memiliki kabinet yang terdiri dari hampir 40 kementerian.
"Jika pemerintah tidak membuat rencana, anggaran, untuk mengatasi masalah ini, akan sangat sulit," kata ekonom Gilvan Bueno kepada CNN Money. Masalahnya adalah lebih banyak anggaran yang dibelanjakan daripada yang diperoleh. "Brasil perlu menjadi lebih efisien dan melakukan beberapa reformasi."
Warga Brasil kian terjepit inflasi
Penduduk Brasil telah merasakan dampak inflasi melalui kenaikan harga pangan dan energi. Menurut data resmi, Brasil mengakhiri tahun 2024 dengan tingkat inflasi kumulatif sebesar 4,83 persen, di atas 4,5 persen yang ditetapkan oleh bank sentral.
Hasilnya, warga tidak sekadar memiliki kesan bahwa segala sesuatunya menjadi lebih mahal, mereka juga menyalahkan pemerintah saat ini atas hal ini.
Jika inflasi dan biaya hidup kian tinggi, peringkat jajak pendapat pemerintah akan turun. Hanya 27 persen pemilih, menurut laporan majalah Veja, yang secara positif menilai dua tahun pertama masa kepresidenan Lula.
Buruknya peringkat kinerja juga disebabkan oleh buruknya pengelolaan tunjangan sosial oleh pemerintah. Ratusan juta real yang dibayarkan kepada mereka yang membutuhkan telah berakhir di akun penyedia judi online.
Ini adalah hal yang memalukan bagi pemerintah, dan peraturan baru telah diperkenalkan untuk memastikan hal ini tidak akan terjadi lagi. Namun, skandal tersebut merupakan simbol kurangnya mekanisme kontrol dalam kebijakan sosial dan keuangan.
Brasil perlu seimbangkan rasio utang
Utang yang terus meningkat ini diperkirakan dapat mencapai puncaknya pada 2030 dan Brasil perlu melakukan pemangkasan anggaran, kata ekonom Gilvan Bueno. Namun, ini juga dapat berarti semakin sulitnya keadaan sosial, misalnya dalam hal peningkatan upah minimum.
Menurut angka resmi, sekitar 59 juta orang di Brasil mendapatkan penghasilan di kisaran upah minimum, dan sekitar 19 juta pensiunan menerima upah minimum.
"Langkah-langkah fiskal merupakan prioritas," kata Felipe Salto, kepala ekonom di Warren Investimentos, kepada Deutsche Welle.
"Pemerintah perlu mendorong penyesuaian fiskal yang lebih intensif yang membantu mengurangi persepsi risiko dan secara efektif menyeimbangkan kembali ekspektasi tentang kemampuan negara untuk kembali ke output utama yang memadai. Utang publik perlu dikembalikan ke keseimbangan relatif terhadap PDB."
Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Jerman