Cina Tekan Pertumbuhan Industrinya Melebihi Jerman
19 Maret 2025Tulang punggung industri Jerman menghadapi tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Meski pernah menjadi pemimpin di bidang manufaktur kelas atas, negara ini mengalami penurunan produksi industri selama lima tahun, yang mengancam hilangnya 5,5 juta pekerjaandan 20% produk domestik bruto (PDB), berdasarkan laporan terbaru Centre for European Reform (CER) yang berbasis di London.
Invasi Rusia-Ukraina memaksa Jerman untuk mengurangi ketergantungannya pada minyak dan gas Rusia, membuat harga energi melonjak dan sangat merugikan sektor industri seperti industri kimia dan baja. Selain itu, gangguan rantai pasokan pasca pandemi mengurangi angka ekspor Jerman.
Faktor utama lainnya adalah pergeseran cepat Cina dari manufaktur bernilai rendah ke industri berteknologi tinggi dan inovatif, yang didorong oleh apa yang disebut strategi Partai Komunis: Made in China 2025, yang bertujuan untuk mencapai kepemimpinan global dalam bidang manufaktur dan teknologi canggih.
Jerman yang terdampak dari naiknya value chain Cina
Meskipun Jerman tidak begitu terpengaruh oleh lonjakan pertumbuhan awal Cina di awal tahun 2000-an, yang berfokus pada elektronik berteknologi rendah, peralatan rumah tangga, dan tekstil, namun kebijakan industri Beijing sejak saat itu kemudian berkembang mencakup sektor-sektor inti Jerman, seperti otomotif, teknologi bersih, dan teknik mesin.
"Cina telah mengejar ketertinggalannya di beberapa industri maju ... mereka begitu kuat di bidang-bidang ini ... dan ini berdampak pada pertumbuhan Jerman yang buruk,” kata Holger Görg, kepala kelompok penelitian Perdagangan Internasional dan Investasi di Institut Jerman untuk Ekonomi Dunia (IfW-Kiel), kepada DW.
Kecepatan Cina mengejar Jerman mungkin paling jelas terlihat di industri otomotif. Produsen mobil Jerman dikritik karena kurangnya inovasi, transisi yang lambat ke kendaraan listrik (EV) dan tidak memprediksi persaingan sengit dari merek-merek Cina seperti SAIC Motor dan BYD. Masalah-masalah tersebut telah menyebabkan ancaman puluhan ribu PHK dan penutupan pabrik dalam negeri.
Sektor kimia dan teknik Jerman berada di bawah tekanan
Namun, ada sedikit kesadaran akan ancaman Cina yang semakin meningkat di sektor ekonomi lainnya. Raksasa bahan kimia Cina, misalnya, telah meningkatkan produksi mereka secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir, terutama dalam polietilena dan polipropilena, yang menyebabkan kelebihan pasokan global yang telah menurunkan margin keuntungan produsen Jerman seperti BASF.
Bahkan di Uni Eropa, pasar utama bagi Jerman, Cina meningkatkan pangsa ekspor bahan kimia dalam dekade hingga 2023 sebesar 60%, sementara pangsa Jerman turun lebih dari 14%, menurut data dari Handelsblatt Research Institute.
Sektor teknik mesin Jerman, yang terkenal dengan presisi dan kualitasnya, juga menghadapi persaingan ketat dari para pesaingnya dari Tiongkok. Sementara pangsa pasar ekspor mesin industri Jerman sedikit menurun menjadi 15,2% dari tahun 2013 hingga 2023, pangsa pasar Cina meningkat lebih dari setengahnya (dari 14,3% menjadi 22,1%).
Subsidi memberikan keuntungan yang tidak adil bagi perusahaan-perusahaan Cina
Tantangan ini diperparah dengan kebijakan Cina yang memberikan subsidi besar-besaran pada industri-industri utama, yang memungkinkan produsen Cina berproduksi dengan skala dan biaya yang sulit ditandingi oleh perusahaan-perusahaan Barat.
Diperkirakan bahwa subsidi industri Cina pada industrinya tahun 2019 berjumlah sekitar €221 miliar euro (sekitar 4000 triliun Rupiah). Sebuah laporan tahun 2022 dari Dana Moneter Internasional (IMF) menemukan bahwa sebagian besar subsidi Beijing menyasar industri bahan kimia, mesin, otomotif, dan logam.
Claudia Barkowsky, Direktur Pelaksana Cina pada German Engineering Federation (VDMA), mengatakan kepada harian bisnis Jerman, Handelsblatt, minggu lalu bahwa perusahaan teknik mesin Jerman semakin sulit bersaing karena pesaing Cina mereka menawarkan harga yang jauh lebih rendah, "kadang-kadang 50% atau bahkan lebih murah.”
Sebuah survei yang dilakukan oleh Kamar Dagang Jerman di Cina (AHK) menemukan bahwa lebih dari setengah perusahaan Jerman yang beroperasi di Cina berekspektasi bahwa pesaing-pesaing dari Cina akan memimpin inovasi di sektor mereka, lima tahun ke depan.
Apakah Berlin gagal melihat ambisi Cina?
Brad Setser, salah satu penulis laporan CER, mengatakan kepada DW bahwa ekspor kelas atas Cina "tidak terjadi dalam semalam.”
"Bagaimana industri Jerman dapat bertahan dari "guncangan” kedua Cina? Mengapa pemerintah Jerman sebelumnya tidak melihat hal ini dan berbuat lebih banyak untuk menyesuaikan kebijakan?” katanya.
Sekarang, adalah Jerman berada di ‘persimpangan' yang begitu menentukan, para ekonom memperingatkan bahwa Jerman harus menyesuaikan kebijakan perdagangan, industri dan fiskalnya dengan realitas ekonomi yang baru atau berisiko kehilangan posisinya sebagai pemimpin manufaktur global.
"Dari sudut pandang ekonomi, mencoba merebut kembali dominasi di sektor-sektor ini bukanlah hal yang menguntungkan,” kata Görg. "Penting untuk fokus pada bidang-bidang di mana Jerman bisa tetap kuat yakni farmasi, bioteknologi, dan proses penciptaan pengetahuan melalui riset.
Tarif yang Memaksa Cina untuk Berfokus pada Pertumbuhan Domestik
Laporan CER menyerukan kepada pemerintah Jerman berikutnya - kemungkinan besar koalisi aliansi konservatif CDU/CSU dan Sosial Demokrat (SPD) yang beraliran kiri-tengah - untuk menekan Cina untuk meningkatkan konsumsi domestik daripada hanya mengandalkan impor untuk pertumbuhannya.
Para penulis studi ini juga menyoroti perlunya untuk mendayagunakan perlindungan perdagangan Uni Eropa untuk menaikkan tarif ekspor Cina yang disubsidi besar-besaran, termasuk mobil listrik dan turbin angin.
"Apa yang dibutuhkan Jerman adalah pasar alternatif untuk ekspor mobil dan mesin kelas atas. Dan yang terbesar bagi Jerman sejauh ini adalah pasar Eropa,” kata Setser, yang juga seorang rekanan senior di Dewan Hubungan Luar Negeri AS yang berbasis di New York.
Para pembuat kebijakan dan pemimpin bisnis Jerman terus mencari penyebab bagaimana negara ini kehilangan posisi dominannya dan arah apa yang harus diambil selanjutnya.
Jerman membutuhkan 'perubahan pola pikir'
Serden Ozcan, ketua bidang inovasi dan transformasi perusahaan di WHU - Otto Beisheim School of Management yang berbasis di Düsseldorf, percaya bahwa para politisi dan pemimpin bisnis perlu mengadopsi "pergeseran pola pikir budaya” yang besar untuk menghadapi perubahan yang sangat cepat.
Ozcan mengkritik apa yang dia lihat sebagai "ketakutan Jerman akan persaingan agresif” dan obsesi untuk "melindungi kegagalan secara berlebihan”, di mana Berlin terkadang memberikan dukungan berlebihan kepada perusahaan-perusahaan yang tidak kompetitif.
"Di Cina, hal ini justru sebaliknya,” kata Ozcan kepada DW. "Mereka beroperasi dengan cara ‘evolusi Darwin', mengizinkan lusinan perusahaan untuk memasuki industri yang sedang berkembang, meskipun banyak di antaranya yang gagal. Yang bertahan hidup lantas menjadi sangat kuat.”
Harapannya adalah bahwa rencana belanja pertahanan dan infrastruktur Jerman yang sangat besar, senilai hampir €1 triliun selama 12 tahun ke depan, akan membantu membalikkan ekonomi yang lesu sembari mengurangi rem utang - jumlah total yang dapat dipinjam pemerintah.
Dengan sebagian besar dana dialokasikan untuk meningkatkan kemampuan pertahanan dan infrastruktur Jerman, ada kekhawatiran bahwa Berlin mungkin akan kehilangan kesempatan untuk menopang industri yang sedang tumbuh.
"Sebagian besar dari usulan pengeluaran pemerintah baru adalah untuk pengeluaran militer. Jika mereka melakukannya dengan cara yang benar, investasi besar dalam sistem persenjataan baru juga dapat membantu meningkatkan teknologi non-militer.” Görg dari IfW-Kiel mengatakan kepada DW.
Jerman masih memiliki banyak kekuatan
"Jerman sangat baik dalam menciptakan pengetahuan - melalui penelitian dan pengembangan (R&D), paten, dan lain-lain... dan kemudian menjual pengetahuan tersebut. Di sinilah Jerman masih memiliki keunggulan dan kita harus terus mengembangkannya,” kata Görg.
Sementara itu, Ozcan berpendapat bahwa CEO-CEO dari generasi muda akan lebih memahami isu-isu yang dihadapi industri Jerman dibandingkan dengan generasi yang ada saat ini dan mereka akan mampu beradaptasi lebih cepat.
Ia mencontohkan Christian Klein, CEO raksasa perangkat lunak perusahaan SAP yang berusia 44 tahun, yang membantu meningkatkan nilai perusahaan di pasar hingga hampir 70% dengan menjadi pengadopsi awal kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
"Produsen mobil tidak lagi bersaing dengan produsen mobil lainnya. Mereka bersaing dengan Tencent, sebuah perusahaan video game,” jelas Ozcan, mengacu pada perusahaan China yang terjun ke teknologi yang menggerakkan mobil listrik. "Di masa depan, perusahaan-perusahaan AI-lah yang akan merancang obat untuk kanker, bukan raksasa farmasi.”
Artikel ini terbit pertama kali dalam bahasa Inggris
Diadaptasi oleh Sorta Caroline
Editor: Yuniman Farid